JAKARTA-Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan bahwa dalam politik tidak ada kawan dan musuh abadi. Politik dalam praktiknya, merupakan proses untuk mempertahankan, meraih dan mengambil bagian dalam kekuasaan.
"Karena ini soal kekuasaan maka berlaku dalil tidak ada kawan atau lawan yang abadi di politik. Yang kemarin musuh, sekarang kawan, yang kemarin kawan menjadi lawan, politik itu memang begitu wataknya," ujar Mahfud MD saat memberikan sambutan dalam acara Bawaslu Award di The Kasablanka Hall, Jakarta Selatan, Jumat (22/8/20).
Menurut Mahfud, politik mempertahankan dan meraih kekuasaan terwujud dalam Pemilu yang merupakan implementasi dari demokrasi. Dia menilai demokrasi dapat menimbulkan kekacauan karena orientasi demokrasi adalah meraih kemenangan.
"Dalam teori, demokrasi itu akan menimbulkan kekacauan kalau tidak ada nomokrasi (kedaulatan hukum). Karena apa? Karena demokrasi itu tujuannya mencari menang," tandas dia.
Mahfud menekankan pentingnya nomokrasi atau kedaulatan hukum untuk mencegah dan mengantisipasi kekacauan yang ditimbukan demokrasi. Pasalnya, logika demokrasi yang selalu ingin mencari kemenangan, bisa diimbangi logika nomokrasi yang selalu ingin mencari kebenaran.
"Karena itu demokrasi yang seperti itu (timbulkan kekacauan), kalau dibiarkan jelek. Maka kita tampilkan nomokrasi. Kalau demokrasi mencari menang, nomokrasi itu mencari benar. Itulah sebabnya," tutur dia.
Dalam konteks itu, kata Mahfud, demokrasi di era reformasi lebih baik dibandingkan Orde Baru. Pasalnya, di era reformasi, demokrasi sudah diimbangi dengan nomokrasi dengan adanya intrumen hukum dan lembaga-lembaga independen terkait pemilu.
"Maka setiap pemilu, sudah disiapkan instrumen hukum, karena selalu menimbulkan kegaduhan. Karena yang curang memang banyak," ungkap dia.
Kemudian, Mahfud membandingkan pelaksanaan demokrasi dan pemilu antara era Orde Baru dan era Reformasi. Pemilu zaman Orde Baru, kata dia sepenuhnya dikuasai pemerintah, dilaksanakan oleh pemerintah dan pemenangnya ditentukan oleh pemerintah.
"Pemilunya formalitas, nggak ada survei. Tanpa survei, sudah diputuskan bahwa pemilu sudah ditentukan bahwa Golkar sekian persen, PPP sekian persen, PDI sekian persen. Kalau itu ketahuan sebagai proses kecurangan, dibilang itu bohong," terang dia.
Sementara di era reformasi, lanjut Mahfud, pemilu diselenggarakan oleh KPU yang merupakan lembaga independen, mandiri dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk pemerintah. Selain itu, kata Mahfud, di era sekarang juga sudah ada Bawaslu yang bertugas mengawasi pelaksanaan pemilu dan menindak pihak yang melakukan pelanggaran pemilu.
Bahkan, tambah Mahfud, sudah terdapat DKPP yang bertugas mengadili pelanggaran etik penyelenggara pemilu dan MK yang mengadili sengketa hasil pemilu.
"Itu instrumen yang secara nomokrasi disediakan. Zaman Orde Baru nggak
ada (lembaga-lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu independen),
sekarang ada karena nomokrasi mau disejajarkan dengan demokrasi,"
pungkas Mahfud.
0 comments:
Post a Comment