Jakarta ( KONTAK BANTEN) – Kejaksaan Agung mendukung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan “Bersih-Bersih BUMN” melalui langkah preventif dan refresif terhadap fraud atau perbuatan curang mengenai laporan keuangan di BUMN.
Menurut Jaksa Agung Burhanuddin langkah-langkah tersebut dilakukan untuk membenahi BUMN dari segi hukum dan bisnis serta terwujud BUMN modern dan andal sebagai tulang punggung pembangunan nasional menyongsong Indonesia Emas 2045.
“Mewujudkan BUMN bersih dari korupsi adalah pekerjaan besar bagi kita semua yang akan bermanfaat tidak hanya hari ini. Tapi juga untuk generasi mendatang,” kata Jaksa Agung saat menjadi “Keynote Speaker” di acara Penandatanganan Naskah Nota Kesepahaman antara Kementerian BUMN dan BPKP di Gedung BPKP, Jakarta, Senin (04/03/2024).
Jaksa Agung pun menuturkan pengungkapan kasus di BUMN oleh Kejagung dinilai dapat menjadi bukti konkret keseriusan pemerintah membenahi BUMN. “Kolaborasi antara BUMN, BPKP dan Kejaksaan diharapkan dapat terus berjalan dan meningkat,” ujarnya.
Jaksa Agung sebelumnya mengatakan BUMN sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam perekonomian kerakyatan harus mampu memberi pelayanan kepada masyarakat. “Selain itu juga bertugas untuk memperoleh keuntungan bagi negara.”
Oleh karenanya, tuturnya, jika aksi korporasi tidak mengindahkan risiko fraud, dampaknya bisa sangat signifikan dan merugikan. “Mulai segi finansial, reputasi, pengaruh negatif bagi investasi, hukuman regulator dan sanksi hukum.”
Begitupun, ujar dia, masalah internal dan kegagalan tata kelola, merusak moral karyawan dan budaya perusahaan, peningkatan biaya operasional, hingga risiko kepailitan.
“Terjadinya fraud di lingkup BUMN akan sangat berdampak bagi tidak tercapainya tujuan pembangunan nasional,” kata Jaksa Agung seraya menyebutkan sebagai langkah mitigasi Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional.
Tak kalah penting dia menjelaskan mengenai lima prinsip kebijakan dalam pengendalian fraud yang berguna untuk diimplementasikan dalam tata kelola birokrasi pemerintah, yakni:
– Fraud Risk Governance dijalankan melalui penatakelolaan risiko fraud, dalam hal ini manajemen risiko kecurangan dicantumkan dalam kebijakan tertulis yang menyampaikan informasi mengenai program dan kinerja.
– Fraud Risk Assessment atau penilaian terhadap risiko kecurangan. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan kemungkinan, jenis, dan biaya yang ditimbulkan dari suatu risiko kecurangan.
– Fraud Control Activity yang berupa aktivitas pengawasan internal dalam upaya mencegah terjadinya kecurangan.
– Fraud Investigation and Corrective Action, apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran yang menjurus kepada perilaku fraud, maka harus dilaporkan dan ditangani secara tepat waktu. Dalam hal ini, terhadap pelanggaran tersebut harus diberikan sanksi dan hukuman yang tepat.
– Fraud Risk Management Monitoring Activities atau aktivitas pemantauan dan evaluasi sebagai langkah dalam meningkatkan pendeteksian kecurangan, serta mengkomunikasikan hasil dari program manajemen risiko kecurangan kepada semua pegawai.
Jaksa Agung mengatakan terkait dengan penandatanganan nota kesepahaman dimaksudkan untuk menyamakan persepsi antar instansi, korporasi dan aparat pengawasan dalam upaya menerapkan mitigasi risiko Fraud.
0 comments:
Post a Comment