JAKARTA-Hampir empat bulan virus corona menyebar di seluruh penjuru
dunia, sejak pertama kali muncul di kota Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei,
China tengah pada Desember 2019. Wabah yang diduga muncul pertama kali
di pasar hewan Wuhan itu kemudian menjadi epidemi saat meluas ke
sejumlah wilayah di China, dan kemudian ditetapkan sebagai pandemi oleh
WHO karena telah menyebar luas ke sejumlah negara di dunia.
Di saat China telah mulai mengklaim berhasil melawan virus, kini
sejumlah negara, termasuk Indonesia tengah berjuang keras memutus mata
rantai penyebaran virus.
Sejumlah negara menerapkan karantina wilayah (lockdown) seperti
Italia dan India. Kota-kota menjadi sepi di saat pemerintah mewajibkan
warganya melakukan jaga jarak sosial. Warga, khususnya masyarakat yang
menggantungkan hidup dari pekerjaan sebagai pengemudi ojek atau ojek
daring maupun pedagang kecil sangat merasakan dampaknya.
Di tengah pandemi ini, masyarakat di seluruh dunia bersatu saling
dukung serta menyemangati dan berdoa agar pandemi segera berakhir. Besar
harapan pandemi akan segera berakhir, di mana saat ini sejumlah ilmuwan
di berbagai negara sedang bekerja keras untuk menemukan vaksin maupun
obat dari penyakit ini.
Merdeka.com merangkum dari berbagai sumber terkait upaya sejumlah
negara dan ilmuwan menemukan obat Covid-19, dan pertanda penyebaran
virus di beberapa negara mulai melambat:
Obat Flu Jepang Dinilai Efektif Untuk Pasien Corona
Otoritas kedokteran di China mengatakan obat yang digunakan di Jepang
untuk mengobati jenis baru influenza nampaknya efektif untuk mengobati
pasien virus corona, seperti dilaporkan media Jepang pada Rabu.
Pejabat di Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi China, Zhang
Xinmin mengatakan, favipiravir, dikembangkan oleh anak perusahaan
Fujifilm, telah menunjukkan hasil yang menggembirakan dalam uji klinis
di Wuhan dan Shenzhen yang melibatkan 340 pasien.
"Obat itu memiliki tingkat keamanan tinggi dan jelas efektif dalam
pengobatan," jelas Zhang kepada wartawan pada Selasa, dikutip dari The
Guardian, Rabu pekan lalu.
Pasien yang diberi obat itu di Shenzhen berubah negatif dari virus
setelah rata-rata empat hari sejak dinyatakan positif, dibandingkan
dengan rata-rata 11 hari untuk mereka yang tidak diberikan obat
tersebut, kata stasiun televisi NHK.
Selain itu, sinar-X mengkonfirmasi peningkatan kondisi paru-paru pada
sekitar 91 persen dari pasien yang diobati dengan favipiravir,
dibandingkan dengan 62 persen mereka yang tidak menggunakan obat.
Fujifilm Toyama Chemical, yang mengembangkan obat tersebut juga
dikenal sebagai Avigan pada 2014, menolak mengomentari klaim itu. Saham
perusahaan menguat pada Rabu setelah komentar Zhang.
Dokter di Jepang menggunakan obat yang sama dalam pengujian klinis
pasien virus corona dengan gejala ringan sampai sedang, berharap dapat
mencegah virus menyebar ke orang lain.
Tapi seorang sumber dari Kementerian Kesehatan Jepang menyebut obat itu tidak efektif untuk pasien dengan gejala parah.
"Kami memberikan Avigan kepada 70 sampai 80 orang, tapi nampaknya
tidak cukup mempan ketika virus telah berlipat ganda," jelas sumber ini
kepada Mainichi Shimbun.
Keterbatasan yang sama telah diidentifikasi dalam penelitian yang
melibatkan pasien virus corona menggunakan kombinasi antiretroviral HIV
lopinavir dan ritonavir, sumber menambahkan.
Penyebaran Virus Corona Melambat
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan epidemi virus corona
Italia kemungkinan puncaknya pekan ini, menurut laporan dari layanan
kawat Italia, ANSA.
"Perlambatan dalam laju pertumbuhan adalah faktor yang sangat
positif, dan di beberapa daerah saya percaya kita dekat dengan titik
penurunan dari kurva, oleh karena itu puncaknya dapat dicapai minggu ini
dan kemudian turun," Wakil Direktur WHO, Ranieri Guerra kepada Radio
Capital, dikutip dari Times of Israel, Kamis (26/3).
"Saya percaya bahwa pekan ini dan hari-hari pertama berikutnya akan
menentukan karena mereka akan menjadi momen di mana langkah-langkah
pemerintah 15-20 hari yang lalu terasa efeknya," katanya, merujuk pada
lockdown nasional.
Perlambatan ini disebut sebagai salah satu dampak karantina wilayah
(lockdown) yang dilakukan pemerintah. Bahkan bagi warga yang melanggar
dengan tetap keluar rumah disanksi denda sampai 3.000 euro.
Saat ini jumlah kasus infeksi terkonfirmasi di Italia mencapai
69.176, sementara 6.820 orang meninggal dunia, angka kematian tertinggi
di dunia.
Perlambatan penyebaran virus corona juga disampaikan peraih Nobel
Kimia asal Israel, Michael Levitt. Menurutnya epidemi virus corona di
China melambat, dan tak terlalu berisiko bagi mayoritas orang.
Ahli biofisika keturunan Amerika, Inggris, dan Israel ini secara
akurat memperkirakan pelambatan penyebaran virus pada bulan Februari,
memberikan harapan bagi mereka yang terkena dampak lockdown.
Dalam sebuah wawancara dengan Calcalist, dia mengatakan hanya mengkalkulasi.
Pada 1 Februari, dia pertama kali melihat statistik, Provinsi Hubei
memiliki 1.800 kasus baru dalam sehari. Hingga 6 Februari, jumlah itu
telah mencapai 4.700 kasus baru per hari.
Tetapi pada 7 Februari, sesuatu berubah.
"Jumlah infeksi baru mulai menurun secara linear dan tidak berhenti," kata Levitt.
"Sepekan kemudian, hal yang sama terjadi dengan jumlah kematian.
Perubahan dramatis pada kurva ini menandai titik tengah dan memungkinkan
prediksi yang lebih baik tentang kapan pandemi akan berakhir.
Berdasarkan itu, saya menyimpulkan bahwa situasi di seluruh China akan
membaik dalam dua pekan. Dan, memang, sekarang ada sangat sedikit kasus
infeksi baru.
Levitt menyamakan tren dengan penurunan suku bunga: jika seseorang
menerima suku bunga 30 persen pada tabungan mereka pada Hari 1, tingkat
29 persen pada Hari 2, dan seterusnya, Anda mengerti bahwa pada
akhirnya, Anda tidak akan menghasilkan banyak.
Kendati kasus baru dilaporkan di China, mereka mewakili sebagian
kecil dari yang dilaporkan pada tahap awal. "Bahkan jika tingkat bunga
terus menurun, Anda masih menghasilkan uang," katanya. "Jumlah yang Anda
investasikan tidak berkurang, itu hanya tumbuh lebih lambat. Ketika
membahas penyakit, itu sangat menakutkan orang karena mereka terus
mendengar tentang kasus baru setiap hari. Tetapi fakta bahwa tingkat
infeksi melambat berarti akhir pandemi sudah dekat. "
Levitt memperkirakan virus kemungkinan akan hilang dari China pada akhir Maret.
Alasan pelambatan ini disebabkan oleh kenyataan bahwa model
eksponensial berasumsi bahwa orang dengan virus akan terus menginfeksi
orang lain pada tingkat yang stabil. Pada fase awal Covid-19, angka itu
rata-rata adalah 2,2 orang per hari.
"Dalam model pertumbuhan eksponensial, Anda menganggap bahwa orang
baru dapat terinfeksi setiap hari, karena Anda terus bertemu orang
baru," kata Levitt.
"Tetapi, jika Anda mempertimbangkan lingkaran sosial Anda sendiri,
pada dasarnya Anda bertemu dengan orang yang sama setiap hari. Anda
dapat bertemu orang baru di transportasi umum, misalnya; tetapi bahkan
di bus, setelah beberapa waktu sebagian besar penumpang akan terinfeksi
atau kebal. "
Namun, itu tidak berarti Levitt tak sepakat dengan tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah di seluruh dunia.
"Anda tidak memeluk setiap orang yang Anda temui di jalan sekarang,
dan Anda akan menghindari bertemu muka dengan seseorang yang sedang flu,
seperti yang kita alami," kata Levitt.
"Semakin Anda patuh, semakin Anda dapat mengendalikan infeksi. Jadi,
dalam kondisi ini, operator hanya akan menginfeksi 1,5 orang setiap tiga
hari dan angkanya akan terus turun."
Ilmuwan Oxford Kembangkan Alat Tes Murah dan Cepat
Para ilmuwan di Universitas Oxford tengah mengembangkan alat tes
virus corona atau Covid-19 yang bisa dilihat hasilnya dalam 30 menit,
dan bisa dilakukan di manapun. Bahan baku alat ini berbiaya sekitar USD
25 atau sekitar Rp412.000.
Tim di Laboratorium Ilmu Teknik, bekerja sama dengan tim medis di
China menyiapkan delapan minggu untuk memulai pengembangan tes, yang
menggunakan campuran bahan kimia dan enzim yang berubah dari warna merah
muda ke warna kuning jika terinfeksi virus.
Tes ini memiliki keunggulan terkait kecepatannya, tetapi juga karena
bahan kimia hanya perlu dijaga pada suhu 65 derajat Celcius selama
setengah jam, yang dapat dilakukan dengan mudah di rumah sakit mana pun,
atau bahkan di rumah .
Kendati ada rintangan, tes ini diperkirakan dapat menyelesaikan uji klinis dalam beberapa hari mendatang.
"Ada tiga hal yang kami lakukan," kata Profesor Zhengfang Cui, yang memimpin tim, dikutip dari CNN, Selasa (24/3).
"Pertama adalah melakukan uji coba klinis. Kami baru memulainya di di
sini di Rumah Sakit Universitas Oxford. Hal kedua adalah persetujuan
regulasi, yang dasarnya adalah jumlah tes yang telah dilakukan,"
lanjutnya.
Hal ketiga yang harus dilakukan adalah mencari rekan industri untuk produksi massal.
"Untuk itu kami perlu ruangan yang bersih dan fasilitas manufaktur.
Dan selanjutnya kami bisa memulai membuat produknya," jelasnya.
Dia juga berharap langkah-langkah tersebut bisa rampung dalam dua sampai empat minggu.
Tembok Besar China Dibuka Kembali
Sebagian kecil kawasan Tembok Besar China dibuka kembali untuk
pengunjung sejak 24 Maret, sebuah tanda kehidupan di China perlahan
mulai normal kembali setelah pandemi virus corona. Virus corona pertama
kali muncul di Kota Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, akhir Desember 2019.
Kini virus telah menyebar ke seluruh dunia dan ditetapkan sebagai
pandemi oleh WHO.
Tembok Besar bagian Badaling, yang membentang dari Bei Liu Lou ke Nan
Wu Lou Ban, akan dibuka setiap hari dari pukul 09.00 sampai 16.00 waktu
setempat.
Sekitar 70 kilometer (43 mil) dari Beijing, Badaling adalah bagian
tembok paling populer bagi wisatawan, sampai para pejabat menetapkan
batas 65.000 pengunjung per hari pada Juni 2019.
Pejabat China dalam sebuah pernyataan mengatakan mereka hanya akan
mengizinkan 30 persen dari angka kunjungan biasanya masuk ke area Tembok
Besar untuk saat ini.
Agar diizinkan masuk, pengunjung harus memesan tiket sebelumnya, baik
itu di situs web resmi Tembok Besar Badaling atau melalui aplikasi
WeChat.
Pengunjung akan menjalani pengecekan suhu tubuh. Pengunjung juga
harus memiliki kode Kesehatan QR, yang memiliki kode berwarna merah,
kuning, hijau, yang menandakan status kesehatan yang bersangkutan.
Mereka juga harus menggunakan masker dan jaga jarak sekurang-kurangnya 1 meter dari pengunjung lain sepanjang waktu.
Petugas medis dan anggota militer akan digratiskan, tapi harus mengikuti aturan yang sama.
0 comments:
Post a Comment