![]() |
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Netty Prasetiyani |
JAKARTA ( KONTAK BANTEN) Terkait ancaman badai PHK akibat Perppu
Cipta Kerja, pemerintah harus ada langkah mitigasi yang konkret untuk
mengantisipasi. Indikasinya sudah terlihat dengan banyaknya perusahaan
lokal maupun asing yang mengurangi jumlah karyawannya.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi IX
DPR RI dari FPKS Netty Prasetiyani, Ia mengingatkan Pemerintah akan
potensi terjadinya badai PHK pada tahun 2023.
Menurut Netty, jika tak diantisipasi maka hal tersebut akan menjadi ancaman yang serius. Permintaan
pasar luar negeri atau ekspor barang dari Indonesia ke pasar Amerika
dan Eropa ditengarai Netty sebagai salah satu penyebab perusahaan melakukan PHK.
Berdasarkan info asosiasi perusahaan tekstil dan sepatu, permintaan ekspor tekstil turun 30% dan industri sepatu atau alas kaki turun 50%.
Pemerintah perlu mencari alternatif tujuan ekspor dan meningkatkan pasar dalam negeri.
“Optimalkan APBN dan APBD untuk menstimulasi pembelian produk dalam negeri agar terjadi kenaikan permintaan,” tegas Netty.
Netty menambahkan, anggaran negara harus
dikelola dengan baik sebagai instrumen yang membuat ekonomi dapat
bergerak dan tumbuh sehingga badai PHK dapat diminimalkan,” ungkap
anggota DPR RI daerah pemilihan Kab/Kota Cirebon dan Indramayu tersebut.
“Pemerintah harus memaksimalkan
penggunaan produk UMKM untuk kebutuhan dalam negeri sehingga memicu
meningkatnya kebutuhan akan tenaga kerja,” kata Netty.
Pada sisi lain, Ketua DPP PKS Bidang
Kesos itu juga meminta Kemnaker untuk mengawal setiap proses PHK yang
terjadi di perusahaan.
“Pastikan para pekerja mendapatkan
haknya sesuai peraturan. Bantu dan dampingi mereka agar segera
mendapatkan hak-haknya termasuk pencairan JKP dan JHT,” katanya.
Terakhir, Netty juga menyinggung soal Perppu Cipta Kerja yang dinilai semakin memudahkan terjadinya PHK.
Menurut Netty, Aturan PHK di Perppu Ciptaker menjadi lebih mudah dibandingkan UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Dalam Perppu ini pengusaha tidak perlu
lagi mendapatkan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial atau MA sebagaimana yang diwajibkan dalam pasal 151
ayat 3 UU Ketenagakerjaan,” kata Netty.
0 comments:
Post a Comment