Indonesia merupakan negara terbesar ke - 4 didunia, data BPS tahun
2019 menunjukan jumlah penduduk Indonesia 265 juta jiwa dan mencakup 39
persen dari total populasi di wilayah Asia Tenggara. Dan memiliki demographic bonus dengan 60 persen dari penduduknya berusia dibawah 30 tahun. Tetapi, dewasa ini Sumber Daya Manusia serta demographic bonus
yang kita miliki belum dapat dimaksimalkan sepenuhnya, sedangkan negara
ini mengharapkan kaum pemuda untuk dapat menjadi generasi penerus yang
akan membangun bangsa ini.
Jika melihat kebelakang sejarah
panjang perjuangan Indonesia, banyak para pemuda yang terlibat dalam
memperjuangkan Republik Indonesia. Dimulai dari ratusan tahun lalu
seorang pemuda bernama Gadjah Mada yang bercita-cita mempersatukan suatu
bangsa yang dikenal pada masa itu dengan sebutan Nusantara.
Kemudian
pada tahun 1928 para pemuda berhasil mencetuskan sebuah label tanda
perjuangan para pemuda dan tanda lahirnya suatu bangsa, yang kita kenal
dengan sebutan Sumpah Pemuda. Perjuangan pemuda ini masih
berlanjut hingga tahun 1945 dimana para pemuda bertikai dengan golongan
tua untuk kemudian menculik Bung Karno agar segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1966 perjuangan belum selesai,
para pemuda yang pada saat itu sudah dikenal dengan sebutan mahasiswa
memprotes keras pemerintahan Orde Lama Presiden seumur hidup Ir.
Soekarno, ketika gelombang demonstrasi menuntut pembubaran PKI semakin
keras, pemerintah tidak segera mengambil tindakan.
Keadaan negara
Indonesia sudah sangat parah, baik dari segi ekonomi maupun politik.
Harga barang naik sangat tinggi terutama Bahan Bakar Minyak (BBM). Oleh
karenanya, pada tanggal 12 Januari 1966 Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia KAPPI memelopori kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR menuntut (tiga tuntutan rakyat) Tritura.
Isi Tritura adalah
pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya, perombakan kabinet Dwikora , dan
menuntut untuk menurunkan harga pangan. Rentetan demonstrasi yang
terjadi menyuarakan Tritura akhirnya diikuti keluarnya Surat Perintah 11 Maret
1966 (Supersemar) oleh Presiden Soekarno yang memerintahkan kepada
Mayor Jenderal Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil
tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
Tetapi,
jiwa kritis pada para pemuda khususnya Mahasiswa ini belumlah redam.
Dimasa pemerintahan Orde Baru kekuasaan Presiden Soeharto, mereka terus
melancarkan aksi kritikan dan protes keras terhadap pemerintahan yang
korup. Meskipun kadang beberapa dari mereka yang meng-kritik akan
diintimidasi, hilang entah kemana atau dipenjarakan dengan status
tahanan politik.
Puncak perjuangan Mahasiwa pada Orde Baru ini
terjadi pada tahun 1998 dimana krisis ekonomi dan terpilihnya kembali
Soeharto sebagai Presiden Indonesia pada tanggal 11 Maret 1998
meledakkan peristiwa yang disebut sebagai Tragedi Reformasi 1998
hingga menjadi sorotan dunia. Puluhan ribu mahasiswa dari berbagai
daerah turun kejalanan ibukota bahkan sempat menduduki gedung MPR untuk
menuntut agar diturunkannya Presiden Soeharto dan mengadakan pemilihan
ulang.
Tragedi Reformasi ini terjadi sepanjang tahun 1998 menjadi
catatan sejarah perjuangan para pemuda dan mahasiswa Indonesia untuk
mewujudkan demokrasi sesuai cita cita bangsa.
Berdasarkan
latar belakang sejarah panjang perjuangan pemuda dan mahasiswa
Indonesia. Lantas, dewasa ini faktor apa yang mempengaruhi berkurangnya
nalar kritis pada mahasiswa ? Bagaimana solusi untuk membangun kembali
nalar kritis mahasiswa tersebut ?
Puluhan tahun berlalu, kekuasan
berubah , zaman berubah, teknologi berkembang. Dimana mahasiswa
sebelumnya tidak terpapar dengan kenikmatan teknologi berubah menjadi
mahasiwa yang telah bergantung dengan teknologi. Apakah teknologi ini
salah ? Teknologi memang dapat memudahkan manusia di zaman yang modern
seperti ini jika digunakan dengan baik dan bijak. Tetapi, saat ini
teknologi bagaikan racun yang mematikan bagi generasi muda Indonesia.
Mereka
tidak lagi duduk berdiskusi tentang bangsa ini, melainkan mereka duduk
membahas apapun tentang media sosial bahkan mereka sibuk dengan game
yang tersaji di smartphone mereka. Sedangkan bangsa ini tetap
membutuhkan kaum intelektual seperti mahasiswa dan pemuda yang kritis
untuk membangun bangsa.
Mereka seperti telah melupakan Bangunlah jiwanya , bangunlah badannya
untuk Indonesia Raya , dalam artian membangun manusia Indonesia bukan
hanya membangun badannya (fisik) saja, tetapi seharusnya juga membangun
jiwanya (ruh dan semangat pelakunya) untuk kemajuan dan kebesaran
Indonesia Raya.
Kaum intelektual tidak seharusnya tunduk pada
kekuasaan, mereka harus kritis agar dialektika dapat terjadi, tesis dan
antitesis bermunculan. Dengan nalar kritis, muncul lah berbagai sudut
pandang mengenai kebijakan kebijakan yang telah diperbuat pemerintah,
dengan tujuan untuk membangun bangsa ini.
Karena pada dasarnya
kritik itu membangun, bagaimana negara ini bisa bangun dari keterpurukan
jika rakyat bahkan kaum intelektualnya hanya tunduk pada kekuasaan.
Dewasa
ini, solusi untuk membangun jiwa nasionalisme para pemuda khususnya
dikalangan mahasiswa sebagai kaum intelektual tidaklah mudah. Mereka
lebih senang berkecimpung di dunia maya dan bermain game
ketimbang meningkatkan daya kritis mereka dengan berliterasi. Karena
sesuai dengan cita cita bangsa yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Membaca
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan literasi, dengan daya
literasi yang tinggi secara tidak langsung pemahaman mereka akan segala
persoalan akan bangkit sehingga dapat timbul nalar kritis terhadap
persoalan tersebut. Literasi juga dapat menangkal penyebaran berita hoax yang marak pada saat ini, berita hoax sangat mudah menyebar di media sosial akibat rendahnya kemampuan berliterasi.
Dengan
minat membaca yang tinggi, maka ketika mendapat informasi, mereka akan
mencari tau terlebih dahulu sumber kebenaran informasi tersebut dan
dapat menyimpulkan sendiri apa sebenarnya maksud dari informasi
tersebut, bahkan mereka akan meng-kritik informasi tersebut jika mereka
menganggap itu tidak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan, maka
timbulah nalar kritis itu.
Kalangan Mahasiswa pada saat ini
memang krisis nalar kritis, bagaimana kita dapat memajukan kesejahteraan
umum dan membangun suatu bangsa jika jiwa kritis para pemuda dan
terutama di kalangan mahasiswa sangatlah minim.
Sebagian dari
kita mungkin bertanya-tanya kemana semangat jiwa nasionalisme mahasiswa
saat ini, apakah mereka para mahasiswa tertidur pulas dalam kenikmatan
teknologi, maka ini saatnya mahasiswa bangun. Kritiklah sesuatu jika
memang pantas di kritik, jangan hanya bungkam pada penindasan. Bungkam
pada penindasan merupakan pengkhianatan terbesar kaum intelektual.
Kalangan Mahasiswa pada saat ini memang krisis nalar kritis,
bagaimana kita dapat memajukan kesejahteraan umum dan membangun suatu
bangsa jika jiwa kritis para pemuda dan terutama di kalangan mahasiswa
sangatlah minim.
Sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya kemana
semangat jiwa nasionalisme mahasiswa saat ini, apakah mereka para
mahasiswa tertidur pulas dalam kenikmatan teknologi, maka ini saatnya
mahasiswa bangun. Kritiklah sesuatu jika memang pantas di kritik, jangan
hanya bungkam pada penindasan. Bungkam pada penindasan merupakan
pengkhianatan terbesar kaum intelektual.
Oleh Sindu Adi Pradono SH
0 comments:
Post a Comment