
Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga
menyampaikan pemaparan di PT Asahimas Chemical (ASC), Kota Cilegon,
Banten, Jumat (21/11/2025).
KOTA CILEGON KONTAK BANTEN - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendorong pemerintah untuk
menjamin realisasi pasokan harga gas bumi tertentu (HGBT) serta
membatasi keran impor produk petrokimia guna menjaga daya saing industri
nasional.
Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga, di Cilegon, Banten, Jumat, mengatakan industri petrokimia seperti PT Asahimas Chemical (ASC) merupakan industri pionir yang strategis karena mampu mensuplai kebutuhan bahan baku bagi sekitar 400 industri nasional.
"Indonesia memiliki sumber daya luar biasa, namun ketergantungan impor petrokimia masih tinggi. Pertumbuhan industri ini harus didukung penuh, baik dari sisi regulasi maupun insentif," ujar Lamhot saat melakukan kunjungan kerja ke PT ASC.
Lamhot menyoroti tantangan utama yang dihadapi industri saat ini, salah satunya adalah realisasi insentif harga gas bumi tertentu.
Ia mengungkapkan temuan di lapangan bahwa dari pasokan 100 persen yang dijanjikan pemerintah, realisasinya baru mencapai 65 persen.
Menurut dia, ketidaksesuaian pasokan energi tersebut dinilai sangat mempengaruhi efisiensi produksi.
Di sisi lain, industri dalam negeri juga terpukul oleh masuknya produk impor, seperti PVC, yang dikenakan tarif bea masuk nol persen, khususnya dari China.
"Produk yang dihasilkan Asahimas sebenarnya sudah mencukupi kebutuhan nasional, sehingga seharusnya kita tidak perlu lagi impor. Kran impor ini harusnya ditutup, khususnya untuk produk yang suplainya sudah terpenuhi di dalam negeri," ujarnya.
Menurut dia, jika daya saing industri menurun akibat tingginya biaya energi dan serbuan produk impor, hal tersebut akan berdampak negatif pada iklim investasi. Investor akan enggan menanamkan modal baru untuk ekspansi jika kondisi pasar tidak kondusif.
Selain isu energi dan perdagangan, Lamhot juga menyinggung kendala bahan baku garam industri yang masih bergantung pada impor dari Australia dan Amerika Serikat. Kendala cuaca dan nilai keekonomian membuat korporasi enggan memproduksi garam industri lokal.
"Namun dengan teknologi saat ini, rekayasa produksi seharusnya bisa dilakukan untuk mengatasi kendala cuaca," ujarnya.
Komisi VII DPR RI berkomitmen untuk mengurai persoalan ini dengan mengomunikasikan temuan tersebut kepada kementerian terkait, termasuk Kementerian Perindustrian untuk masalah teknis industri dan Kementerian Perdagangan terkait regulasi imp "Ini yang mau kita dorong agar tidak mengganggu iklim investasi kita ke depan," pungkas Lamhot.
Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga, di Cilegon, Banten, Jumat, mengatakan industri petrokimia seperti PT Asahimas Chemical (ASC) merupakan industri pionir yang strategis karena mampu mensuplai kebutuhan bahan baku bagi sekitar 400 industri nasional.
"Indonesia memiliki sumber daya luar biasa, namun ketergantungan impor petrokimia masih tinggi. Pertumbuhan industri ini harus didukung penuh, baik dari sisi regulasi maupun insentif," ujar Lamhot saat melakukan kunjungan kerja ke PT ASC.
Lamhot menyoroti tantangan utama yang dihadapi industri saat ini, salah satunya adalah realisasi insentif harga gas bumi tertentu.
Ia mengungkapkan temuan di lapangan bahwa dari pasokan 100 persen yang dijanjikan pemerintah, realisasinya baru mencapai 65 persen.
Menurut dia, ketidaksesuaian pasokan energi tersebut dinilai sangat mempengaruhi efisiensi produksi.
Di sisi lain, industri dalam negeri juga terpukul oleh masuknya produk impor, seperti PVC, yang dikenakan tarif bea masuk nol persen, khususnya dari China.
"Produk yang dihasilkan Asahimas sebenarnya sudah mencukupi kebutuhan nasional, sehingga seharusnya kita tidak perlu lagi impor. Kran impor ini harusnya ditutup, khususnya untuk produk yang suplainya sudah terpenuhi di dalam negeri," ujarnya.
Menurut dia, jika daya saing industri menurun akibat tingginya biaya energi dan serbuan produk impor, hal tersebut akan berdampak negatif pada iklim investasi. Investor akan enggan menanamkan modal baru untuk ekspansi jika kondisi pasar tidak kondusif.
Selain isu energi dan perdagangan, Lamhot juga menyinggung kendala bahan baku garam industri yang masih bergantung pada impor dari Australia dan Amerika Serikat. Kendala cuaca dan nilai keekonomian membuat korporasi enggan memproduksi garam industri lokal.
"Namun dengan teknologi saat ini, rekayasa produksi seharusnya bisa dilakukan untuk mengatasi kendala cuaca," ujarnya.
Komisi VII DPR RI berkomitmen untuk mengurai persoalan ini dengan mengomunikasikan temuan tersebut kepada kementerian terkait, termasuk Kementerian Perindustrian untuk masalah teknis industri dan Kementerian Perdagangan terkait regulasi imp "Ini yang mau kita dorong agar tidak mengganggu iklim investasi kita ke depan," pungkas Lamhot.






0 comments:
Post a Comment