Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) bersama
dengan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) melaporkan hasil
kajian terkait dengan tingkat kesejahteraan petani tembakau di
Indonesia. Dari hasil survei ditemukan petani yang bergabung dalam
kemitraan memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibanding non-mitra.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Nunung Nuryartono
menjelaskan penelitian kali ini dilakukan di Kabupaten Rembang,
Wonogiri, Jember, dan Jombang. Di mana pemilihan empat kabupaten ini
mewakili gambaran usaha tani tembakau di dua provinsi utama penghasil
tembakau nasional yaitu Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, dengan
pangsa produksi kedua provinsi tersebut mencapai 72,3 persen dari
produksi tembakau nasional.
"Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali lebih
dalam mengenai skema kemitraan serta menuai pelajaran dari keberhasilan
tersebut untuk kami rumuskan sebagai rekomendasi skema kemitraan kepada
pemerintah," ujar dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (17/1).
Dalam penelitiannya, IPB merekomendasikan terkait kriteria kemitraan
yang berkelanjutan (sustainability) dengan beberapa syarat. Pertama hak
dan kewajiban dilakukan sesuai dengan kesepakatan. Kedua, transparansi
dalam penetapan harga produk yang dikaitkan dengan kualitas. Ketiga
loyalitas petani mitra (inti dan plasma) dalam memasarkan produk ke
perusahaan mitra dan keempat saling percaya antara sesama pelaku
kemitraan.
Kemudian hal lain yang perlu diperhatikan ialah, hasil analisis usaha
tani menunjukkan bahwa kemitraan memengaruhi secara positif
produktivitas petani mitra. Sehingga kemitraan harus didorong untuk
meningkatkan pertanian tembakau. Di mana, stabilitas harga tembakau juga
berperan dalam peningkatkan kesejahteraan petani dalam jangka panjang.
Asisten Deputi Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian, Yuli
Sri Wilanti pun mengapresiasi hasil penelitaian IPB yang dianggap sudah
cukup baik dalam pola intiplasma. Menurutnya, kerjasama dari sisi
benefit diperlukan dari sisi perusahaan, juga ada kepastian suplai
produk. Dari sisi petani ada kepastian pasar, sehingga ini memberikan
keuntungan bagi kedua pihak.
"Kalau melakukan kemitraan dan ke depan ada MoU, maka petani punya
kepastian Pasti akan memberikan keuntungan produktivitas lebih tinggi.
karena kalau bicara industri perusahan melakukan landasan kerjasama yang
sesuai, petani juga dilakukan pendampingan supaya prioduksinya sesuai
dengan diinginkan industri," jelas dia.
"Prinsip utamanya bagaimana menciptakan kemitraan yang sustainable,
sehingga perlu pengikat lebih kuat antara petani dan mitranya," sambung
dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Apindo, Danang Girindrawardana
mengakui persoalan industri hasil tembakau dalam isu kemitraan memang
harusnya di dorong oleh kemudahan regulasi. Mengingat selama ini
regulasi terhadap industri tembakau masih sangat rumit.
"Peta jalan mau kemana terkait dengan tembakau, ini pertanyaan kami.
Beberapa proses penyusunan kebijakan di sektor lain menganut pola mirip
terjadi di IHT. Ketika produk perkebunan memiliki kotribusi besar pada
PDB maka banyak regulasi muncul di situ, kalau tidak berkontribusi besar
tidak ada regulasi di situ," ujarnya.
0 comments:
Post a Comment