TANGERANG, – Dandim 0506 Tangerang, Kolonel Inf Bambang Hery
Tugiono menegaskan, pembekalan seputar pencegahan radikalisme dipandang
perlu untuk dilaksanakan.
Bambang menilai, hal tersebut memiliki arti penting guna memperluas
pengetahuan dan wawasan sekaligus untuk mengetahui situasi dan kondisi
terkini dalam massa adaptasi kebiasaan baru khususnya di seluruh wilayah
teritorial Korem 052 Wijayakrama.
Menurut alumnus AKABRI 95 tersebut, akhir-akhir ini marak aktifitas
dari kelompok radikalis, baik radikal kanan radikal kiri maupun radikal
lain dengan memanfaatkan media sosial melalui isu-isu krusial seperti
khilafah, komunis dan sebagainya. Itu untuk mengiring opini publik
kearah intoleransi dan fanatisme.
“Konflik horizontal masyarakat kota metropolitan juga diwarnai aksi
kriminalitas kelompok tertentu yang berujung kericuhan. Aksi kasus
terorisme juga terjadi mempengaruhi tahapan putusan hukuman oleh majelis
hakim,” terang Bambang, saat pembekalan dan pencegahan radikalisme bagi
ratusan Babinsa di Aula Makodim, Jalan TMP Taruna, Kota Tangerang,
Kamis (30/7/20).
Lebih lanjut, pemegang tongkat komando Kodim 0506 Tangerang itu
menilai, hal-hal tersebut (radikalisme-red) berpotensi dapat melahirkan
sel-sel baru teroris serta menggangu jalannya demokrasi tahapan pilkada
yang tengah berjalan diwilayah Depok dan Tangerang Selatan.
Mencermati situasi dan perkembangan tersebut, kata Bambang, maka
prajurit Kodam Jaya hendaknya dapat senantiasa meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, lanjut Bambang,
lakukan validasi dan keabsahan berita-berita sensitif terutama yang
menyangkut masalah agama.
Berkenaan (dengan) hal ini, sambung Bambang, manfaatkanlah media
sosial secara bijak (karena) salah satu sumber pengetahuan dan jangan
sampai larut dalam fanatisme sempit dengan ikut mengkomentari, meretweet
atau memposting sesuatu yang dapat memancing maupun menambahan
keresahan masyarakat.
Diakhir pemaparanya, perwira menengah TNI dari matra darat itu
berpesan ke jajaranya agar memahami dan mencermati dengan benar setiap
perkembangan lingkungan yang terjadi di sekitar.
Seiring perkembangan yang bergerak kian dinamis, sambung Bambang,
pertahankan kematangan moral dan mental agar tetap dapat relevan dengan
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai katalisator keamanan
dimasyarakat.
“Mengigat pentingnya kegiatan ini, saya tekankan agar seluruh peserta
dapat melaksanakannya dengan sungguh-sungguh didasari dedikasi dan
tanggung jawab,” tandas Bambang dalam kegiatan yang juga turut dihadiri
oleh Kolonel Inf Agus Sasmita (Paban V Inteltek Sintelad).
Hadir juga di lokasi kegiatan, Mayor Kav Sutarto (Pasi Intel Korem
052 WKR), Kapten Inf Jeffriansen Sipayung (Dantim Intelrem 052 WKR),
Kapten Inf Jahrul Fahmi (Sintelad), Kapten Kav Arif Budiman (Pasi Intel
Kodim 0506 Tangerang) dan para Babinsa se wilayah teritorial Korem 052
Wijayakrama.
Faktor-faktor Radikalisme
Masih ditempat yang sama, Kasubdit Kontra Propaganda BNPT, Kolonel
Pas Sujatmiko selaku narasumber memaparkan, intoleransi adalah orientasi
negatif atau penolakan seseorang terhadap hak-hak politik dan sosial
dari kelompok yang mereka tidak setujui.
Sedangkan radikalisme adalah suatu ideologi dan faham yang ingin
melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan
kekerasan atau ekstrim (Anti Pancasila, Anti kebhinekaan, Penyebaran
faham Takfiri).
Terorisme merupakan perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas
yang dapat menimbulkan korban secara massal.
Sujatmiko menjelaskan, tindakan radikalisme disebabkan empat faktor.
Pertama, terorisme secara komprehensif (pra teror) diawali dengan bentuk
penyebaran ideologi, propaganda, Indoktrinasi dan rekrutmen. Kedua,
sasaranya adalah masyarakat dan kelompok (yang) rentan.
“Ketiga adalah kebijakan (dalam hal ini) kesiapsiagaan nasional
kontra radikalisasi. Keempat yakni target yaitu daya tahan, tangkal dan
resistensi,” terang Sujatmiko.
Menurut Sujatmiko, bentuk aksi teror adalah kekerasan dan ancaman
kekerasan dengan sasaran para pelaku, pendukung dan simpatisan.
Kebijakan (yang harus diambil yakni) penindakan dan penegakan hukum
dengan target penangkapan dan penggungkapan jaringan.
Sujatmiko menilai, langkah pada pasca teror adalah pembinaan dan
pemulihan terhadap napiter, mantan napiter, keluarga, jaringan,
tersangka, terdakwa dan terpidana. Kebijakan yakni Deradikalisasi dengan
target menghilangkan ideologi radikal dan pemulihan korban.
“Proses terjadinya radikalisasi diawali dengan identifikasi diri yang
(dipengaruhi) faktor ekonomi, sosial, politik, pribadi. Mencari jati
diri, meninggalkan aliran lama dan mencari nilai-nilai baru termasuk
moral shock. Indoktrinisasi (bisa melalui) online dan offline,” tandas
Sujatmiko.
Ciri Radikalisme Ciptakan Konflik
Selaras dengan hal itu, Kasubdisbinrohprot Disbintalad, Kolonel Caj
R.H. Pandiangan menjelaskan, Pancasila merupakan dasar falsafah dan
ideologi NKRI sebagai landasan berbangsa dan bernegara serta
bermasyarakat.
Sedangkan Ideologi, lanjut perwira menengah TNI tersebut, adalah
sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta oleh kelompok
tertentu.
“Ada empat ideologi besar didunia diantaranya, liberalisme,
konservatisme, sosialisme dan komunisme, rasisme,” jelas Pandiangan,
dalam pemaparanya.
Menurut Pandiangan, ciri-ciri radikal adalah menciptakan konflik
melalui adu domba, menggalakan segala cara untuk mencapai tujuan,
memupuk kemampuan infiltrasi dan penetrasi.
Pandiangan menilai, radikalisme tumbuh dan berkembang didaerah
relatif miskin, berdalih bela kebenaran, keadilan dan kebersamaan
(dengan) menggunakan jalur terbuka dan rahasia, legal dan ilegal.
“Dampak radikal secara fisik sulit bergerak, masuk dengan menyusup
dalam lembaga masyarakat dapat kondisikan situasi untuk menimbulkan
pertentangan antar golongan,” pungkasnya.
0 comments:
Post a Comment