![]() |
Makan Bareng Bersama Gerakan Relawan Tanpa Warna (GRTW) Makan Nasi KOTAK Nikmat |
Semua dari kita pasti mendapatkan amanah. Yang berbeda adalah sikap kita terhadap amanah yang dititipkan Allah subhanahu wa ta’ala itu. Ada yang sangat menjaganya, namun tidak sedikit yang lalai. Tulisan ini akan menjelaskan pentingnya menjaga amanah.
Secara lughawi,
kata “amanah” artinya dipercaya atau terpercaya. Adapun menurut istilah
aqidah dan syari’at agama, amanah adalah segala hal yang dipertanggung
jawabkan kepada seseorang, baik hak-hak itu milik Allah subhanahu wa ta’ala maupun hak manusia kepada manusia yang lainnya, baik yang berupa benda, pekerjaan, perkataan, ataupun kepercayaan hati.
Memaknai
amanah ini, ketika menafsirkan surat al Ahzab ayat 72, al Hafizh Ibnu
Katsir membawakan beberapa perkataan sahabat dan tabi’in tentang makna
amanah dengan menyatakan, makna amanah adalah ketaatan,
kewajiban-kewajiban, (perintah-perintah) agama, dan batasan-batasan
hukum.
Allah subhanahu wa ta’ala juga telah
berfirman dalam Al Qur’an tentang pengertian amanah dan anjuran
berperilaku amanah. Hal ini termaktub dalam surat an Nisaa’ ayat 58 yang
artinya, “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya….”
Demikian pula Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang amanah, “Tidak ada iman yang sempurna bagi orang yang tidak
memiliki sifat amanah, dan tidak ada agama yang sempurna bagi orang yang
tidak menepati janji” (HR. Ahmad).
Merujuk pada ayat dan hadits
di atas tentang eksistensi kewajiban menjaga amanah sangat tinggi,
sehingga terdapat konsekuensi yang berat jika amanah tersebut
ditinggalkan, salah satunya termasuk pada ciri-ciri orang munafik.
Sesungguhnya agama Islam mewajibkan kepada kita kaum Muslimin untuk bersifat amanah, yakni berlaku jujur
dan dapat dipercaya. Apabila kita diserahi suatu amanah, maka amanat
itu wajib kita pelihara, kita laksanakan, kita layani, baik amanah itu
berupa harta, kehormatan, wasiat maupun lainnya.
Siapa yang Layak Diberi Amanah?
Asy
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al ‘Abbad al Badr -hafizhahullah-
menjelaskan permasalahan ini dan berkata, “Dasar untuk memilih seorang
pegawai atau pekerja adalah ia seorang yang kuat dan amanah
(terpercaya). Karena dengan kekuatannya, ia mampu melakukan pekerjaan
dengan baik. Dan dengan sifat amanahnya, ia akan menempatkan pada
tempatnya semua perkara yang berkaitan dengan tugasnya. Dengan
kekuatannya pula, ia sanggup menunaikan kewajiban yang telah dibebani
atasnya.”
Menjaga amanah, sebenarnya menjaga diri kita sendiri dari kepercayaan
orang lain. Sekali saja, seseorang mengkhianati amanah, kesan tidak
baik akan menancap kuat pada seseorang itu. Setiap ajaran Islam, selalu
saja akan bermanfaat baik bagi pelakunya. Pun demikian sebaliknya.
Lawan
dari sifat kuat dan amanah adalah lemah dan khianat. Sehingga, inipun
menjadi dasar atas diri seseorang untuk tidak dipilih dan dibebani
kepercayaan atau pekerjaan. Bahkan, mengharuskan untuk menjauhkannya
dari kepercayaan atau pekerjaan.
Dari ulasan di atas, mudah-mudahan kita bisa mengambil ibrah sebagai pelecut diri untuk istiqamah bersikap amanah. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala
senantiasa menjadikan kita sebagai orang-orang yang jujur, amanah, dan
menjauhkan kita semua dari kelemahan, kedustaan, dan khianat.
0 comments:
Post a Comment