JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
mengultimatum kuasa hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail untuk
menghadirkan kliennya beserta istri, Itjih Nursalim ke lembaga
antirasuah ketimbang harus memberikan tanggapan atas penetapan
tersangka.
Sjamsul dan Itjih sendiri disinyalir sedang berada di Singapura.
KPK telah berulang kali memberikan surat panggilan pemeriksaan terhadap
keduanya. Namun, keduanya mangkir alias tidak pernah hadir memenuhi
panggilan pemeriksaan KPK.
"KPK memandang akan lebih baik jika pihak kuasa hukum SJN dan ITN
membantu menghadirkan para tersangka untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut," tekan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jalan
Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa
Menurut Febri, pihaknya membuka kesempatan untuk Sjamsul dan Itjih
memberikan bantahan dalam proses pemeriksaan di KPK. Terpenting, KPK
meminta untuk Sjamsul dan Itjih kooperatif memenuhi panggilan
pemeriksaan pasca-ditetapkan sebagai tersangka.
"Jika pihak SJN dan ITN ingin membela diri dalam perkara ini, akan lebih baik hadir memenuhi panggilan KPK," terangnya.
Menurut Febri, KPK telah banyak memberikan ruang yang cukup
sejak tahap penyelidikan kepada Sjamsul dan Itjih untuk menyampaikan
keberatan atau Informasi bantahan terhadap proses yang dilakukan KPK.
Sayangnya, kata Febri, hal tersebut tidak pernah digunakan oleh
keduanya.
"Selain itu, kami pandang, tidak terdapat hal baru dari
penjelasan yang disampaikan oleh Dr. Maqdir Ismail yang mengaku sebagai
kuasa hukum SJN tersebut," imbuh dia.
Sebelumnya, KPK telah mengumumkan secara resmi penetapan tersangka
terhadap mantan Pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI)
Sjamsul Nursalim beserta istrinya, Itjih Nursalim sebagai tersangka.
Keduanya dijerat terkait kasus dugaan korupsi penerbitan Surat
Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Sjamsul dan istrinya disebut melakukan tindak pidana korupsi
bersama-sama dengan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN), Syafruddin Arsyad Tumenggung. Sjamsul dan istrinya diduga
sebagai pihak yang diperkaya sebesar Rp4,58 triliun.
Atas perbuatannya, Sjamsul dan Itjih disangkakan melanggar Pasal 2
ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor
Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
0 comments:
Post a Comment