JAKARTA KONTAK BANTEN Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah sejak
Januari 2025 dinilai membawa manfaat besar bagi masyarakat, terutama
dalam upaya menekan angka stunting dan meningkatkan pemenuhan gizi anak
Indonesia. Namun, sejumlah kalangan menilai pelaksanaannya perlu
mendapat pengawasan dan evaluasi ketat agar tepat sasaran dan aman bagi
penerima manfaat. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) bidang Ilmu
Kesehatan Anak, Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, Sp.A (K),
M.Trop Paed, menegaskan bahwa MBG merupakan program penting dan
sebaiknya tidak dihentikan meski sempat menghadapi beberapa insiden
keamanan pangan di lapangan.
Program pemenuhan gizi bukan hal baru di Indonesia. Prof. Hinky mencontohkan, sejak 1981 pemerintah telah menjalankan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berbasis Puskesmas. Dari pengalaman itu, ia menekankan pentingnya profesionalitas dan pengawasan ketat terhadap aspek food safety dalam program MBG.
“Program besar ini harus dilakukan secara profesional. Asas keamanan pangan harus mendapat perhatian serius. Semua elemen masyarakat sebenarnya siap membantu,” tambahnya.
Survei Indonesian Social Survey (ISS) pada Agustus 2025 juga menunjukkan dukungan publik yang kuat terhadap MBG. Dari 2.200 responden di seluruh Indonesia, 77 persen menilai program tersebut memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), MBG turut menyasar ibu hamil, menyusui, dan balita, selain siswa sekolah. Di Papua Tengah, tercatat 101 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah beroperasi hingga Agustus 2025.
“Kalau masyarakat makin sejahtera berarti indikatornya berhasil. Tapi tidak bisa instan. MBG perlu sinergi antara pemerintah daerah, para ahli, dan masyarakat. Ini pekerjaan yang tidak sederhana, tapi mulia,” tutup Prof. Hinky







0 comments:
Post a Comment