JAKARTA – Wabah virus korona yang terus berkembang telah menekan
perekonomian Tiongkok. Bukan saja aktivitas perdagangan yang menurun,
nilai tukar yuan melemah terhadap dollar AS, Bursa Efek Tiongkok pada
Senin (3/2) juga anjlok setelah kembali dibuka usai 10 hari tutup karena
libur Tahun Baru Imlek.
Sejumlah ekonom mengatakan akibat wabah korona tingkat pertumbuhan
Tiongkok diprediksi turun 2 persen pada kuartal pertama tahun 2020.
Skala itu sama dengan kehilangan 62 miliar dollar AS atau sekitar 868
triliun rupiah. Hal ini didukung dengan meningkatnya utang dan dampak
dari perang dagang dengan AS yang membuat pertumbuhan Tiongkok tahun
lalu menjadi yang terlemah dibanding pertumbuhan ekonomi pada tiga
dasawarsa lalu.
Otoritas Tiongkok telah berjanji akan menggunakan berbagai kebijakan
moneter untuk memastikan likuiditas cukup memadai. Bank Sentral
Tiongkok atau People’s Bank of Tiongkok (PBOC) bahkan telah menyiapkan
dana likuiditas senilai 1,2 triliun yuan atau 173,8 miliar dollar AS
atau setara 2.363 triliun rupiah (kurs 13.600 per dollar AS). Dana itu
juga dimaksudkan untuk mendukung perusahaan yang terkena dampak epidemi
virus.
Ekonom Tiongkok Zhang Ming menjelaskan pemerintah Tiongkok harus
lebih agresif untuk mencegah perlambatan ekonomi. Pemerintah dapat
memotong pajak dan meningkatkan perawatan kesehatan publik serta
pelatihan kerja. “Jika demikian, Bank Sentral juga kemungkinan memotong
suku bunga lebih banyak untuk menstabilkan perekonomian,” ujar Zhang
di Beijing, Senin (3/2).
Menurut Zhang, langkah seperti itu secara keseluruhan dapat membantu rebound pertumbuhan
pada kuartal berikutnya dan mendorong pertumbuhan Produk Domestik
Bruto tahunan menjadi sekitar 5,7 persen. “Meskipun itu lebih rendah
dari pertumbuhan 6,1 persen tahun lalu, itu akan sejalan dengan banyak
harapan analis,” terangnya.
Indonesia Terpengaruh
Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan
penurunan ekonomi Tiongkok akan merembet ke seluruh dunia, termasuk
Indonesia. “Kinerja ekspor Indonesia ke Tiongkok akan turun. Selain itu,
industri pariwisata juga akan terkena dampak karena larangan terbang
dari dan ke Tiongkok, sehingga wisatawan dari Negeri Panda tak bisa
mengunjungi Indonesia,” katanya usai memberikan kuliah umum di Kampus
Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Senin.
Diketahui, ekspor Indonesia ke Tiongkok pada November 2019 mencapai
25,4 miliar dollar AS. Namun, neraca perdagangan Indonesia selalu
defisit karena Tiongkok banyak melakukan impor (lihat infografis).
Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, M Nasih, mengatakan
apabila pertumbuhan ekonomi Tiongkok di bawah 4 persen akan berpengaruh
ke negara pengekspor bahan baku seperti Indonesia.
“Inilah risiko negara yang mengandalkan ekspor bahan baku.
Seharusnya, Indonesia segera mengembangkan industri pengolahan
berkualitas sehingga tahan terhadap perubahan global,” ujarnya.
Financial Times edisi Senin (3/2) menurunkan artikel yang
menyebutkan wabah korona telah mendorong dua kerentanan, pertumbuhan
global yang lemah secara struktural dan bank-bank sentral yang kurang
efektif. Kini, semakin sulit bagi pasar untuk memperlakukan kerapuhan
seperti berada di luar cakrawala, terutama dengan sejumlah
ketidakpastian lain, termasuk terulangnya ketegangan perdagangan,
meningkatnya realisasi dampak perubahan iklim, guncangan teknologi,
polarisasi politik, dan perubahan demografi.
Disebutkan, ritel, perdagangan, dan perjalanan adalah cara sederhana
untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi di Tiongkok. Perdagangan
menghadapi gangguan dramatis yang melibatkan penghentian lalu lintas
virtual, sementara pemasok merasa lebih sulit dan lebih lambat untuk
memindahkan barang dagangan mereka, baik di dalam maupun di dalam dan
luar negeri. Juga terjadi penurunan besar dalam perjalanan ke Tiongkok,
yang menghadapi pukulan lain untuk kegiatan ekonomi yang dirusak oleh
mobilitas internal yang lemah.
Melemahnya Tiongkok juga menjadi masalah bagi Eropa, karena Bank
Sentral Eropa secara efektif kehabisan amunisi produktif dan para
politisi belum menerapkan paket kebijakan pro-pertumbuhan yang
komprehensif.
0 comments:
Post a Comment