Sebelum jauh kita bicara tentang satu kondisi di mana banyak orang
merasa sempit rezekinya, sudah berupaya keras namun belum juga
diberikan. Merasa ikhtiar sudah maksimal, tetapi serasa Allah belum
mengijabah apa yang diinginkan. Hidup terasa sulit, serba terbatas dan
terkurung pada keadaan yang memprihatinkan.
Ada banyak hal yang manusia seringkali lupa tentang makna rezeki.
Tidak perlu mengelak, bahkan diri kita sendiri pun masih menganggap jika
rezeki itu sebatas ukuran duniawi, semata-mata nominal mata uang. Jika
pendapatannya rendah, maka sedikit pula rezekinya, pun sebaliknya.
Inilah sebab utama mengapa Allah masih menahan rezeki yang lainnya,
ialah semata-mata karena gagalnya kita menyukuri hakikat rezeki yang
sesungguhnya.
Masih diberikannya kita kepanjangan umur, kesempatan untuk memperbanyak bekal menuju Allah Subhanahu wa ta’ala.
Di saat bersamaan ada banyak orang di muka bumi yang sudah dicukupkan,
dipanggil pulang menghadap Sang Maha Kuasa lagi Adidaya. Masih
dimudahkannya kita menghirup udara segar, di saat yang sama ada sebagian
manusia yang harus menggunakan alat bantu pernafasan.
Masih diberikannya kita kesehatan, kelancaran dalam beraktivitas,
sedangkan di belahan bumi lain ada orang-orang yang berjuang bertahan
diri dari bencana alam, lahir dalam keadaan yang terbatas. Masih
diberikannya kita kemudahan menjalankan apa pun ibadah yang diinginkan,
sedang cukup banyak saudara muslim kita yang untuk menjalankan shalat
saja harus bertaruh nyawa.
Ada tak terhitung rezeki yang selama ini luput kita syukuri.
Padahal justeru yang seringkali dilupakan itu lebih utama dan tak
ternilai harganya, dari sebatas jumlah mata uang. Maka sesuatu yang
mendasar yang bisa menjadi salah satu sebab terhambatnya rezeki kita
ialah kurangnya rasa syukur.
Bukankah Allah sudah mengingatkan dalam sebuah ayat yang
seringkali kita dengar, meski terus gagal menjalankan. Dalam surah
Ibrahim ayat 7, Allah Subhanahu wa wa’ala mengingatkan, “Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih.”
Selain itu, mungkin ada sebab-sebab lain yang menjadi penghalang turunnya rezeki, di antaranya:
(1) Berharap dan memohon pada selain Allah
Sudah sebuah kewajiban, tauhidnya seorang muslim menjadi dasarnya
untuk melakukan segala sesuatu dalam kehidupan dan keseharian. Tak
terkecuali memohonkan sebuah pengharapan. Sebagai manusia yang terlahir
dengan fitrah kedhaifan dan kefakiran ini, sudah sepatutnyalah kita
berharap pada ke-Maha Pemurahnya Allah. Hanya Dialah yang dengan segala
kebaikan memberikan apa-apa yang kita butuhkan, bahkan tanpa kita
minta sebelumnya. Adakah kita meminta kepada-Nya jika detak jantung
harus berdeyut setidaknya 60 kali per menit? Adakah kita memohon pada
Allah agar tangan dan kaki bisa difungsikan sebagaimana biasanya? Tidak
perlu khawatir, Allah sudah mencukupkan. Sebab itu, mengemislah hanya
pada Allah, jangan sekali-kali, meski hanya terbesit di dalam hati untuk
memohon kepada selain-Nya. Sebab bukan rezeki yang akan kita dapat,
melainkan murka dan azab pedih baik di dunia maupun kelak di akhirat.
(2) Tertutupi oleh dosa-dosa
Imam Al-Qurthuby menceritakan sebuah riwayat dari Ibnu Subaih,
jika suatu ketika ada tiga orang yang datang pada Hasan Al-Bashri, ulama
yang shaleh luar biasa. Orang pertama datang dan mengadukan jika di
kampungnya sedang musim paceklik, dan karenanya ia memohon solusinya.
Hasan Al-Bashri memberikannya saran, “ber-Istigfarlah engkau kepada Allah.” Orang kedua datang dengan keluhan keadaan miskiannya yang tidak kunjung membaik, Hasan Al-Bashri kembali menjawab, “ber-Istigfarlah engkau kepada Allah.” Datanglah kemudian orang ketiga yang mengadukan jika dirinya belum diikarunia anak, lagi-lagi Hasan Al-Bashri menjawab, “ber’istigfarlah engkau kepada Allah.”
Terheran-heran Rabi’in bin Subaih mendengar jawaban dari Hasan Al-Bashri kepada ketiga orang itu. Bertanyalah ia, “mengapa engkau perintahkan pada ketiganya untuk beristigfar?” Dengan bijaksananya sang ulama menjawab, “Aku tidak menjawab dari diriku sendiri, sebab Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan di dalam firman-Nya.”
Pada surah An-Nuh ayat 10-12, tertuang firman Allah berkenaan dengan penjelasan Hasan Al-Basri, “Maka,
Aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampunan kepada Rabb-mu,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebuun dan mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai.'”
(3) Belum bertawakal dengan sebenar-benarnya penyerahan
Tugas kita sebagai manusia, hamba yang tiada daya dan upaya
hanyalah berikhtiar, berusaha sekuat sebisanya. Sehebat-hebatnya kita,
tetap tak akan mampu mengambil alih Kuasa-Nya. Segala sesuatu sudah
terekam jelas di Lauhul Mahfudz. Takdir yang tertulis menyangkut tiga
hal pokok, maut, rezeki dan jodoh. Sekuat apa pun kita mencari, jika
belum ditakdirkan menjadi milik, tetap tak pernah bisa. Allah sudah
menentukan, sebagai hamba manusia hanya mengupayakan untuk mengambilnya
dengan cara-cara yang ditentukan.
Serahkan saja semuanya pada Allah, bukankah Dia sebaik-baik
Pengatur kehidupan? Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim, yang
sanadnya disahihkan oleh Imam Tirmidzi dijelaskan, “Seandainya
kalian sungguh-sungguh bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan
memberi kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor
burung yang pergi dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan
kenyang.”
Sudahkan kita berpasrah dengan sebenar-benar penyerahan? Atau
masih ada sedikit ketakutan di dalam hati kita, kekhawatiran akan
kehidupan hari depan yang datangnya dari syaitan? Mari terus memperbaiki
hati agar mampu meyakini Kuasa Allah sepenuhnya, tanpa tapi, tanpa
ragu.
0 comments:
Post a Comment