Kejujuran datang dari
rumah. Jika orang tua mampu mendidik dan gemar membiasakan anak untuk bersikap
jujur sejak kecil, maka sikap jujur itu akan terbawa sampai dewasa. Anak yang
jujur akan mendapatkan tiga hal, yaitu kepercayaan, cinta dan rasa hormat.
Terkadang
anak-anak berbohong. Umumnya kebohongan yang dilakukan anak-anak tidak memiliki
pretensi lain selain untuk menyembunyikan pelanggaran yang telah mereka lakukan
dan takut dimarahi. Namun jika sikap berbohong ini menjadi kebiasaan, maka akan
memberikan dampak dan resiko yang lebih serius pada anak dan orang-orang di
sekitarnya.
Oleh karena itu, anak
harus dididik dan dibiasakan untuk bersikap jujur. Setidaknya ada enam cara
untuk mendidik si kecil bersikap jujur. Pertama, berikan teladan. Anak
adalah peniru. Orang tua yang suka berbohong akan membuat anak menjadi
pembohong pula. Sebaliknya, orang tua yang selalu menunjukan kejujuran akan
mempengaruhi anak untuk menjadi orang jujur. Seperti contoh, saat anak ikut
berbelanja, orang tua mendapatkan kembalian berlebih, lalu orang tua
mengembalikan kelebihannya itu kepada pemilik toko. Anak akan melihat ini dan
akan dijadikan sebagai panduan nilai-nilai kejujuran.
Kedua, jangan marahi anak ketika ketahuan berbohong.
Kemarahan orang tua pada anak saat ketahuan berbohong hanya akan membuat
anak
kembali berbohong. Maka, berikan anak pemahaman dengan kasih
sayang dan cara yang lembut bahwa berbohong itu salah dan kesalahan itu
akan melahirkan konsekuensi. Usahakan untuk tidak mengedepankan emosi
saat mengajarkan atau memberikan pendidikan karakter kepada anak.
Ketiga, jelaskan pada
anak perbedaan kejujuran dengan kebohongan.
Kejujuran dapat mendatangkan kebaikan, sebaliknya kebohongan dapat mendatangkan
hukuman. Dengan demikian anak menjadi aware dalam bersikap. Jika anak
belum memahaminya, berikanlah contoh. Contoh adalah pelajaran terbaik bagi
anak.
Keempat, tegur anak
dengan bahasa yang halus saat mereka ketahuan berbohong. Saat anak belum menggosok gigi, namun mereka mengatakan
sudah menggosok gigi, maka bisa saja orang tua mengatakan, “Kakak, ini sikat
giginya masih kering loh. Kalau sikat giginya masih kering,
tandanya
apa? Benar, tandanya belum dipakai.” Kemudian jelaskan bahwa yang baru
saja
dilakukan anak adalah sikap berbohong dan itu tidak baik. Jelaskan bahwa
ketidakbaikan itu dapat berakibat pada dirinya sendiri karena giginya
nanti bisa sakit. Ketidakbaikan itu juga dapat memberikan akibat kepada
orang lain, misalnya orang tua menjadi khawatir karena anak sakit gigi
atau orang tua terpaksa harus membuka celengan ayam anak karena harus
membayar dokter gigi.
Kelima, ajarkan anak
untuk tidak takut berkata jujur, meski harus menerima konsekuensi. Jika anak mendapatkan hasil ulangan jelek di sekolah, ajak
anak untuk mengatakannya dengan jujur. Orang tua tidak perlu bersikap reaktif
dan langsung memarahi anak. Katakan bahwa kejujuran lebih bernilai dibanding
hasil ulangannya. Dialognya kira-kira akan seperti ini: Ibu bertanya, "Kak, bagaimana hasil ulangan matematika kamu?" Jika
anak tidak segera menjawab atau anak mengalihkan perhatian, maka
kemungkinan besar nilai ulangannya jelek. Sebaiknya ibu segera
menghampiri, "Hasilnya jelek ya? Mungkin ini kesalahan ibu juga
sehingga ulangan kamu jelek. Sejak dulu ibu memang lemah dalam bidang
matematika, sehingga ibu tidak pernah membantu kamu belajar matematika.
Maafin ibu ya?" Tunggu reaksi yang diberikan anak. Jika anak mengatakan, "Ini bukan kesalahan ibu, tapi aku memang tidak serius dalam belajar," maka lanjutkan dengan mengatakan, "Lalu menurut kamu apa yang harus kita lakukan supaya hasil ulangan kamu menjadi lebih baik?" Kemungkinan anak akan menjawab, "Tidak
bu, ini kesalahan aku. Maka aku harus belajar lebih serius. Dan aku
akan berusaha agar selanjutnya nilai ulangan matematika aku lebih baik."
Melalui cara demikian, ibu sudah mengedepankan bahwa kejujuran
lebih penting dibandingkan nilai akademis. Ibu juga sudah mengajarkan
anak untuk menerima konsekuensi dari kelalaiannya sendiri, yaitu anak
akan belajar lebih giat atas kesadarannya sendiri.
Keenam, selalu hargai
kejujuran yang disampaikan anak. Setiap orang butuh
pengakuan dan penghargaan. Demikian juga anak. Jika anak melakukan kesalahan,
lalu mereka mengakuinya dengan jujur, hargai hal tersebut. Diskusikan pada anak
bahwa yang dilakukannya memang salah dan sebaiknya tidak diulangi, karena jika
diulangi akan mendatangkan resiko yang mungkin berbahaya untuk dirinya sendiri.
Setelah itu ucapkan terima kasih karena sudah bersedia mengakui kesalahannya.
Sobat Revmen,
mengajarkan kejujuran bukan persoalan sepele. Kejujuran memiliki dampak yang
besar pada anak, pada orang di sekitarnya, dan pada bangsa ini. Jika semakin
banyak anak-anak yang terbiasa bersikap jujur, maka bangsa ini akan semakin
besar. Mari ajarkan dan biasakan anak-anak bersikap jujur sebagai bagian dari
pendidikan karakter untuk membentuk anak yang berintegritas. Inilah salah satu wujud nyata dari revolusi mental
bangsa Indonesia. #AyoBerubah #IndonesiaBerintegritas.
0 comments:
Post a Comment