Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah melakukan kajian mendalam dan pemodelan untuk menjawab pertanyaan ini.
Jawabannya tegas: Tsunami dari Megathrust Selat Sunda bisa mencapai pantai Jakarta, meski dengan ketinggian yang relatif lebih rendah dibandingkan kawasan pesisir langsung di Selat Sunda.
Bukti Sejarah dan Pemodelan Teknis BMKG
BMKG mendasarkan kekhawatiran ini pada dua hal: catatan sejarah dan hasil pemodelan saintifik.
1. Fakta Sejarah Tsunami 1883
Sejarah mencatat bahwa letusan dahsyat Gunung Krakatau pada tahun 1883 menyebabkan tsunami yang sangat besar. Gelombang tsunami saat itu dilaporkan mampu menjangkau Pantai Batavia (kini Jakarta).
Fakta sejarah ini menjadi dasar kuat bahwa tsunami dahsyat di Selat Sunda memiliki kemampuan merambat hingga ke perairan Teluk Jakarta, meski gelombang utama yang lebih tinggi menerjang pesisir Banten dan Lampung.
2. Hasil Pemodelan Tsunami Megathrust (M 8,7)
Untuk skenario terburuk dari gempa tektonik, BMKG melakukan pemodelan untuk gempa Megathrust Selat Sunda dengan potensi kekuatan Magnitudo (M) 8,7 hingga M 9,1.
Hasil pemodelan BMKG menunjukkan:
- Waktu Kedatangan: Gelombang tsunami diprediksi akan tiba di Pantai Jakarta dalam waktu sekitar 2,5 hingga 3 jam setelah gempa terjadi. Waktu ini memberikan jeda penting untuk evakuasi jika peringatan dini dikeluarkan segera.
- Ketinggian Gelombang: Ketinggian gelombang tsunami yang sampai di Jakarta diperkirakan mencapai sekitar 0,5 meter hingga 0,6 meter di wilayah seperti Kapuk Muara, Kamal Muara, Ancol, dan Tanjung Priok (diukur dari muka air laut rata-rata).
- Skenario Terburuk: Beberapa penelitian lain, termasuk dari BRIN, bahkan menunjukkan potensi ketinggian gelombang bisa mencapai 1 meter hingga 1,8 meter di pesisir Jakarta Utara, terutama jika terjadi pada saat air laut sedang pasang dan diperburuk dengan fenomena penurunan permukaan tanah (subsiden) di Jakarta.
Pernyataan Kunci BMKG: "Tsunami yang dihasilkan oleh gempa megathrust Selat Sunda bisa sampai ke Pantai Jakarta, namun ketinggiannya akan jauh berkurang karena terlindungi oleh Pulau Jawa bagian barat dan faktor kedalaman perairan."
Mengapa Jakarta Tetap Terancam?
Meskipun ketinggian gelombang di Jakarta diprediksi lebih rendah dibandingkan Banten atau Lampung (yang bisa mencapai belasan hingga 20 meter), ancaman tsunami di Ibu Kota tetap harus diwaspadai karena beberapa faktor:
- Kepadatan Penduduk dan Infrastruktur Vital: Jakarta Utara adalah kawasan padat penduduk dan pusat kegiatan ekonomi, pelabuhan, serta infrastruktur vital.
- Tanah Lunak dan Subsiden: Struktur tanah di Jakarta, khususnya wilayah utara, yang lunak (aluvial) dan rentan terhadap penurunan permukaan tanah (subsiden) dapat memperburuk dampak gempa (amplifikasi guncangan) dan membuat gelombang tsunami lebih mudah masuk ke daratan.
- Waktu Tempuh Cepat: Waktu tempuh 2,5 hingga 3 jam tetap memerlukan kesiapsiagaan yang sangat cepat dan terstruktur.
Imbauan dan Mitigasi dari BMKG
Menanggapi potensi ancaman ini, BMKG secara konsisten menyerukan pentingnya mitigasi bencana yang komprehensif.
- Edukasi dan Kesiapsiagaan Masyarakat: Masyarakat diimbau untuk selalu mengenali jalur dan lokasi evakuasi.
- Infrastruktur Anti-Gempa: Peningkatan ketahanan struktur bangunan, terutama di kawasan pesisir Jakarta, terhadap guncangan gempa menjadi prioritas.
- Sistem Peringatan Dini: Pemda dan instansi terkait harus memastikan sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS) berfungsi optimal dan informasi dapat disalurkan dengan cepat dan akurat ke masyarakat.
Ancaman Megathrust Selat Sunda adalah potensi bahaya yang nyata. Meskipun BMKG menegaskan tidak ada yang bisa meramal kapan gempa akan terjadi, kesiapsiagaan adalah kunci utama untuk mengurangi risiko bencana yang mungkin terjadi. (*)







0 comments:
Post a Comment