JENEWA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan agar produksi obat dexamethasone ditingkatkan.
Obat steroid murah ini telah terbukti mampu mengurangi kematian pada
pasien virus korona baru Covid-19 yang sakit parah.
“Permintaan dexamethasone telah melonjak setelah ilmuwan
Inggris memublikasikan keberhasilan uji coba obat itu. Karena itu, kami
sarankan produksinya bisa ditingkatkan,” kata Direktur Jenderal WHO,
Tedros Adhanom Ghebreyesus, di Jenewa, Senin (22/6) waktu setempat.
Sekitar 2.000 pasien diberi dexamethasone oleh para
peneliti yang dipimpin tim dari Oxford Unversity, dan obat itu berhasil
mengurangi kematian hingga 35 persen di antara yang paling sakit,
menurut temuan yang diterbitkan pekan lalu.
“Tantangan selanjutnya adalah meningkatkan produksi dan mendistribusikan dexamethasone secara cepat dan merata ke seluruh dunia, dengan fokus pada negara-negara yang paling membutuhkan,” ujar kata Tedros.
Dexamethasone telah ada di pasaran selama lebih dari 60 tahun dan biasanya berfungsi untuk mengurangi peradangan. Tapi, WHO menekankan, dexamethasone hanya boleh digunakan untuk pasien dengan penyakit parah atau kritis di bawah pengawasan klinis yang ketat.
“Tidak ada bukti obat itu bekerja untuk pasien dengan penyakit ringan
atau sebagai tindakan pencegahan, dan itu bisa menyebabkan bahaya,”
kata Tedros memperingatkan.
Dia bersikeras, negara-negara dengan jumlah pasien virus korona
dalam kondisi sakit kritis yang banyak perlu diprioritaskan untuk
mendapatkan dexamethasone.
Hanya, Tedros memperingatkan, pemasok harus menjamin kualitas dexamethasone. “Karena ada risiko tinggi produk di bawah standar atau dipalsukan memasuki pasar.”
Jumlah kasus virus korona yang terkonfirmasi di seluruh dunia telah
menembus angka sembilan juta dan menewaskan lebih dari 468.500 orang
sejak wabah bergulir di Tiongkok pada Desember tahun lalu.
“Hampir setiap hari kita mencapai rekor baru dan suram,” sebut Tedros
yang mencatat lebih dari 183.000 kasus baru pada Minggu (21/6), paling
banyak dalam satu hari sejauh ini.
Setelah wabah virus korona merebak di Tiongkok, titik penyebaran
virus itu lantas berpindah dari Asia Timur ke Eropa dan sekarang
berpindah ke Amerika. Kehadiran virus di Eropa tampaknya jauh lebih awal
dari yang diperkirakan sebelumnya. Sebuah penelitian menunjukkan
potongan-potongan virus korona ada di air limbah di Milan dan Turin
pada Desember.
“Jelas ada kemungkinan bahwa virus ini beredar di Italia utara
sebelum ada yang menyadari,” kata Direktur Kedaruratan WHO, dr. Michael
Ryan.
Meski begitu, Ryan menambahkan temuan itu tidak mengubah hipotesis
mengenai asal mula penyakit. Para ilmuwan meyakini virus itu semula
menular dari hewan ke manusia yang berasal dari pasar yang menjual
daging binatang eksotis di kota Wuhan, Tiongkok.







0 comments:
Post a Comment