Sudah lebih dari 1400-an orang ditangkap karena korupsi, termasuk dari kepala daerah, hingga kepala desa. Namun, praktik korupsi tetap saja terjadi di sektor politik, bahkan terus berkembang modus-modusnya.
Pemilihan umum (pemilu) dan permasalahan korupsi masih kental dalam politik praktis di Indonesia. Saat ini, pelaksanaan Pemilu sudah diwarnai praktik-praktik yang tidak berintegritas, seperti money politik, politik identitas, hingga black campaign.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan bahwa pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) bisa berlangsung berintegritas, jika Partai Politik (Parpol), Penyelenggara Pemilu, dan Pemilih menjalankan tugasnya masing-masing secara berintegritas. Oleh karenanya, KPK mendorong agar semua pihak berkomitmen meningkatkan kualitas Pemilu, dengan selalu menjaga integritasnya.
Hadir pada kegiatan tersebut, Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana, Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, dan Juru Bicara Nasional DPP Partai Perindo Tama S Langkun.
“Kalau sudah begini, yang bertarung bukan kompetisi visi-misi dan kompetensi, tapi kekuatan uang. Lalu, proses politik beralih, dari yang mencari pemimpin yang berintegritas, menjadi mencari orang yang menang,” imbuh Ghufron.
Berdasarkan data perkara KPK, sambung Ghufron, sudah lebih dari 1400-an orang ditangkap karena korupsi, termasuk dari kepala daerah, hingga kepala desa. Namun, praktik korupsi tetap saja terjadi di sektor politik, bahkan terus berkembang modus-modusnya.
"Kalau semula tertangkap karena pake HP, kemudian sekarang tidak perlu HP. Kalau kemudian pakai transfer, transfernya terlacak, maka kemudian tidak ada transfer," ujarnya.
Oleh karenanya, KPK berharap kepada KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), sebagai lembaga penyelenggara Pemilu berupaya mewujudkan Pemilu 2024 yang berintegritas.
“Hanya dengan Pemilu yang berintegritas, maka pemimpin yang terpilih juga berintegritas, untuk menentukan anggaran, pelaksanaan kebijakan, ini yang penting. Kami harap para penyelenggara Pemilu dan Parpol, mari kita kuatkan komitmen untuk proses politik 2024 yang berintegritas,” ujar Ghufron.
Sementara itu, Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos menjelaskan bahwa pihaknya terus berupaya mewujudkan pelaksanaan Pemilu yang berintegritas. Salah satunya dengan penggunaan delapan sistem teknologi informasi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, mulai dari Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), Sistem Data Pemilih (Sidalih), Sistem Informasi Pencalonan (Silon), dan Sistem Rekapitulasi Elektronik (Sirekap).
Kemudian, ada Sistem Informasi Daerah Pemilihan (Sidapil), Sistem Informasi Logistik (Silog), Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam), serta Sistem Informasi Anggota KPU dan Badan Adhoc (Siakba).
“Semua informasi akan diaktifkan sekaligus untuk transparansi, menyampaikan hal-hal yang akan dan sedang dilakukan KPU. KPU juga terus melakukan sosialisasi dan pendidikan Pemilih, optimalisasi kapasitas, dan manajemen SDM,” ujar Betty.
Selain itu, Betty juga menekankan perlunya dukungan berbagai pihak, termasuk KPK, untuk mewujudkan Pemilu yang berintegritas. Terutama untuk pelaksanaan Pemilu Serentak 14 Februari 2024 nanti, yang begitu rumit dan kompleks.
“KPU tidak bisa bekerja sendiri, karena untuk sukseskan Pemilu, kita punya kesepahaman yang sama, integritas menjadi penting, karena Pemilu adalah satu-satunya sarana kedaulatan kita, di mana akan terpilih segelintir orang, yang mau tidak mau, akan menentukan kehidupan kita bersama melalui kebijakan yang diambilnya,” ujar Betty.
Sementara itu, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, menyebut bahwa tantangan pelaksanaan Pemilu 2024 bukan hanya terkait modern fraud yang melibatkan uang, namun juga perbuatan lain untuk memengaruhi hasil Pemilu.
“Berdasarkan hasil evaluasi Pemilu 2019, dari 380 tindak pidana Pemilu, 5 teratas, 67 kasus itu adalah politik uang. Lalu, 65 orang dipidana karena memilih lebih dari satu kali. Lalu, 43 orang dipidana karena penggelembungan orang. Artinya, di satu sisi kita masih berhadapan dengan politik transaksional yang riil ada, serta juga dari gangguan integritas untuk pengaruhi suara,” ujar Titi.
Praktik money politik uang tersebut semakin ‘subur’ saat ini, sambung Titi, seiring permisifnya masyarakat untuk menerima politik uang saat Pemilu. “Pemilih kita rentan memilih dipengaruhi politik transaksional, karena permisif terhadap tawaran uang. Ini tantangan yang harus kita hadapi bersama,” ujar Titi.
Oleh karenanya, menurut Titi, salah satu upaya untuk mewujudkan Pemilu 2024 yang berintegritas adalah mendidik para Pemilih agar tidak melakukan politik transaksional tersebut. Sebab, praktik tersebut, mengakibatkan biaya politik tinggi, yang membuat calon Pemilu berusaha memenuhinya dari berbagai sumber, termasuk korupsi.
Adapun diskusi ini merupakan rangkaian dari gelaran Anti-Corruption Summit ke-5 tahun 2022. Di gelar sejak 2005, ACS merupakan kegiatan kolaboratif dengan tujuan mengembangkan kapasitas akademisi anti-korupsi dan implementasi kerjasama antara KPK dengan perguruan tinggi.
Sebelum selebrasi puncak ACS ke-5 di Universitas Muhammadiyah Surabaya, terdapat beberapa rangkaian kegiatan ACS mulai dari webinar bedah buku, KKN antikorupsi, Podcast ACS, Diskusi Publik, hingga Call for Paper yang diikuti oleh 11 karya tulis terpilih untuk dipresentasikan saat selebrasi ACS.
0 comments:
Post a Comment