Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 turun 4 poin menjadi 34. Namun Wapres Ma'ruf Amin menegaskan Pemerintah tetap berkomitmen memberantas korupsi.
YOGYAKARTA - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan Pemerintah
tetap berkomitmen memberantas korupsi meski Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) Indonesia Tahun 2022 menunjukkan penurunan sebanyak 4 poin.
"Memang
biasa itu, kadang turun, naik; tapi yang jelas Pemerintah berkomitmen
untuk memberantas korupsi," kata Ma'ruf Amin di Istana Kepresidenan
Yogyakarta, Sabtu (4/2).
Ma'ruf Amin menambahkan Pemerintah akan mengkaji penyebab penurunan indeks tersebut.
"Kami
tentu akan teliti ya penurun persepsi korupsi, kami akan kita teliti,
ya. KPK sendiri menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendidikan, kemudian
juga pencegahan, dan penindakan. Ini secara simultan dilakukan; karena
itu, kalau terjadi penurunan itu di mana?" katanya.
Pemerintah
juga melakukan berbagai upaya pencegahan melalui pelayanan publik,
katanya, seperti mendirikan Mal Pelayanan Publik (MPP) guna melayani
masyarakat secara cepat.
"Melalui pelayanan yang digital, tanpa
bertemu langsung, sehingga cepat, mudah, dan tidak ada celah melakukan
pungli. Kemudian, kami juga membuat semacam zona integritas di
birokrasi, kemudian wilayah bebas korupsi. Jadi, itu semua dalam rangka
meminimalkan korupsi," jelasnya.
Menurut dia, Pemerintah akan melakukan pembahasan untuk mengetahui komponen utama yang menurunkan IPK Indonesia Tahun 2022.
"(Paling
turun) Di sisi mana? Jadi, kami bertekad untuk meminimalkan korupsi
bagaimana. Kami berharap penindakan lebih kecil karena sudah
(diperbaiki) hulunya. Hulu itu dari pendidikan dan pencegahan yang lebih
taat," ujar Wapres Ma'ruf Amin.
Sebelumnya, berdasarkan data
Transparency International Indonesia (TII), Corruption Perception Index
atau IPK Indonesia Tahun 2022 melorot 4 poin menjadi 34 dari sebelumnya
38 pada 2021, atau berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei.
Di 2021, skor IPK Indonesia adalah 38 dengan peringkat 96.
IPK
mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur
korupsi sektor publik di 180 negara dan teritori. Skor 0 berarti sangat
korup dan skor 100 berarti sangat bersih.
Di ASEAN, Singapura
menjadi negara yang dinilai paling tidak korup dengan skor 83, kemudian
diikuti Malaysia dengan skor 47, Timor Leste mendapat skor 42, Vietnam
meraih skor 42, Thailand memperoleh skor 36, Indonesia dengan skor 34,
Filipina meraih skor 33, Laos dengan skor 31, Kamboja mencapai skor 24,
serta Myanmar memperoleh skor 23.
Sementara di tingkat global,
Denmark menduduki peringkat pertama dengan IPK 90, kemudian diikuti
Finlandia dan Selandia Baru dengan masing-masin skor 87, Norwegia
mendapat skor 84, Singapura dan Swedia dengan masing-masing skor 83,
serta Swis memperoleh skor 82.
Di posisi terendah,
Somaliamendapat skor 12, sementara Suriah dan Sudan Selatan
masing-masing dengan skor 13 serta Venezuela meraih skor 14.
IPK
Indonesia sama dengan Bosnia Herzegovina, Gambia, Malawi, Nepal, dan
Sierra Leone. IPK Indonesia bahkan lebih rendah dibandingkan Kolombia
(39), Lesotho (37), Kazakhstan (36), maupun Sri Langka (36).
Deputi
TII Wawan Suyatmiko menyebut berdasarkan analisis, indikator ekonomi
mengalami tantangan besar antara profesionalitas perusahaan dalam
menerapkan sistem antikorupsi dengan kebijakan negara yang melonggarkan
kemudahan berinvestasi.
"Negara berkembang mau pilih investor
dari negara yang seperti apa? Apakah dari negara dengan standar
antikorupsi tinggi atau yang penting pertumbuhan ekonomi jalan?"
kataWawan.
Analisis lain adalah dari sisi indikator politik tidak
terjadi perubahan signifikan karena korupsi politik masih marak
ditemukan. Selanjutnya, indikator penegakan hukum menunjukkan kebijakan
antikorupsi terbukti belum efektif dalam mencegah dan memberantas
korupsi.
0 comments:
Post a Comment