![]() |
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly. |
JAKARTA - Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sekaligus Ketua
Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI), Yenti
Garnasih menyebut perlu dilakukan efisiensi terhadap orang-orang yang
perlu ditahan. Efesiensi ini agar di rumah tahanan (Rutan) dan lembaga
pemasyarakatan (Lapas) tidak semakin menjadi over capacity atau kapasitas berlebih.
"Ada semacam evaluasi terhadap yang lalu. Efisiensi penahanan di
kepolisian, kejaksaan, dan perintah pengadilan untuk penahanan itu harus
ditahan. Kami melakukan penelitian awal. Rutan menolak menerima,
akhirnya dikembalikan ke kepolisian. Akhirnya seharusnya kepolisian itu
juga mengefisienkan siapa-siapa saja yang bisa ditahan," kata Yenti
dalam webinar dengan tema Kebijakan Pembebasan Narapidana, di Jakarta, Senin (29/6).
Yenti menambahkan, efisiensi penahanan ini bukan hanya harus
dipikirkan oleh penegak hukum dan orang-orang yang punya perhatian
kepada hukum pidana saja. Namun, masyarakat juga harus terlibat.
"Seperti bagaimana caranya? Masyarakat melalui RT/RW-nya itu menjaga
jangan sampai masyarakat menjadi menimbulkan faktor-faktor kriminogen.
Masyarakat harus hati-hati sehingga kejahatan tidak timbul, dan beban di
polisi yang untuk efisiensi itu bisa tercapai," jelasnya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly mengatakan kondisi di pemasyarakatan sudah overcrowded
74 persen, dari kapasitas 132.107 dengan penghuni 229.431. Terdiri dari
103.513 kasus pidana umum; 4.731 kasus tindak pidana korupsi; 527 kasus
teroris; dan 119.341 narkotika.
Karena overcrowded, di tengah pandemi Covid-19, Kementerian
Hukum dan HAM (Kemenkumham) membebaskan narapidana dan anak melalui
program asimilasi dan integrasi. Untuk mengurangi penyebaran
dilingkungan pemasyarakatan.
"Kami mengeluarkan dalam kebijakannya. Program asimilasi sebanyak 42
ribu lebih. Perlu kami sampaikan, sebelum kami mengeluarkan kebijakan
integrasi dan asimilasi dalam Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020. Setelah
kami pertimbangkan, mendengar masukan-masukan, dan arahan-arahan dari
berbagai pihak termasuk di dalamnya dari Komisioner tinggi HAM PBB, dari
Komnas HAM, termasuk dari para pengamat dan di pemasyarakatan," kata
Yasonna.
Yasonna menambahkan dalam rangka mengurangi kapasitas berlebihan di
Lapas yang sangat berbahaya jika terserang Covid-19. Walaupun, kata
Yasonna, Kemenkumham telah mengeluarkan kebijakan protokol Covid-19 di
Lapas, tidak ada lagi pengunjung, pengunjung hanya melalui video conference.
0 comments:
Post a Comment