SERANG – Meski sudah ada surat penolakan dari Kementerian Kesehatan
(Kemenkes), program kesehatan gratis yang digulirkan Pemprov Banten
masih ada celah untuk bisa dilanjutkan. Program kesehatan gratis dinilai
tepat sebagai perlindungan pemerintah terhadap kesehatan masyarakat.
Anggota Komisi IX DPR RI Yayat Y Biaro mengatakan, surat yang
ditujukan Kemenkes merujuk Permendagri 134 tentang Pedoman dan
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah masih bisa
diperdebatkan. “Yang dirujuk itu Permendagri yang berkenaan dengan pajak
daerah untuk beberapa kepentingan, tidak spesifik mengatur jaminan
kesehatan,” katanya saat dihubungi Radar Banten via telepon seluler, Senin (12/3).
Kata dia, memang salah satu yang menyangkut jaminan kesehatan diambil
dari pajak rokok daerah. Hasil pajak tersebut ditujukan untuk jaminan
kesehatan masyarakat, jaminan sosial yang diintegrasikan dengan program
nasional. “Nah, Dirjen Kesehatan itu tafsirnya adalah mengintegrasikan
program, padahal undang-undang itu bilang mengintegrasikan upaya jaminan
sosial, programnya bisa macam-macam,” ujarnya.
Ia menjelaskan, lahirnya UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
dengan UU BPJS harus dilihat pada dua kondisi. Pertama, tugas
konstitusional pemerintah berdasarkan UUD 1945 yang mewajibkan negara
meningkatkan kesejahteraan sosial dan menegakkan keadilan sosial. “Dalam
situasi yang normal jika kondisi perekonomian tinggi, dan pemerintah
sedang mendapatkan surplus yang luar biasa, negara menjamin 100 persen
bagi jaminan sosial masyarakat terutama untuk masyarakat fakir, miskin
dan tidak mampu,” katanya.
Namun dikarenakan negara dalam kondisi sulit, Yayat mengatakan, UU
SJSN dan UU BPJS lahir sebagai jawaban. Ada peran negara untuk
menyejahterakan masyarakat, membantu masyarakat fakir miskin, ada juga
dalam bentuk iuran. “Mestinya iuran ini tidak perlu karena yang disebut
iuran warga negara diambil dalam bentuk pajak. Tapi, dalam keadaan yang
belum normal sekarang, masyarakat diminta iuran untuk jaminan sosialnya
termasuk kesehatan,” katanya.
Dalam dua UU tersebut, kata Yayat, ada penjelasan tentang klausul
bantuan iuran bagi warga fakir, miskin, dan tidak mampu maka pemerintah
menyediakan lewat APBN skema bantuan keuangan. “Itulah yang dikover
pemerintah, bantuan iuran untuk warga tidak mampu agar mereka terkover
BPJS. Setelah kita lihat kondisi di Banten, ternyata masih ada dua juta
rakyat Banten yang tidak terkover BPJS kesehatan. Nah, oleh Pak Gubernur
dibuat langkah dalam bentuk program kesehatan berbasis KTP. Saya rasa
tidak ada masalah dan justru itu yang betul,” sambung politikus Golkar
ini.
Yayat melihat, ada warga miskin yang tidak terkover BPJS. Lantas,
Pemprov mengambil langkah dengan menyediakan anggaran Rp600 miliar untuk
menanggungnya. “Itu bagus dan mestinya bisa dijadikan contoh nasional.
Sebab, masyarakat tidak mampu itu ditanggung APBN lewat skema bantuan
iuran lewat undang-undang. Setelah dilakukan masih ada yang tidak
terkover oleh pusat, itu yang ditanggung oleh provinsi. Kan bagus,”
ujarnya.
Atas dasar tersebut, ia menilai tidak ada benturan antara program
pusat dan Pemprov Banten. Menurutnya, perintah Kemenkes untuk
mengintegrasikan program JKN masih tafsir atas UU BPJS dan UU SJSN.
“Yang dimaksudkan mengintegrasikan menurut undang-undang itu tidak
disebutkan mengintegrasikan program, tapi mengintegrasikan jaminan
sosial bagi masyarakat,” katanya.
Menurutnya, selain mungkin dilaksanakan, program kesehatan gratis
dengan KTP bisa dirujuk daerah lain. “Justru ini harus didorong menjadi
contoh di daerah-daerah lain. Niatnya betul dan prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik dilaksanakan. Akuntabel, terbuka, tidak ada
korupsi,” ujar Yayat.
Namun dikarenakan sudah ada surat dari Kemenkes maka Pemprov harus
meminta klarifikasi surat tersebut. Diklarifikasi berkaitan dengan
kekuatan hukum surat ini sebagai penyelesaian. “Yang dimaksud
diintegrasikan program itu dalam bentuk apa? Apakah program kesehatan
berbasis KTP bukan bentuk integrasi dalam program jaminan sosial
kesehatan masyarakat?” tanyanya.
Secara kelembagaan Komisi IX DPR RI, kata Yayat, bisa belum bisa
memastikan langkah yang akan diambil. Namun, secara pribadi ia mendukung
langkah Gubernur (
0 comments:
Post a Comment