JAKARTA KONTAK BANTEN Ribuan guru madrasah menuntut kesetaraan status kepegawaian dengan guru sekolah negeri melalui pengangkatan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Tuntutan itu disuarakan dalam aksi di kawasan Monas dan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (30/10) dan audiensi dengan Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro di Istana.
Dalam pertemuan di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Ketua Umum Pengurus Besar Punggawa Guru Madrasah Nasional Indonesia (PGMNI) Heri Purnama meminta komitmen politik pemerintah dalam penyelesaian status ribuan guru madrasah yang masih berstatus honorer.
“Hari ini harus ada political will dari Pak Presiden untuk masa depan guru-guru madrasah. Beranikah pemerintah mengangkat mereka menjadi PPPK atau ASN dan ditempatkan di madrasah awal?” ujar Heri seusai audiensi.
Menurut Heri, ketimpangan perlakuan sudah berlangsung lama. Ia menegaskan bahwa dasar hukum guru madrasah dan guru sekolah umum sama, tetapi akses pengangkatan berbeda.
“Puluhan tahun yang lalu, komunitas guru madrasah ini lebih besar jumlah honorernya ketimbang negerinya. Dan jumlah ini bertahan sampai hari ini. Kami tidak menemukan sisi lain untuk meningkatkan kesejahteraan guru-guru madrasah,” ucapnya Dasar hukumnya sama, undang-undang guru dan dosen, tapi perlakuannya berbeda. Tidak ada kuota PPPK atau ASN untuk guru madrasah swasta,” paparnya lagi.
Heri mengaku memahami ketidakhadiran Presiden Prabowo Subianto yang sedang menghadiri KTT APEC di Korea Selatan, tetapi menegaskan harapan tindak lanjut cepat. “Kita akan lihat komitmen dari Pak Wamen. Dalam waktu satu minggu ke depan, ada kabar gembira, kabar manis untuk kami yang tetap istikamah membangun generasi berakhlak,” ujarnya.
Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro menegaskan pihaknya menghimpun seluruh aspirasi dan akan menyampaikannya kepada Presiden.
“Bukan tidak mau menemui, tapi memang Pak Presiden sedang tidak ada di tempat. Aspirasi teman-teman akan kami sampaikan,” kata Juri.
Ia mengakui pengangkatan guru madrasah menjadi PPPK masih menjadi pekerjaan rumah. “Kebijakan ini terus bergulir secara bertahap. Tidak bisa selesai sekaligus karena banyak persoalan di bidang pendidikan.”
Selain PGMNI, hadir pula perwakilan Perkumpulan Guru Madrasah Mandiri (PGMM), Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI), dan Gerakan Nasional Antidiskriminasi Guru. Perwakilan Gerakan Nasional Antidiskriminasi Guru, Muhammad Zein, menyatakan perlunya afirmasi khusus.
“Ketika sekolah-sekolah negeri honorer diangkat PPPK, maka guru madrasah swasta mestinya juga punya hak yang sama. Itu satu-satunya tuntutan kami,” ujarnya.
Ia menambahkan banyak guru sudah berusia di atas 30, 40, bahkan 50 tahun. “Tanpa PPPK, berarti masih terjadi diskriminasi antara sekolah dengan madrasah.”
Di kawasan Monas dan Patung Kuda, massa membawa spanduk “Guru Berhak PPPK” dan “Stop Diskriminasi Guru Swasta”. Yel-yel “Guru Berhak Sejahtera!” terdengar dari mobil komando.
Mayoritas peserta mengenakan pakaian putih dan kopiah, disertai sejumlah seragam organisasi. Polisi menurunkan 1.597 personel, memasang barikade besi, dan menutup Jalan Medan Merdeka Selatan. Arus lalu lintas dialihkan ke Jalan H. Agus Salim.
Heri menyebut aksi tersebut puncak dari rangkaian upaya dialog dengan DPR, Kementerian Agama, Kementerian PAN-RB, dan Badan Legislasi. Selain pengangkatan menjadi PPPK/ASN, guru menuntut penerbitan SK PPPK bagi guru bersertifikasi tanpa diskriminasi.
“Kami mendidik anak-anak bangsa, membina akhlak di daerah. Kami ingin diakui dan diberi ruang kesejahteraan setara guru negeri. Sudah puluhan tahun kami menunggu,” ujar Heri.
Pemerintah sebelumnya telah mengangkat lebih dari satu juta tenaga honorer, terutama guru sekolah negeri, melalui skema PPPK dalam tiga tahun terakhir. Namun, perwakilan guru madrasah menilai skema afirmasi belum menyentuh madrasah swasta secara merata.







0 comments:
Post a Comment