BANTEN KONTAK BANTEN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, menilai seluruh Pemda di Banten belum mempunyai keseriusan dalam melakukan penataan aset Barang Milik Daerah (BMD).
Padahal di awal tahun, seluruh Pemda sudah memberikan pernyataan komitmennya untuk bersama-sama melakukan penataan asset BMD. Namun sampai menjelang akhir tahun, progress dari komitmen itu masih sangat sedikit.
Kepala Satgas Korsupgah Wilayah Dua KPK RI, Arif Nur Cahyo mengatakan, Pemprov Banten misalnya, dari target sertifikasi asset BMD tahun 2025 sebanyak 143 bidang yang dikomitmenkan, sampai saat ini realisasinya baru mencapai 83 bidang.
Angka itu sudah cukup baik dibandingkan dengan Kabupaten Lebak, yang menargetkan sebanyak 250 bidang namun sampai sekarang yang baru terealisasi hanya satu bidang saja. Termasuk di Kabupaten Pandeglang, dari 370 baru sedikit yang terealisasi.
Kemudian Kabupaten Serang, menargetkan sebanyak 500, Kabupaten Tangerang 750 bidang, Kota Cilegon 166 bidang, Kota Serang 232 bidang, Kota Tangerang 350 bidang dan Kota Tangerang Selatan 402 bidang.
“Padahal saya beberapa kali ke Pandeglang. Kalau bidang saya tidak bisa selesai, biarlah bidang lain nanti yang ke sana,” kata Arif, saat Rapat Koordinasi Lanjutan Pencegahan Korupsi Melalui Penertiban dan Pengamanan Barang Milik Daerah di Wilayah Provinsi Banten di aula Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, KP3B, Kota Serang, Kamis (20/11/2025).
Arif menghitung, jika setiap tahunnya Pemda bisa menyelesaikan sebanyak 3.100 bidang, membutuhkan waktu sekitar 10 tahun Provinsi Banten bisa selesai melakukan penataan asset BMD.
Namun saat ini, dikomitmenkan bersama tiga tahun bisa selesai. Karena data itu, jika dibandingkan dengan realisasi dari PTSL, itu jauh lebih kecil.
“Maka ini perlu Kerjasama dan komunikasi yang baik bagaimana optimalisasinya,” pungkasnya.
Dikatakan Arif, tingkat sertifikasi BMD di Provinsi Banten ini, belum mencapai 50 persen dari seluruh asset yang ada sekitar 38.000 bidang.
Hal ini, kata Arif, harus menjadi bahan mitigasi resiko bersama, mengingat dari beberapa temuan BPK hampir setiap tahun ada di daerah, pertama pertanggungjawaban tidak sesuai dengan kondisi rill-nya, misalnya kekurangan volume pekerjaan.
“Walaupun WTP 10 kali berturut-turut, kekurangan volume itu pasti ditemukan,” pungkasnya.
Kemudian yang kedua adalah, pengamanan asset daerah yang belum tertib. Itu sering menjadi temuan BPK setiap tahunnya, baik terkait dengan pencatatan, penatausahaan, pemanfaatannya dan yang paling penting pengamanan dari BMD itu sendiri.
“Pengamanan administrasi, fisik dan hukum. Ini yang sering kita lalaikan. Secara administrasi tercatat di BPKAD, namun secara rill fisik nya kan ada di masing-masing OPD pelaksana. Itu yang harus ditekankan,” pungkasnya.
Sekda Provinsi Banten Deden Apriandi mengatakan, secara finansial BMD itu memiliki fungsi yang sangat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Tetapi dalam pelaksanaan pengelolaannya, syarat juga dengan potensi kecurangan dan konflik kepentingan. Dirinya juga mengaku, menemukan berbagai kendala dan hambatan yang dihadapi, dalam pensertipikatan aset tanah pemerintah daerah di wilayah Banten.
Misalnya, tidak dapat menunjukan batas-batas dari aset tanah yang dimilikinya, belum ada batas dan patok tanah yang dimiliki, tidak memiliki/tidak dapat menunjukan alas hak kepemilikan atau dokumen awal pencatatan atas aset tanah yang dikuasainya.
Kemudian aset tanah milik Pemda dikuasai oleh pihak ketiga, atau tumpang tindih antara lokasi yang dimohon dengan sertipikat hak atas tanah (hm/hp) yang terbit lebih dahulu dan atau berada di area kawasan DAS/RTH.
“Lalu hasil pengukuran BPN, berbeda dengan yang tercatat di sistem KIB,” ujarnya.







0 comments:
Post a Comment