Al-Bukhari mengatakan: bab orang yang diluaskan rezekinya berkat
Silaturahmi atau silaturahim" Lalu ia menyebutkan hadits dari Abu
Hurairah yang mengatakan, "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
'Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan usianya,
hendaklah ia menjalin silaturahim.[ Di-takhrij-kan oleh al-Bukhari
(nomor 5848) dari Abu Hurairah ra, dan nomor 2043, dan Muslim'"
Di dalam hadits ini terdapat beberapa masalah: Masalah Pertama:
Bagaimana ia diluaskan rezekinya? Masalah Kedua: Bagaimana ia
dipanjangkan usianya? Ini masalah yang sulit yang didiskusikan oleh Ibn
al-Qayyim. Apakah itu benar-benar demikian? Artinya, apakah Allah
benar-benar memanjangkan usianya? Misalnya, usia seseorang telah
ditentukan empat puluh tahun. Karena ia menjalin silaturahim atau
silaturahmi, Allah jadikan usianya enam puluh tahun. Padahal, ajalnya
telah ditentukan ketika masih berada di perut ibunya berdasarkan hadits
Ibn Mas'ud yang tersebut dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim,
"Sesungguhnya malaikat mendatanginya dan ia diperintahkan menulis empat
kalimat, menulis rezekinya, amalnya, ajalnya, dan keadaannya (sengsara
ataukah bahagia). [Di-takhrij-kan oleh al-Bukhari (nomor 3262), Muslim
(nomor 6674).]"
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, "Allah menghapuskan apa yang Dia
kehendaki dan menetapkan [apa yang Dia kehendaki], dan di sisi-Nyalah
terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh)." (QS. ar-Ra'd: 39). Para ulama
mengatakan: Di dalam Ummul Kitab telah ditentukan rezekinya, amalnya,
ajalnya, dan keadaannya (sengsara atau bahagia). Apakah yang telah
ditentukan ini akan batal apabila ia menjalin silaturahim? Umpamanya,
usianya empat puluh tahun, lalu bertambah menjadi enam puluh tahun,
karena Rasulullah saw mengatakan, "Akan dipanjangkan." Karena itu,
barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya, hendaklah ia
bersilaturahmi. Ini suatu pendapat.
Pendapat kedua mengatakan bahwa arti dipanjangkan usianya adalah
diberkahi dalam hari-harinya, sedangkan panjang usianya tetap
sebagaimana yang telah ditentukan, tidak bertambah dan tidak pula
berkurang. Tetapi Allah memberkahinya. Misalnya, usianya telah
ditentukan enam puluh tahun. Apabila ia bersilaturahmi, usianya tidak
menjadi lebih dari enam puluh, namun Allah memberikan keberkahan dalam
usianya ini dengan melakukan amal-amal shaleh, bersedekah, memiliki hati
yang tenang, senantiasa menghadap Allah, memiliki iman dan keyakinan.
Jadi, Allah memberkahi usianya.
Orang lain ada yang usinya enam puluh tahun juga, tetapi Allah tidak memberkahinya, karena dalam usianya itu tidak terdapat iman dan agama, tidak ada shalat, tidak ada ketaatan, dan tidak ada dzikir. Yang ada dalam usianya hanya penyimpangan, penolakan, pengingkaran, dan kemaksiatan, sehingga tak ada keberkahan dalam usianya. Hari-hari dan waktu-waktunya berlalu tanpa ia simpan sedikit pun untuk akhiratnya. Ini benar-benar suatu kesesatan dan merupakan kerugian yang nyata.
Orang lain ada yang usinya enam puluh tahun juga, tetapi Allah tidak memberkahinya, karena dalam usianya itu tidak terdapat iman dan agama, tidak ada shalat, tidak ada ketaatan, dan tidak ada dzikir. Yang ada dalam usianya hanya penyimpangan, penolakan, pengingkaran, dan kemaksiatan, sehingga tak ada keberkahan dalam usianya. Hari-hari dan waktu-waktunya berlalu tanpa ia simpan sedikit pun untuk akhiratnya. Ini benar-benar suatu kesesatan dan merupakan kerugian yang nyata.
Menurut ulama sunnah, pendapat kedua adalah pendapat yang benar. Umurnya
tidak ditambahkan beberapa hari, beberapa bulan, atau beberapa tahun.
Melainkan sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah ketika berada di
perut ibunya. Jadi, panjang umurnya tetap begitu, tetapi Allah
menambahnya dengan perbuatan baik dan keberkahan yang dijadikan pada
waktu-waktunya, hari-harinya, bulan-bulannya, dan tahun-tahunnya. Jadi,
seolah-olah umurnya bertambah.
Ketika Muhammad bin Humaid ath-Thusi terbunuh sebagai pahlawan dalam
usia empat puluh tahun, datanglah Abu Tamam, seorang penyair besar lalu
mengucapkan syair-syairnya memuji pahlawan yang terbunuh ini. Ia telah
terbunuh di jalan Allah. Sejak shalat Shubuh sampai shalat Zhuhur ia
bertempur dengan bangsa Romawi sampai beberapa pedang yang ada di
tangannya patah sehingga tak tersisa lagi pedang padanya. Akhirnya
mereka dapat membunuhnya.
Anda pernah menyaksikan seseorang diwawancarai di suatu surat kabar.
Usia orang itu 130 (seratus tiga puluh) tahun. Tetapi, apa yang telah ia
persembahkan untuk dirinya? Anda lihat ia berbicara tentang makanan dan
minumannya, bahwa ia tidur pada jam sekian dan bangun pada jam sekian.
Ia juga pernah menikahi dua puluh lima wanita. Ia pernah melakukan
perjalanan ke Indonesia dan memiliki enam belas bangunan! Tetapi, di
mana prinsip-prinsipnya? Di mana shalatnya? Di mana puasanya? Di mana
hajinya? Di mana pula dzikirnya? Tidak ada perhatian pada dirinya
terhadap hal-hal tersebut.
Usia Ibn Taimiyyah hanya 63 tahun. Tetapi ia dapat memenuhi dunia dengan
ilmu dan dengan jihad serta meninggalkan murid-murid yang bagaikan
bintang-bintang di langit. Umar bin Abdul Aziz hanya berusia 40 tahun
dan menjabat khalifah tidak lebih dari tiga puluh bulan. Tetapi di sisi
Allah ia lebih baik daripada tiga puluh kurun. Sa'ad bin Mu'adz usianya
cuma tiga puluh tujuh tahun dan berada dalam Islam selama tujuh tahun,
tetapi ia lebih baik daripada tujuh kurun. Masalahnya tidak terletak
pada berapa panjang usianya, melainkan kebaikan atau keburukan yang ada
dalam usianya itu.
Rasulullah mengatakan, "Barangsiapa yang suka diluaskan rezekinya." Para
ulama mengatakan bahwa keluasan dalam rezeki dapat bersifat maknawi
dengan diberikan keberkahan dalam rezekinya itu. Mungkin pula Allah
menambahnya dengan tambahan yang nyata (yang sesungguhnya). Pendapat
yang kuat adalah yang pertama.
Seorang Arab badwi melakukan shalat di padang pasir. Ia lalu ditanya, "Untuk siapa engkau shalat?"
"Untuk Allah."
"Apakah engkau melihat Allah?" kata si penanya lagi.
"Sungguh mengherankan! Adanya kotoran unta menunjukkan adanya unta;
adanya jejak di bumi menunjukkan adanya perjalanan. Langit yang
berbintang dan malam yang gelap, tidakkah itu menunjukkan Tuhan Yang
Maha Mendengar lagi Maha Melihat?
Ibn Hajar mengatakan bahwa dalam syairnya Zuhair bertutur:
Selama hidup, angan-angan seseorang akan tetap ada
Dan usianya takkan berakhir sampai berakhir pula ajalnya
Selama hidup, angan-angan seseorang akan tetap ada
Dan usianya takkan berakhir sampai berakhir pula ajalnya
Syair di atas sebenarnya bukan susunan Zuhair sebagaimana dikatakan oleh
Ibu Kujur, melainkan susunan Ka'ab bin Zuhair dalam sebuah qashidah-nya
yang panjang. Makna bait itu adalah: Angan-angan seseorang tak akan
berakhir dalam hidupnya sampai berakhir pula geraknya di dunia. Inilah
pula makna hadits, "Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan
dipanjang usianya, hendaklah ia menjalin silaturahim." '
Kemudian timbul pertanyaan: Ketika Ramlah Ummu Habibah mendatangi
Rasulullah saw, ia berkata, "Wahai Rasulullah, bermohonlah kepada Allah
agar Ia memanjangkan usia ayahku, Abu Sufyan dan saudaraku Mu'awiyah."
Lalu Rasulullah berkata-hadits ini shahih, "Engkau meminta kepada Allah
tentang rezeki-rezeki yang telah dibagi, ajal-ajal yang telah
ditentukan, dan hari-hari yang telah dihitung. Seandainya engkau meminta
kepada Allah agar keduanya mendapatkan ampunan dan rahmat, niscaya itu
lebih baik. [Diriwayatkan oleh Muslim (nomor 6721), Ahmad (nomor 3701,
4117).]" Tetapi di sini beliau mengatakan, "Dipanjangkan usianya."
Yang benar, hadits tersebut mendukung pendapat yang kuat, insya Allah,
bahwa usianya tidak bertambah dalam hari-harinya, melainkan bertambah
dengan keberkahan. Jadi, Allah memberkahi usia seseorang dan amalnya,
sehingga dalam beberapa jam ia dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang
dilakukan oleh orang lain dalam waktu beberapa hari, bahkan beberapa
bulan.
Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah dalam satu hari menulis beberapa buku
berisikan fatwa-fatwa dan masalah-masalah ilmiah yang tak dapat ditulis
oleh orang lain dalam waktu beberapa bulan. Ini anugerah Allah yang Ia
berikan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah memiliki anugerah
yang agung.
Maka barangsiapa yang menggunakan waktu-waktunya dalam ketaatan kepada
Allah, niscaya Allah akan memberkahi usianya dan memberikan kepadanya
kesehatan dan afiat. Sebaliknya, orang yang menyia-nyiakan
perintah-perintah Allah dan melupakan bagian ketaatannya, niscaya Allah
akan merendahkan kualitas usianya dan mencabut keberkahan darinya. Ia
baru akan sadar ketika Malaikat Maut telah berada di samping kepalanya.
Kita bermohon kepada Allah agar Ia membuat kita memperhatikan ilmumu kita dan memberkahi usia-usia kita.
0 comments:
Post a Comment