Secara makro, perekonomian Indonesia sedang berkembang
menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Namun di beberapa sektor
penting, kesenjangan makin menganga.
Selama 10 tahun terakhir, perekonomian Indonesia tumbuh dua kali
lipat dan kini mencapai volume 932 miliar dolar AS. Namun dibandingkan
dengan negara-negara tetangganya, Indonesia masih tertinggal jauh dalam
pembangunan infrastruktur. Sementara 28 juta penduduknya masih hidup
dalam kemiskinan.
Jika dicermati secara lebih mendalam,
perekonomian Indonesia belum benar-benar bangkit secara merata:
pertumbuhan kredit tetap kecil. Gambaran ini jadi lebih kompleks jika
ditinjau perbedaan besar dalam angka pertumbuhan di berbagain kawasan,
dengan variasi tingkat pertumbuhan antara negatif sampai lebih dari 7
persen.
"Ini adalah kawasan ekonomi yang cukup besar dengan
banyak potensi, tapi yang penting adalah bagaimana mencapai pertumbuhan
berkelanjutan pada tingkat yang relatif tinggi. Ini lebih penting
daripada indikator-indikator ekonomi makro, " kata Euben Paracuelles,
pakar ekonomi di Nomura Holdings Inc. Singapura.
Pertumbuhan berkelanjutan
Mempertahankan
tingkat pertumbuhan memang sangat penting untuk dapat menarik minat
investor asing. 20 tahun setelah krisis keuangan Asia yang juga
mengguncang Indonesia, cadangan devisa kini mencapai rekor tertinggi
dengan 129 miliar dolar AS. Arus masuk di pasar obligasi juga mendekati
angka rekor.
S&P Global Ratings pada Mei lalu bergabung
dengan dua perusahaan pemeringkat utama lainnya dalam memberikan status
"investment grade" untuk Indonesia, sebuah imbalan positif pada politik
anggaran yang lebih hati-hati. Mata uang Rupiah tahun ini berhasil
dipertahankan stabil, bahkan menguat 2,3 persen terhadap dolar AS
dibanding pada 2016.
Trend ini "menandakan bagaimana Indonesia
sekarang naik menjadi kelompok negara berpenghasilan menengah," kata
Perry Warjiyo, wakil gubernur di Bank Indonesia. "Di bawah kepemimpinan
Presiden Joko Widodo, perkembangan itu juga menandakan dasar-dasar
ekonomi yang cukup kuat dan tangguh," tandasnya.
Gap Infrastruktur
Program pembangunan
pemerintahan Jokowi saat ini fokus pada pembangunan infrastruktur:
jalan, jalur kereta api dan pelabuhan laut serta udara. Targetnya adalah
pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen pada 2018, sasaran tertinggi
dalam lima tahun.
Tapi defisit infrastruktur masih sangat besar.
Bank Dunia memperkirakan ada defisit infrastruktur senilair 1,5 triliun
US Dolar Berarti, Indonesia dalam beberapa tahun ke depan tetap perlu
pinjaman dari luar negeri senilai 500 miliar US Dolar setiap tahun.
Karena
minimnya investasi sebelum era Jokowi, tingkat pertumbuhan belanja
pemerintah per kapita di Indonesia jauh lebih rendah dibanding Vietnam,
China, India dan Malaysia, kata Bank Dunia. Investasi publik tumbuh
hanya setengah dari laju ekonomi dari tahun 2005 sampai 2015. Kualitas
infrastruktur juga jauh tertinggal dari wilayah dan pasar negara
berkembang lainnya.
Tekanan Anggaran
Penerimaan pajak Indonesia
sebagai pangsa PDB juga tetap menjadi salah satu yang paling rendah di
kawasan Asia Tenggara. Menurut perkiraan OECD angkanya hanya 12 persen
pada tahun 2015. Lalu turun lagi menjadi hanya 10,3 persen, hal yang
membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bulan Juli mengeluarkan
pernyataan bahwa pendapatan dari pajak begitu "rendah dan tidak dapat
diterima."
Menkeu Sri Mulyani ingin mendongkrak pendapatan pajak
hingga mencapai rasio 16 persen sampai 2019, sebuah target yang dinilai
ambisius. Melalui program amnesti pajak yang berakhir tahun ini,
pemerintah berhasil meraup senilai lebih dari 11 miliar US Dolar dari
pembayaran denda amnesti pajak.
Dalam upaya mengurangi
kemiskinan, ada beberapa kemajuian, namun masih terdapat sekitar 28 juta
penduduk miskin. Tingkat kemiskinan resmi adalah 10,6 persen pada bulan
Maret, atau hanya 0,2 persen lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Bank
Dunia mengatakan, sejumlah besar penduduk tetap rentan terhadap
guncangan ekonomi. Lebih 60 juta orang berisiko jatuh kembali ke dalam
kemiskinan. Sementara upah bulanan rata-rata naik 24 persen sampai
Februari tahun ini, dengan kecenderungan timpang, karena kelompok
pendapatan yang lebih tinggi mengalami pertumbuhan lebih cepat daripada
kelompok berpenghasilan rendah
Di Negara-negara Ini Jurang Antara Kaya - Miskin Amat Dalam
1. Rusia
Rusia tempati posisi pertama negara dengan
ketimpangan ekonomi terbesar sejagad. Dalam penelitian Credit Suisse
ditemukan 74,5% kekayaan negara dikuasai 1% orang-orang termakmur di
negeri itu. Di negara ini terdapat sekitar 96 milyarder - total yang
hanya dilampaui oleh Cina dengan 244 orang dan Amerika Serikat dengan
582 orang.
2. India
India berada di posisi ke-2 negara yang
kesenjangan ekonominya terbesar. 58,4% kekayaan dimiliki 1% orang
terkaya. Kekayaan pribadi didominasi oleh properti & aset riil
lainnya. Meski kekayaan perorangan telah meningkat di India, tidak semua
orang mendapat bagian dari pertumbuhan ekonominya. 2260 orang diketahui
memiliki kekayaan lebih dari US$ 50 juta dan 1.040 orang lebih dari US$
100 juta.
3. Thailand
Dalam laporan Global Wealth Report 2016 lembaga
riset Credit Suisse, negara di Asia Tenggara ini berada di urutan ketiga
negara ketimpangan ekonomi terbesar sedunia, dimana hanya satu persen
orang terkaya yang menguasai 58 persen aset kekayaan di negara gajah
putih ini.
4. Indonesia
Kekayaan per orang meningkat 6 kali lipat
selama periode 2000- 2016. Namun menurut standar internasional, kekayaan
rata-rata orang di Indonesia masih rendah. Setengah aset kekayaan di
Indonesia dikuasai hanya 1% orang terkaya. Kesenjangan antara yang kaya
dan yang miskin di Indonesia mencapai 49%, yang menempatkan Indonesia di
posisi keempat negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia.
5. Brazil
Untuk
melindungi diri dari inflasi, banyak warga Brasil mempertahankan aset
riil, khususnya dalam bentuk tanah. Kesenjangan pendapatan di negara ini
berhubungan dengan ketidakmerataan akses pendidikan serta pembagian
tajam antara sektor ekonomi formal dan informal. 47,9 persen kekayaan di
negara ini hanya dimiliki satu persen kelompok orang paling tajir di
negara ini.
6. Cina
Di Cina terdapat 1,6 juta jutawan. Negara ini paling
banyak punya penduduk dengan kekayaan di atas US$ 50 juta dibanding
negara manapun, kecuali Amerika Serikat. Namun ketimpangan ekonomi di
negara tirai bambu ini tinggi yakni 43,8% kekayaannya dikuasai 1 persen
orang terkaya. Ketimpangan ekonomi semakin tinggi sejak tahun 2000.
7. Amerika Serikat
Perekonomian dan pasar keuangan AS terus
membaik di tahun 2015 – 2016. Dibandingkan dengan banyak negara OECD
lainnya, AS memiliki lebih banyak aktivitas ekonomi di sektor swasta
dibanding publik. Jumlah individu dengan kekayaan di atas US% 50 juta
enam kali lebih banyak dibanding Cina. Satu persen orang terkaya di
negara adi daya ini menguasai aset kekayaan sebesar 42,1%.
8. Afrika Selatan
Sejak tahun 2007 kemajuan ekonomi
melambat. Namun pertumbuhan segera pulih dan rata-ratanya meningkat 9,4%
per tahun sejak tahun 2010. Di negara ini, 41,9% kekayaaan negara
dikendalikan oleh hanya satu persen total orang terkaya, yang
menempatkan negara ini di posisi nomor 8 negara dengan tingkat
kesenjangan tertinggi di dunia. Ed: ap/rzn(Credit Suisse/independent)
5. Brazil
Untuk
melindungi diri dari inflasi, banyak warga Brasil mempertahankan aset
riil, khususnya dalam bentuk tanah. Kesenjangan pendapatan di negara ini
berhubungan dengan ketidakmerataan akses pendidikan serta pembagian
tajam antara sektor ekonomi formal dan informal. 47,9 persen kekayaan di
negara ini hanya dimiliki satu persen kelompok orang paling tajir di
negara ini.
0 comments:
Post a Comment