BANDUNG-Kebijakan pembatasan fisik dan sosial dianggap belum maksimal
dilakukan oleh masyarakat. Untuk mengatasinya, Pemerintah Provinsi Jawa
Barat sedang mengkaji pembatasan jam malam masyarakat bersama Polda Jawa
Barat.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebut kebijakan pembatasan sosial belum efektif. Hal ini setelah dilakukan inspeksi ke sejumlah wilayah di Jawa Barat.
"(Pembatasan aktivitas sosial) masih belum maksimal, saya kemarin
inspeksi mutar-mutar sebagian di kabupaten kabupaten terlihat masih
tidak ada upaya dan situasi yang berbeda," kata dia di Gedung Pakuan,
Kota Bandung, Senin (6/4).
Dia sedang menunggu data hasil rapid test dari kabupaten kota untuk
menentukan langkah strategis dan dasar pengajuan pembatasan sosial skala
besar (PSBB) kepada pemerintah pusat.
"Kita menyepakati agar merencanakan salah satu PSBB jam malam. kami
mengarahkan kepada kota kabupaten segera melakukan upaya perlakuan jam
malam. Ini bagian dari proses mendisiplinkan dan pembatasan sosial
berskala besar di wilayah jabar," tegasnya.
"Sudah disetujui oleh Pak Kapolda, asal koordinasi dengan kepolisian di bawah Polda," ia melanjutkan.
Pemprov Jabar juga akan mengoptimalkan perangkat desa dengan
membentuk Gugus Tugas Desa Siaga Covid-19. Mereka dibebankan sejumlah
tugas untuk penanganan penyebaran virus.
Di antaranya, mencegah penyebaran Covid-19, mulai dari penerapan
physical maupun social distancing, sosialisasi perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS), sampai memperketat pengawasan mobilitas warga yang masuk
daerahnya, termasuk mendata penduduk yang rentan sakit, penduduk yang
datang, penduduk yang pulang mudik dari provinsi lain atau bahkan luar
negeri, untuk mendeteksi penyebaran dengan memantau pergerakan
masyarakat.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jabar Dedi
Sopandi menjelaskan, Gugus Tugas Desa Siaga Covid-19 bertugas
mengidentifikasi fasilitas-fasilitas desa untuk dijadikan ruang isolasi,
mengedukasi masyarakat, salah satunya dengan pemasangan spanduk yang
berisi informasi krusial.
"Tentang rumah sakit rujukan, nomor telepon, dan lain sebagainya.
Pemantauan terhadap Orang Dalam Pemantauan (ODP) dilakukan, meminta
kepada pemudik untuk isolasi diri selama 14 hari, dan memastikan tidak
ada kegiatan yang bersifat massal atau ada kerumunan," ucap Dedi.
Pandemi virus corona diprediksi mengalami puncak di bulan Mei dan
penurunan di bulan Juni. Namun, prediksi itu bisa meleset jika penerapan
social distancing tidak dilakukan secara maksimal oleh masyarakat.
Ridwan Kamil
mengaku mendapat berbagai informasi mengenai prediksi puncak dan
penurunan pandemi virus corona dari akademisi berbagai universitas.
Informasi itu pun datang pula dari pemerintah pusat, termasuk Badan
Intelejen Negara (BIN) yang melaporkan kepada Presiden Joko Widodo.
"Ya menurut studi dari Unpad dan beberapa universitas (penurunan di
bulan Juni), yang dilaporkan oleh Pak Luhut (Binsar Panjaitan) kepada
Pak Presiden (Joko Widodo) yang saya dengar di rapat kabinet, salah satu
skenario yang di studi itu puncaknya Mei menurunnya Juni," kata dia.
"Tapi studi ini berbeda-beda memang. BIN kan melakukan studi yang
berbeda juga. (data) ini yang dikelola universitas," ia menambahkan.
Namun prediksi itu sangat bergantung pada aktivitas masyarakat yang
menjalankan program social distancing, termasuk menahan mudik. Jika
semuanya tidak dilakukan dengan disiplin, prediksi itu bisa meleset dan
pandemi bisa berjalan lebih panjang.
"Dengan catatan kalau social distancing, physical distancing disiplin
berjalan dengan baik, kalau tidak, lupakan (prediksi) Juni (terjadi
penurunan pandemi). Kita masih panjang durasinya," tegasnya.
0 comments:
Post a Comment