JAKARTA – Sejumlah kalangan mengatakan tanpa ada wabah virus korona
jenis baru atau Covid-19, perekonomian Indonesia sudah lama mudah goyah
oleh dampak penurunan ekonomi global. Ini terjadi karena
kebergantungannya pada produk luar negeri sudah sangat masif. Namun,
sekalipun ada resesi besar datang, sesungguhnya yang terkena adalah
penduduk kota, bukan masyarakat perdesaan.
Direktur Pusat Studi Masyarakat (PSM) Yogyakarta, Irsad Ade Irawan,
mengatakan kemampuan masyarakat perdesaan bertahan di tengah gempuran
krisis adalah kunci ketahanan nasional. “Rakyat desa terus bertahan
sekalipun produk impor menyerang. Makanya, kalau tidak membangun ekonomi
perdesaaan, Indonesia tidak akan bangkit. Sebab, selama ini kota
justru memboroskan dengan konsumsi dan menciptakan bubble property,” katanya saat dihubungi, Senin (9/3).
Menurut Ade, pemerintah seharusnya fokus membangun perdesaan agar
tercipta masyarakat yang produktif untuk kepentingan nasional. “Ekonomi
desa harus dibangun sehingga kita bisa makan sendiri bukan dari pusat.
Sebab, mau ekonomi dunia bergoyang keras, Indonesia tidak akan
berpengaruh kalau ekonomi pedesaan kuat,” paparnya.
Ade mengatakan melalui pembangunan perdesaan akan terkoneksi sistem
industri nasional yang menggunakan lokal konten tinggi yang menciptakan
produk substitusi impor. “Industri nasional dengan lokal konten tinggi
itu yang perlu didukung supaya substitusi impor bisa ditingkatkan,”
katanya.
Dikatakan, tidak mungkin negara bertahan dengan devisa sangat
terbatas kalau kebergantungan pada konsumsi begitu besar. Untuk itu,
kalau pemerintah fokus ke situ, Indonesia akan bertahan. Sebab,
Indonesia tidak lagi bergantung luar negeri. “Kalau makan saja
tergantung petani asing, bagaimana kita mau maju? Itulah kemiskinan
kalau beli dari petani asing, akibatnya jutaan orang menganggur,”
tegasnya.
Ade menjelaskan, kalau di desa ada kegiatan ekonomi produktif,
penduduk tidak akan lari ke kota. “Kalau itu diterapkan, rakyat akan
menjadi makmur,” jelasnya.
Ade menyatakan untuk membiayai pembangunan perdesaan, pemerintah
bisa menggunakan anggaran dari alokasi pembayaran bunga obligasi
rekapitalisasi perbankan eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
“Pembayaran bunga obligasi rekap ini mesti dimoratorium selama tujuh
tahun. Alokasi anggarannya kemudian digunakan untuk stimulus industri
nasional yang menggunakan lokal konten tinggi dan membangun perdesaan,”
katanya.
Itulah pentingnya perputaran uang besar di dalam negeri dalam
pembangunan ekonomi. Setiap kali berputar akan bertumbuh dan kalau
berputar puluhan kali akan bertumbuh puluhan kali lipat. “Di situlah
kunci keamanan nasional. Di situlah pembangunan pemerataan inklusif,”
ujar Ade.
Menurutnya, selama ini pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas karena
anggaran digunakan untuk konsumsi. Padahal, kalau digunakan untuk modal
pembangunan akan berjalan terus dan berlipat ganda. “Kalau konsumsi,
pajak yang diterima hanya sekali, yaitu PPN 10 persen dan sistem ini
akan memperkaya orang kaya dan negara asing. Tapi, kalau dana pembayaran
obligasi rekap dijadikan stimulus untuk sektor riil bisa berputar
puluhan kali dan bertumbuh puluhan kali sehingga menghasilkan pajak juga
puluhan kali,” papar Ade.
Diketahui, beban bunga obligasi rekap sekitar 400 triliun rupiah
terus bertambah setiap tahun karena eksponensial. Untuk itu, mesti
dihentikan agar setiap 400 triliun rupiah yang tidak dibayarkan untuk
bunga obligasi rekap, dalam tiap tahun akan berlipat ganda, demikian
juga untuk 400 triliun rupiah untuk tahun kedua. Jika ini dilakukan
selama tujuh tahun, akan menghemat anggaran dan memberikan efek berganda
bagi sektor riil.
Akses ke Pasar
Dihubungi terpisah, Direktur Program Indef, Esther Sri Astuti, mengatakan ekonomi perdesaan akan kuat bila ada sinergi antar-stakeholder terkait
pembangunan desa. “Harus ada sinergi antara kelompok petani,
pemerintah, universitas atau lembaga penelitian, lembaga swadaya
masyarakat (LSM), dan eksportir,” katanya.
Dijelaskan, eksportir bisa berkontribusi pada pembiayaan dan mengorganisasi regular trainings agar
petani tahu cara budi daya yang baik serta menyediakan sarana prasarana
pertanian. Kemudian, petani menjual hasil panennya ke eksportir,
dalam hal ini eksportir juga memberikan akses ke pasar.
Pemerintah juga bisa memberikan subsidi atau fasilitas lain kepada
petani, paling tidak menyediakan penyuluh pertanian agar petani bisa
meningkatkan produktivitas dan proses pascapanen untuk mengolah hasil
produk pertanian agar lebih punya nilai tambah. n
0 comments:
Post a Comment