JAKARTA- Tokoh dengan elektabilitas tertinggi adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Bawasdan di angka 18,7 persen. Runner-up ditempati Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan elektabilitas 16,5 persen. Posisi ketiga ditempati Menparekraf Sandiaga Uno dengan elektabilitas 13,5 persen.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menempati posisi keempat dengan elektabilitas 9,9 persen. Prabowo berada di posisi kelima dengan elektabilitas 7,8 persen.
"Nama-nama ini menurut saya menarik kenapa? karena ini untuk pertama kalinya Prabowo keluar dari dominasi bahkan 4 besar, Prabowo hanya mampu mencapai urutan ke lima, itu di bawah AHY," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah dalam diskusi daring, Sabtu (14/8).
Menurut Dedi, Prabowo turun karena elektabilitas tidak stabil. Sementara, Anies , Ganjar, dan Sandiaga meski stagnan tetapi tetap stabil.
"Artinya apa, stagnasi tokoh-tokoh Anies Ganjar, Sandiaga Uno itu stabil," ujar Dedi.
Dedi menjelaskan, ada nama-nama yang mulai bergeliat dalam elektabilitas calon presiden. Misalnya muncul Menteri BUMN Erick Thohir dengan elektabilitas 4,7 persen, di bawah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dengan elektabilitas 6,2 persen. Setelah Erick ada nama Mendagri Tito Karnavian dengan elektabilitas 3,6 persen.
Kemudian, nama mengejutkan lainnya ada Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Dibandingkan dengan ketua umum atau elite politik yang gencar berkampanye terbuka melalui baliho dan sebagainya, Wakil Ketua MPR RI ini muncul dengan elektabilitas 1,9 persen. Meski masih di bawah Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto 2,5 persen. Namun unggul atas Ketua DPP PDIP yang juga Ketua DPR RI Puan Maharani 0,9 persen yang balihonya dimana-mana.
Dedi menduga, hal ini bisa jadi menandakan baliho belum efektif untuk pengenalan ke publik. Serta, ada perpindahan tren publik mereka memperhatikan aktivitas yang berdampak kepada kepentingan pandemi Covid-19.
"Tapi tetap saja, meski Airlangga di atas Zulhas, ini bisa saja menandakan bahwa pertama baliho itu belum efektif dan dikenali oleh publik sebagai promosi diri," ujar Dedi.
"Kedua, mungkin ada perpindahan tren publik di mana mereka lebih memperhatikan aktivitas yang berdampak lebih kepada kepentingan publik, karena kita sedang dalam pandemi," jelasnya.
0 comments:
Post a Comment