JAKARTA KONTAK BANTEN Konflik di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) makin panas. Rapat pleno Syuriah PBNU yang dipimpin
langsung Rais Aam KH Miftachul Akhyar resmi menunjuk KH Zulfa Mustofa
sebagai Penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU menggantikan KH Yahya Cholil
Staquf (Gus Yahya) yang di berhentikan dari jabatannya.
Tak terima dengan keputusan itu, Gus Yahya balik melawan. Ia
menyiapkan langkah hukum dan menggelar pleno tandingan bersama para
loyalisnya di Kantor PBNU Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (10/ 12/
2025).
Penetapan Zulfa dilakukan dalam pleno tertutup yang
digelar Syuriah PBNU di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (9/12/2025) malam.
Ratusan pengurus hadir, mulai dari Rais Aam, Katib Aam, Mustasyar,
A’wan, hingga unsur Tanfi dziyah.
KH Zulfa Mustofa, memberikan keterangan pers usai Rapat Pleno, di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (9/12/2025). (Foto: NU Online)
Sejumlah tokoh tampak berada di ruang pleno, di
antaranya Sekjen PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Gubernur Jatim
Khofifah Indar Parawansa, hingga Menteri Agama Nasaruddin Umar. Jajaran
kiai sepuh dan keluarga besar pendiri NU seperti Nyai Mahfudhoh Ali
Ubaid, Kiai Mustofa Aqil Sirodj, dan Kiai Hasib Wahab, juga hadir.
Pleno dibuka Kiai Miftachul Akhyar, kemudian masuk
sesi tertutup yang di pimpin Rais Syuriah PBNU Prof. Mohammad Nuh dengan
agenda memilih Pj Ketum PBNU pengganti Gus Yahya.
“Menetapkan Penjabat Ketua Umum PBNU masa bakti sisa,
yaitu Bapak M. Zulfa Mustofa,” kata Prof. Nuh dalam konferensi pers
usai pleno.
Zulfa diberi mandat mempersiapkan Muktamar PBNU agar
siklus kepemimpinan kembali ke jalur normal. Mengingat Muktamar 2021 di
Lampung sempat mundur setahun akibat pandemi.
Tugas awal Zulfa adalah sosialisasi internal kepada
jajaran pengurus NU di seluruh Indonesia. “Agar semua memahami proses
dan hasil pleno,” ujar Prof. Nuh.
Zulfa menekankan pentingnya menjaga stabilitas
organisasi. Ia meminta warga NU tetap tenang dan tidak terprovokasi
rumor. Termasuk rumor soal “Kelompok Sultan” vs “Kelompok Kramat.”
Apa maksudnya? Usai terjadinya perseteruan, PBNU kini
terbagi dalam 2 kubu. Yakni Kelompok Sultan yang merupakan sebutan bagi
kubu Rais Aam Miftakhul Akhyar. Disebut kelompok Sultan, karena mereka
menggelar rapat pleno di Hotel Sultan, Jakarta.
Sedangkan kubu lainnya disebut Kelompok Kramat. Ini
julukan kepada kubu Gus Yahya yang menggelar pleno tandingan di Kantor
PBNU di Jalan Kramat Raya, Jakarta.
Penetapan Pj Ketum ini langsung memicu perlawanan
dari Kelompok Kramat. Mereka menuding Pleno Kelompok Sultan tidak sah
karena cacat prosedur dan bertentangan dengan AD/ ART.
Namun, Kelompok Sultan mengklaim rapat telah memenuhi
kuorum. “Sejak awal sudah lebih dari 50 persen plus satu, yaitu 55,39
persen,” tegas Prof. Nuh. Ia bahkan menunjukkan daftar hadir resmi
sebagai bukti sahnya pleno.
Sementara Kelompok Kramat menyatakan sebaliknya.
Sekjen PBNU kubu Gus Yahya, Amin Said Husni, menyebut pleno itu tidak
sah secara konstitusional.
“Itu hanya sekitar 50 orang dari total 200 anggota yang punya hak pleno. Seperempat saja,” tegas Amin.
Ia juga menyinggung nasihat kiai-kiai sepuh dari
Ploso dan Tebuireng yang terang-terangan melarang pemakzulan Ketua Umum.
“Kalau tidak mendengarkan nasihat kiai sepuh, terus mau dengar siapa?”
ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua PBNU Savic Ali alias Gus
Savic. Menurutnya, rapat pleno Kelompok Sultan lemah secara aturan
organisasi. Segala produk turunan yang melanggar AD/ART, kata dia, tidak
bisa dibenarkan dan diterima oleh organisasi.
Ia pun memastikan hal itu akan membuat perpecahan di
tubuh PBNU. “Dengan ini kepengurusan PBNU sudah pasti terbelah, Gus
Yahya sendiri sudah bilang akan menempuh jalur hukum,” ucapnya.
Sedangkan Gus Yahya mengaku siap mengambil jalur
hukum jika diperlukan. Menurutnya, tatanan organisasi harus dijaga.“Kami
siap apapun yang diperlukan. Tatanan organisasi perlu dijaga supaya
tidak rusak,” ujarnya di Kantor PBNU.
Namun, ia menilai langkah hukum belum tentu menjadi
jalan utama saat ini. “Mandataris hanya bisa diberhentikan melalui
muktamar bersama Rais Aam dan Ketua Umum. Kalau tidak, ya tidak muktamar
selama-lamanya,” katanya.