Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein
Sebentar lagi seluruh umat Islam akan menjalan ibadah Puasa Ramadhan 1444 H . Puasa di bulan Ramadhan memang
ibadah yang paling banyak ditunggu-tunggu umat Islam. Karena itu, dalam
beberapa hari kedepan, untaian kalimat Marhaban ya Ramadhan, selamat
datang bulan suci Ramadhan patut kita kumandangkan.
Namun,
marhaban ya Ramadhan sepatutnya bukan sekadar ucapan selamat datang
yang terlontar dari mulut belaka. Bukan pula dengan berprilaku
konsumtif, mengikuti ajakan iklan di tayangan televisi. Maklum,
menjelang Ramadhan ini, berbagai komoditas yang diproduksi dengan
sensibilitas keagamaan dilempar ke pasar dan diiklankan.
Tanpa
kita sadari, umat Islam pada setiap momentum Ramadhan tiba selalu
diposisikan sebagai konsumen potensial untuk meraup keuntungan bisnis.
Sepertinya ibadah puasa nantinya kurang sempurna jika tidak mengkonsumsi
makanan serta minuman tertentu yang diiklankan dengan mengatasnamakan
agama.
Sungguh disayangkan jika kita termasuk ‘korban’ dan masuk
kaum konsumtif. Subtansi penyambutan Ramadhan yang benar-benar
diharuskan Islam telah kita tinggalkan. Yang ada hanya kita mengikuti
ajakan konsumerisme, yang sebenarnya telah menjauh dari esensi
penyambutan Ramadhan.
Marhaban ya Ramadhan, sepatunya kita
menyambut bulan penuh keberkahan itu dengan berbenah diri.
Perbuatan-perbuatan tercela, tidak terpuji, kebohongan, kemalasan dan
perbuatan-perbuatan negatif yang (mungkin) kita telah lakukan sebelumnya
harus segera ditinggalkan. Kita sambut Ramadhan dengan hati yang bersih
dan jernih. Berbenah diri untuk menjalankan ibadah puasa selama satu
bulan penuh.
Ibadah puasa di bulan suci ini yang diwajibkan untuk
orang-orang beriman di seluruh dunia bukan sekadar ibadah. Ibadah puasa
di bulan Ramadhan sangat berbeda dengan ibadah lain. Sebab, puasa adalah
ibadah ‘rahasia’. Artinya, orang itu berpuasa atau tidak hanyalah orang
berpuasa itu sendiri dan Allah saja yang mengetahuinya.
Ramadhan
adalah bulan penyemangat. Bulan yang mengisi kembali baterai jiwa setiap
muslim. Ramadhan sebagai “Shahrul Ibadah” harus kita maknai dengan
semangat pengamalan ibadah yang sempurna. Ramadhan sebagai “Shahrul
Fath” (bulan kemenangan) harus kita maknai dengan memenangkan kebaikan
atas segala keburukan. Ramadhan sebagai "Shahrul Huda" (bulan petunjuk)
harus kita implementasikan dengan semangat mengajak kepada jalan yang
benar, kepada ajaran Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad Saw.
Ramadhan
sebagai "Shahrus-Salam" harus kita maknai dengan mempromosikan
perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai “Shahrul-Jihad” (bulan
perjuangan) harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang
kedzaliman dan ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai “Shahrul
Maghfirah” harus kita hiasi dengan meminta dan memberiakan ampunan.
Ramadhan juga sebagai bulan kesabaran, maka kita harus melatih untuk
sabar dalam menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam
al-Quran adalah ‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam (QS. Ali
Imran/3: 146).
Semoga dengan mempersiapkan diri kita secara baik
dan merencanakan aktivitas dan ibadah-ibadah dengan ihlas, serta berniat
“liwajhillah wa limardlatillah”, karena Allah dan karena mencari ridha
Allah, kita mendapatkan kedua kebahagiaan tersebut, yaitu
"sa'adatud-daarain" kebahagiaan dunia dan akherat. Semoga kita bisa
mengisi Ramadhan tidak hanya dengan kuantitas harinya, namun lebih dari
pada itu kita juga memperhatikan kualitas puasa kita.
Mengakhiri hikmah ini,
ada baiknya kita mendengarkan kisah Khalifah Umar bin Khathab. Suatu
ketika Umar pernah menghukum Amru bin Ash, sang gubernur Mesir kala itu
yang berbuat semena-mena terhadap seorang rakyatnya yang miskin.
Seorang
gubernur yang bertugas di Hamash, Abdullah bin Qathin pernah dilucuti
pakaiannya oleh Umar. Sang khalifah menyuruh menggantinya dengan baju
gembala. Bukan itu saja, si gubernur diminta menjadi penggembala domba
sebenarnya untuk beberapa saat. Hal itu dilakukan Umar karena sang
gubernur membangun rumah mewah buat dirinya.
“Aku tidak pernah menyuruhmu membangun rumah mewah!” ucap Umar begitu tegas.
Esensi
puasa Ramadhan juga memberikan nilai ajaran agar orang yang beriman dan
bertakwa mengikuti tuntunan Nabi saw yang hidupnya sangat sederhana.
Dalam sebuah hadist, Rasulullah juga bersabda, “Berhentilah kamu makan
sebelum kenyang.”
Semoga di bulan Ramadhan nanti, kita bisa mengambil hikmah untuk bisa menjalankan hidup sederhana. Aamiin.
0 comments:
Post a Comment