SERANG – Pemerhati pendidikan di Banten mengaku
prihatin dengan fenomena tutupnya SMA/SMK swasta di Banten. Salah
satunya yang terjadi pada SMA/SMK Prisma di Kota Serang yang tahun ini
resmi dinyatakan tutup oleh pengelolanya.
Ada beberapa hal yang menjadi persoalan sekolah berbasis vokasi
tersebut tidak mampu bertahan di tengah tuntutan zaman yang kian
berkembang.
Firman Hadiansyah, pengamat pendidikan dari Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa menilai SMA/SMK akan tergerus zaman manakala tidak adaptif
dengan kebutuhan pasar tenaga kerja saat ini. “Bahwa SMK itu harus
adaptif dengan perubahan sekarang,” kata Firman berbincang dengan
Bantennews.co.id, Senin (29/6/2020).Peneliti budaya anak muda (youth culture) dalam novel 90-an itu juga
melihat, jurusan kadaluarsa yang tak lagi dibutuhkan pasar tenaga kerja
menjadi salah satu penyebab SMA/SMK ditinggalkan muridnya.
“Jika masih ada jurusan sekretaris, akuntansi ini sudah tidak
relevan. Coba dipikirkan bagaimana SMK hari ini bisa menjawab kebutuhan
soal pariwisata, juga mengenai IT. Sekarang ini kita sudah eranya
e-Commerce (Perdagangan Secara Elektronik). SMK harus menjawab tantangan
pasar tenaga kerja semacam itu,” kata Firman.
Kesesuaian antara kebutuhan pasar tenaga kerja dan output lulusan SMK
menurutnya harus nyambung. Link and match antara lulusan SMK dan dunia
kerja harus terjalin. “SMK harusnya menyiapkan kebutuhan pasar. Dalam
konteks kebijakan pendidikan vokasi semestinya SMK tidak jatuh hanya
semacam sekolah biasa, sebab SMK bukan menyiapkan lulusan yang akan ke
perguruan tinggi, tapi masuk ke dunia kerja,” jelasnya.
Pada tataran kebijakan pemerintah, Firman melihat tidak ada posisi
tawar Pemerintah Provinsi Banten khususnya Dinas Pendidikan Provinsi
Banten dalam kebijakan menyiapkan lulusan SMK ke dunia kerja. Jika
Pemerintah Provinsi Banten dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi
Banten yang memiliki kewenangan tidak mampu menciptakan kondisi link and
match SMK, Firman menilai pemerintah telah ambil bagian dalam pembiaran
tutupnya SMK swasta di Banten.
“Sekarang bagaimana punya kinerja maksimal, banyak pejabatnya dijabat
oleh Plt (pelaksana tugas). Padahal ada ribuan pabrik di Banten tapi
lulusan SMK tidak terserap pasar. Ini sesuatu yang aneh. Link and match
tidak terjadi. Makanya tidak heran penyumbang angka pengangguran terbuka
di Banten paling tinggi justru dari lulusan SMK,” katanya.
Pola factory teaching, menurut Firman seharusnya menjadi salah satu pola pendidikan di SMK baik swasta maupun negeri di Banten.
“Koneksi antara dunia pendidikan dan pasar tenaga kerja harus sejak awal,” katanya.
“Koneksi antara dunia pendidikan dan pasar tenaga kerja harus sejak awal,” katanya.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa, Dase Erwin Juansyah menyarankan otokritik terhadap SMK
swasta di Banten. Salah satu faktor yang perlu mendapat koreksi pada
manajemen yayasan pendidikan yakni menempatkan profesionalisme di atas
segalanya.
“Faktor manajemen (yayasan) berbasis keluarga yang kurang profesional
akan menyebabkan banyak sekolah (swasta) yang bubar,” kata Dase.
Selain itu, yayasan pendidikan swasta mesti mengubah orientasi
pendidikan dari urusan profit menuju lulusan profesional dan cakap.
Hanya dengan lulusan yang punya daya saing, Dase menilai sekolah akan
mampu bersaing di tengah kebutuhan tenaga kerja.
“Lagi-lagi link and match harus menjadi fokus. Di daerah Banten
selatan seperti Pandeglang dan Lebak yang lahan pertaniannya masih luas,
SMK di sana disesuaikan dengan pontensi daerah. Tidak pas rasanya kalau
mendirikan SMK otomotif di sana. Di sana lebih cocok SMK
Pertanian dan Perikanan,” jelasnya.
Pertanian dan Perikanan,” jelasnya.
Peran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten menurutnya
perlu meninjau ulang jurusan yang sudah kadaluarsa dan tidak lagi
dibutuhkan pasar. Di samping itu, Dinas Pendidikan juga secara
komprehensif meninjau daya dukung sekolah sebelum menerbitkan izin
pendirian sekolah kejuruan baru.
“Dindik harus meninjau ulang jurusan yang kadaluarsa dan meninjau
jurusan-jurusan yang punya korelasi dengan kebutuhan (tenaga kerja) di
masa yang akan datang.”
Dinas Pendidikan juga perlu melihat daya dukung sekolah mulai dari
peran alumni, sekolah penunjang supaya tidak lagi ada cerita sekolah
swasta tidak memiliki murid. “Harus dihitung supporting dari alumni dan
sekolah penunjangnya berapa persen,” ujarnya.
0 comments:
Post a Comment