JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) memutuskan membatalkan kenaikan harga iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Menanggapi itu, Menteri Koordinator
Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menyimpulkan bahwa pemerintah
harus menuruti keputusan MA tersebut.
Menurutnya, putusan MA yang bersifat
final itu tidak bisa kemudian dibalas dengan banding. Hal tersebut tentu
berbeda dengan judicial review untuk gugatan perkara perdata atau
pidana yang masih bisa dilawan oleh peninjauan kembali (PK).
"Putusan MA kalau judicial review
itu adalah putusan yang final tidak ada banding terhadap judicial
review," kata Mahfud di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta
Pusat, Senin (9/3/2020).
Sedangkan untuk keputusan MA mengabulkan
permohonan uji materi terhadap peraturan presiden yang mengatur soal
kenaikan tarif iuran BPJS tersebut, kata Mahfud tidak bisa diganggu
gugat.
Oleh sebab itu, menurut Mahfud pemerintah sudah seyogyanya mengikuti keputusan MA itu.
"Kalau judicial review itu sekali diputus final dan mengikat. Oleh sebab itu ya kita ikuti saja, pemerintah kan tidak boleh melawan," kata dia.
Sebelumnya, MA memutuskan membatalkan
kenaikan harga iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan. Penaikan BPJS Kesehatan ini sebelumnya sudah berlaku sejak 1
Januari 2020.
Pembatalan kenaikan BPJS Kesehatan tersebut, setelah MA mengabulkan judicial review atau gugatan atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) ke Mahkamah Agung.
"Menerima dan mengabulkan seabgian
permohonan komunitas pasien cuci datah Indonesia," kata Juru Bicara MA
Andi Samsan Nganro dihubungi Suara.com, Senin (9/3/2020).
Adapun dalam amar putusan bahwa,
menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 75 tahun 2019 tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 82
tahun 2018 tentang jaminan kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
"Bertentangan dengan ketentuan
perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Pasal 23A, Pasal 28 H, dan
Pasal 34 UU Dasar 1945," ujarnya.
Kemudian, turut pula bertentangan dengan
Pasal 2, 4 dan pasal 17 ayat 3 Undang -Undang Republik Indonesia nomor
40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional. Selanjutnya, Pasal
2,3 dan pasal 4 UU Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
"Terakhir, pasal 4 jo, pasal 5 ayat 2 jo
pasal 171 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
kesehatan," tutup Andi.
0 comments:
Post a Comment