JAKARTA – Adanya dugaan praktik monopoli dalam bisnis logistik
sehingga menyebabkan biaya transportasi laut menjadi mahal mesti segara
disikapi oleh pihak terkait. Selain segera dilakukan pembenahan waktu
bongkar muat kapal di pelabuhan, pengawasan harus juga diperketat agar
terjadi persaingan usaha yang sehat.
Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas di Kantor Presiden,
Jakarta, Kamis (5/3/), telah meminta para menteri untuk melihat masalah
biaya logistik yang masih mahal secara detail dan komprehensif.
Presiden juga curiga ada permasalahan waktu bongkar muat kapal di
pelabuhan yang terlalu lama hingga ada praktik monopoli di industri
logistik.
“Apakah masalahnya di pelabuhan, misalnya urusan dengan dwelling time atau ada praktik monopoli di dalam transportasi dan distribusi barang sehingga biaya logistik tidak efisien,” kata Jokowi.
Selain itu, Jokowi mengaku mendapatkan laporan bahwa biaya yang
sulit turun karena tidak seimbangnya pengiriman dari timur ke barat dan
sebaliknya. “Ini memang betul terutama dari wilayah timur, ada
ketidakseimbangan jumlah muatan barang yang diangkut dari barat ke timur
penuh. Tapi begitu dari timur kembali ke barat itu muatannya jauh
berkurang,” tuturnya.
Presiden juga mengungkapkan biaya kirim barang antarprovinsi lebih mahal ketimbang kirim barang ke negara lain.
“Contoh biaya pengiriman dari Jakarta ke Padang, Jakarta ke Medan,
Jakarta ke Banjarmasin, Jakarta ke Makassar jauh lebih mahal dibanding
pengiriman Jakarta ke Singapura, Hong Kong, Shanghai. Begitu juga
Surabaya ke Makassar jauh lebih tinggi dibanding Surabaya ke Singapura,”
terangnya.
Oleh karena itu, Jokowi menginginkan agar program tol laut terus
diakselerasikan. Jokowi pun mengingatkan tujuan awal program tol laut
adalah mengurangi disparitas harga antarwilayah serta memangkas biaya
logistik yang mahal.
“Ada dua hal yang perlu menjadi fokus kita bersama. Yang pertama
mengontrol dan membuat tol laut semakin efisien. Kedua, biaya logistik
antardaerah antarwilayah, antarprovinsi harus bisa diturunkan,”
ujarnya.
Jokowi juga meminta agar bisa meningkatkan nilai tambah tol laut
dari perekonomian daerah sebab kontribusi transportasi laut terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) sangat kecil.
Sebelumnya, Bank Dunia mengungkapkan Indonesia menempati posisi
pertama di Asia sebagai negara yang mengeluarkan biaya logistik terbesar
(lihat infografis). Kian besarnya biaya logistik ini pertandan tidak efisien sehingga mengurangi minat investor.
Banyak Kepentingan
Ekonom senior Indef, Enny Sri Hartati, mengatakan adanya dugaan monopoli dwelling time karena
banyak kementerian atau lembaga yang memiliki kewenangan di pelabuhan,
bahkan jumlahnya sampai 16 lembaga dan masing-masing punya kuasa.
Ada jalur hijau, jalur pertahanan, jalur karantina, dan sebagiannya
sehingga membuat tidak ada otoritas tunggal yang jelas. “Antara
syahbandar, bea cukai, dan lembaga-lembaga lain itu tidak jelas, siapa
yang memiliki kuasa tertinggi. Tidak ada satu instumen atau satu sistem
yang jelas sehingga bagaimana mau efisien,” katanya.
Enny mengatakan selama jalur pelayaran hanya satu arah dari Jawa ke
luar Jawa tidak akan mungkin tercipta skala ekonomi yang membuat harga
logistik turun. Dan untuk membuat jalur pelayaran niaga menjadi dua
arah tidak ada cara lain, kecuali tercipta supply chain yang setara antara Jawa dan luar Jawa.
“Dan untuk menciptakan permintaan dari Jawa ke luar Jawa tidak ada
cara lain, kecuali menciptakan skala industri di luar Jawa yang setara.
Kondisi ini tidak bisa tercipta sendiri kalau tidak ada rekayasa yang
matang,” kata Enny.
Sementara itu, peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Arif Wismadi, mengatakan perkara dwelling time dan isu monopoli terjadi karena struktur industri pelayanan pelabuhan masih vertically integrated.
“Arah reformasi seharusnya menuju efisiensi dengan cara kompetisi. Konsepnya adalah pengelola pelabuhan sebagai land lord.
Di pelabuhan yang skalanya cukup untuk kompetisi, operator hendaknya
lebih dari satu agar masing-masing berkompetisi meningkatkan pelayanan,
dan menurunkan tarif,” katanya.
0 comments:
Post a Comment