JAKARTA, (KB).- Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara-Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo, memberi jawaban soal isu
penghapusan tenaga honorer aparatur sipil negara (ASN). Pertama, ia
mengatakan, pemerintah pusat tidak mengurusi perekrutan tenaga honorer
di daerah selain ASN.
“(Pemerintah) Pusat bukan mengurusi tenaga honorer daerah. Kewenangan
(tenaga honorer non-ASN) pada kepala daerah sesuai kemampuan keuangan
daerah,” katanya, saat dikonfirmasi di Jakarta, Ahad (26/1/2020).
Mantan menteri dalam negeri pada kabinet kerja yang lalu itu mengerti
kebutuhan pemerintah daerah setempat berbeda-beda terkait tenaga
(honorer) di luar ASN. Ia memberi contoh untuk urusan kebersihan kota
atau tenaga untuk keperluan daerah.
Pemerintah pusat memberi batas waktu hingga 5 tahun sejak Peraturan
Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diundangkan.
Berdasarkan Pasal 96 PP 49/2018, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan
pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah dilarang mengangkat
pegawai non-ASN dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN.
“PPK dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non-ASN dan/atau
non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan,” ujar Tjahjo dalam keterangannya.
Maka, status kepegawaian pada instansi pemerintah hanya dua, yaitu
aparatur sipil negara dan PPPK. Meskipun ada masa transisi yang
diberikan bagi pegawai Non-ASN yang berada di kantor pemerintah
diberikan selama 5 tahun.
Kedua, dia mengungkap soal restrukturisasi komposisi tenaga honorer
ASN bukan karena pemerintah ingin menghapuskan tenaga honorer yang ada
saat ini. Justru, pemerintah ingin mengatur proporsi aparatur sipil
negara (ASN) di Indonesia yang bisa dikatakan masih belum berimbang
karena masih didominasi oleh jabatan pelaksana yang bersifat
administratif sebanyak 1,6 juta dari total jumlah ASN yang mencapai
4.286.918 orang.
Sedangkan dalam mewujudkan Visi Indonesia Maju, pemerintah memerlukan SDM berkeahlian.
“Rata-rata komposisi ASN di kantor-kantor pemerintah sekitar 60
persen bersifat administratif. Karenanya, diperlukan restrukturisasi
komposisi ASN agar didominasi jabatan fungsional teknis berkeahlian
sebagaimana Visi Indonesia Maju,” ucapnya.
Ia menambahkan, pada dasarnya pemerintah sudah sangat memperhatikan
kondisi tenaga honorer. Hal itu dituangkan dalam PP Nomor 56/2012
tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Aparatur Sipil Negara
yang merupakan tindak lanjut dari hasil kesepakatan bersama antara
Pemerintah dengan Komisi II, Komisi VIII, serta Komisi X DPR dalam
menangani tenaga honorer, terutama Tenaga Honorer Kategori 2 (THK-II).
Seleksi tenaga honorer yang dilakukan pada 2013 terhadap 648.462
THK-II dan yang berhasil lulus sebanyak 209.872 THK-II dan yang tidak
lulus sebanyak 438.590. Dari 108.109 orang atau sekitar 52 persen dari
yang lulus merupakan guru.
Jika dihitung pada kurun waktu 2005-2014, pemerintah telah mengangkat
sebanyak 860.220 Tenaga Honorer Kategori-I (THK-I) dan 209.872 THK-II,
maka total tenaga honorer yang telah diangkat sebanyak 1.070.092 orang
atau sepertiga jumlah total ASN nasional.
Terhadap eks THK-II yang tidak lulus seleksi berjumlah 438.590 orang
diberi kesempatan mengikuti penerimaan calon ASN tahun 2018 melalui
formasi khusus guru dan tenaga kesehatan bagi yang masih memenuhi
persyaratan usia di bawah 35 tahun dan memenuhi kualifikasi pendidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU ASN, UU Guru dan Dosen,
serta UU Tenaga Kesehatan) sesuai kebutuhan organisasi.
“Eks THK-II yang masih memenuhi persyaratan tersebut sebanyak 13.347.
Setelah dilaksanakan proses seleksi CASN 2018, dari sebanyak 8.765
pelamar terdaftar lulus sebanyak 6.638 guru dan 173 tenaga kesehatan,”
ujarnya.
Bagi eks THK-II yang berusia di atas 35 tahun dan memenuhi
persyaratan mengikuti seleksi PPPK khusus untuk guru, tenaga kesehatan
dan penyuluh pertanian sesuai kebutuhan organisasi, maka pemerintah juga
melakukan seleksi PPPK akhir bulan Januari 2019 sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
Hasil seleksi PPPK sebagai berikut, tenaga guru lulus sebanyak
34.954, tenaga kesehatan lulus sebanyak 1.792, penyuluh pertanian lulus
sebanyak 11.670.
“Saat ini, peserta seleksi yang dinyatakan lulus masih dalam proses pengangkatan sebagai ASN dengan status PPPK,” ujarnya.
Desak pemerintah
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi mengatakan,
hasil Raker Komisi II DPR dengan Kementerian PANRB menegaskan bahwa saat
ini instansi pemerintah tidak dibolehkan lagi mengangkat tenaga honorer
atau pegawai Non-ASN lainnya selain ASN dan PPPK.
Hal itu, menurut dia, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UU Nomor 5/2014
tentang ASN yang disebutkan bahwa pegawai ASN itu terdiri dari ASN dan
PPPK. Politisi PPP itu menilai, terhadap tenaga honorer yang masih ada
sampai saat ini, Komisi II DPR mendesak kepada pemerintah untuk
menyelesaikan dengan tahapan dan peta jalan atau “roadmap” yang lebih
jelas.
“Mereka sudah mengabdi puluhan tahun. Jadi tidak bisa disamakan
dengan yang lainnya, harus ada kebijakan khusus untuk mengakomodasi
mereka secara berkeadilan,” tuturnya.
Ia mengatakan, pemerintah dalam Raker dengan Kementerian PANRB menyebut skema penyelesaian tenaga honorer sampai tahun 2023.
“Kami minta agar tahapan ini dilanjutkan secara lebih serius sehingga
semuanya nanti bisa beralih status baik sebagai ASN atau Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK),” kata Thomafi.
0 comments:
Post a Comment