JAKARTA-Kami Tetap Bekerja Untuk Kalian, Kalian Tetap di Rumah Untuk Kami".
Gambar petugas medis memegang kertas bertuliskan kalimat ini
belakangan banyak tersebar di lini media sosial. Bukan sekadar tulisan,
ada makna mendalam di balik kalimat itu di tengah pandemi virus Corona
atau Covid-19 di Indonesia.
Pemerintah sudah menerapkan kebijakan pembatasan aktivitas sosial
atau social distancing sebagai langkah mencegah sebaran corona. Bahkan,
kegiatan belajar, bekerja hingga beribadah diminta dilakukan di rumah.
Nyatanya, tidak semua mematuhi kebijakan ini. Masih banyak warga
beraktivitas di luar rumah meski kasus corona yang terdeteksi terus
meningkat.
Padahal, sikap diam diri di rumah sangat baik untuk warga sekaligus
membantu petugas medis yang sedang bekerja keras menangani pasien
terpapar virus Corona atau Covid-19. Di satu sisi, mereka harus bekerja
untuk kemanusiaan, tapi di sisi lain mereka tetap harus menjaga
kesehatannya dan keluarga.
Dikutip dari Antara, Rabu (25/3), seorang petugas medis yang bertugas
di salah satu rumah sakit rujukan virus corona, menceritakan bagaimana
hari-harinya tetap bekerja menangani pasien.
Mulai dari kesulitan mendapatkan Alat Pelindung Diri (APD) hingga
kegelisahan tidak bisa berkumpul dan menjaga keselamatan keluarga di
tengah pandemi virus yang menyerang pernapasan ini.
"Fasilitas gedungnya kan masih baru, awalnya memang untuk
pengembangan. Tapi berhubung dengan Covid-19 ini akhirnya di buka khusus
untuk pasien Covid," kata Dokter Randy dengan suara ramah saat
dihubungi melalui sambungan telepon. Tidak terdengar sama sekali suara
yang menyiratkan kondisinya lemah.
"Kita pun usahakan meminta bantuan dari Dinkes DKI," ujar Randy.
Pada minggu pertama bertugas setelah rumah sakitnya ditunjuk, Randy
menjadi satu-satunya dokter spesialis karena salah satu rekan
seprofesinya justru menjadi orang dalam pemantauan. Dia menangani
beberapa pasien dalam pengawasan (PDP) dan positif Covid-19 sudah
dirawat di tempatnya bekerja.
Meski demikian ia mengaku bersyukur, respons Dinas Kesehatan DKI Jakarta cukup cepat dalam menangani kondisi itu dengan menambahkan dokter perbantuan.
"Kemarin sempat seminggu saya sendiri (menangani pasien Covid-19).
Lalu Dinkes DKI kasih perbantuan, jadi yang aktif sekarang dua," ujar
Randy.
Kendala lainnya tak sampai di situ. Semakin banyaknya pasien artinya
tenaga medis bertambah. Kondisi ini tentu berdampak pada ketersediaan
Alat Pelindung Diri (APD). Saat itu, rumah sakit tempatnya bertugas
hanya menyediakan 30 pasang APD.
"APD itu berlapis jadi sebetulnya kita (petugas medis) ga nyaman.
Karena itu kita batasi perawat lewat jangka waktu kerja dengan shift
lebih pendek. Padahal dengan shift pendek artinya APD-nya butuh lebih
banyak. "Dan kita sempat terkendala itu," kata Randy.
Meski bantuan dari Pemprov DKI sudah tiba, namun hingga saat ini APD
bagi para petugas belum sepenuhnya terjamin karena langkanya
barang-barang medis itu terutama bagi petugas medis yang merawat pasien
rawat jalan.
Jika ada yang menjual harganya terlalu tinggi. Contohnya masker N95
yang memang diperuntukkan untuk menyaring partikel berukuran kecil di
udara.
"Masker N95 itu, sekarang sudah mahal banget. Kita masih berusaha
nyari. Kalau ada yang mau nyumbang dan mau membantu kita berharap yang
seperti itu ada," ujar Randy.
Untuk rumah sakit rujukan yang menjadi tempat Randy bertugas,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan ada sebanyak 200 tempat tidur
yang dikhususkan untuk kasus pasien Covid-19.
Randy mengatakan kemungkinan pasien bisa terus bertambah. Jika itu
terjadi, katanya, dia sudah mempersiapkan diri untuk skenario terburuk
yaitu harus bertahan di Rumah Sakit dan tidak kembali ke rumah.
"Kalau sampai (Covid-19), banyak dan meluas kita (petugas medis) mau
ga mau akan tetap tinggal di rumah sakit, kalau misalnya ini menjadi
sebuah 'outbreak' yang besar," ujar Randy.
Orang Terkasih
Selain mempersiapkan diri untuk skenario terburuk, hal terberat
yang harus dijalani para petugas medis merawat pasien Covid-19 adalah
sulitnya bertemu dengan orang-orang terkasih terutama keluarga.
Tidak sedikit petugas medis yang akhirnya memilih membatasi diri
tidak bertemu dengan orang-orang yang dikasihi untuk menjaga agar tidak
ada potensi penyebaran penyakit.
"Karena saya dokter dan kerja di rumah sakit. Saya enggak tahu apakah di badan saya kumannya ada atau nggak," katanya.
Meskipun petugas medis sudah berusaha sudah melindungi diri, tapi di
lingkungan rumah sakit siapa yang tahu kuman terbawa atau tidak.
"Jadi kita rata-rata petugas medis termasuk saya, jadi membatasi diri
dengan orang lain," kata Randy dengan nada yang terdengar serius.
Untungnya di tempat Randy bekerja saat ini, para petugas diberikan
waktu berjaga yang tidak beruntun sehingga setidaknya mengurangi potensi
para petugas terpapar dari COVID-19.
"Lewat hal ini peran dokter benar-benar dirasakan manfaatnya. Bagi
saya sendiri, saya bisa bantu menenangkan keluarga, teman-teman saya,"
kata Randy.
Meski saat ini terlihat nampak sudah siap, Randy berharap nantinya
tenaga medis tambahan baik dari Dinas Kesehatan maupun tenaga sukarela.
Diharapkan adanya sukarelawan untuk berperan mengingat kapasitas sumber
daya manusia saat ini belum sebanding dengan kapasitas ruang yang telah
disiapkan
syarakat Punya Ketakutan Sosial Karena Covid-19
Selama dua minggu menangani pasien COVID-19, satu hal disadari
oleh Randy bahwa masyarakat Jakarta masih memiliki ketakutan sosial yang
tinggi menghadapi COVID-19.
Beberapa pasien yang dirawatnya bahkan tidak ingin keluarga apalagi
tetangga mengetahui kondisi kesehatan sang pasien dan terkesan menutupi
kondisi itu.
"Harusnya tidak hanya memikirkan diri sendiri, karena hal itu
(menutup-nutupi riwayat kesehatan) berdampak pada lingkungan sekitar,"
kata Randy.
Karena jika menutupi riwayat kesehatan, hal yang ditakuti para
petugas medis adalah masyarakat sekitar yang berinteraksi dengan pasien
Covid-19 terutama bagi yang berusia tua dan rentan tertular.
"Misalnya pasien adalah orang yang muda. Lalu kita tahu orang muda diharapkan manifestasinya ringan," katanya.
"Dia mungkin saja tidak sadar, dia akan membawa virus itu pulang ke
rumah. Hal itu yang dapat berbahaya bagi orang tuanya atau tetangganya.
Nah itu yang nanti jadi masalah," ujar Randy.
Ia pun meminta masyarakat tidak menimbun obat-obatan seperti
Chloroquin, Aluvia dan Azithromycin agar kelangkaan barang-barang medis
seperti masker tidak terulang kembali.
Selain itu, ketiga jenis obat itu tidak hanya untuk mengobati Covid-19 namun juga berguna bagi para pemilik gangguan autoimun.
"Kalau misalnya ada yang nimbun padahal yang masih perlu ya penderita
lupus itu yang nyeri yang mereka rasakan itu tinggi. Ya para penderita
lupus lah yang akan merasakan penderitaannya," kata Randy.
Randy berharap masyarakat Indonesia dapat menanggapi dengan bijak
pandemi Covid-19 ini dengan mengikuti anjuran-anjuran pemerintah.
"Kami (petugas medis) sadari mereka (pasien) pasti cemas tapi yah
mereka harus mengetahui ini pandemi dan ini adalah masalah bersama,"
kata Randy.







0 comments:
Post a Comment