JAKARTA – Jumlah guru honorer di Indonesia sudah membengkak hingga
satu juta lebih. Kabarnya masih banyak yang belum masuk pendataan
Kemendikbud. Saat ini, proses pengajuan mereka menjadi aparatur sipil
negara (ASN) cukup susah. Alternatif lainnya dimasukkan menjadi pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).
Plt Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Hamid
Muhammad menuturkan, Kemendikbud menyisir guru honorer yang sudah
terdata. Khususnya terkait pemenuhan kriteria sudah berijazah S-1 dan
usianya kurang dari 33 tahun. “Hasilnya, ada sekira 252 ribu guru
honorer yang sudah S-1 dan usianya di bawah 33 tahun,’’ katanya di
Jakarta, Senin (20/11).
Kemendikbud sudah mengusulkan kepada Kementerian PAN-RB supaya para
guru honorer yang memenuhi kriteria itu untuk bisa diangkat menjadi
calon ASN. Tetapi sampai sekarang, Kementerian PAN-RB tidak memberikan
izin untuk mengangkat guru calon ASN dari pelamar honorer. “Selanjutnya
kita siapkan skenario diangkat menjadi P3K,” tuturnya.
Hamid berharap pengajuan status guru honorer menjadi P3K itu bisa
disetujui Kementerian PAN-RB. Sebab, bisa memenuhi kekurangan guru.
Meskipun bisa menjadi P3K, para guru honorer itu tetap harus mengikuti
dan lolos seleksi. Selain itu, untuk bisa diangkat menjadi P3K, guru
harus memiliki sertifikat profesi hasil pendidikan profesi guru (PPG).
Secara keseluruhan, jumlah guru ASN di Indonesia memang banyak.
Namun, sebarannya tidak merata sehingga masih ada sekolah yang
kekurangan guru. Kemudian, kekurangan itu diisi guru honorer. Guru
ASN-nya banyak yang berkumpul di pusat kabupaten, kota, atau provinsi.
Selama ini pemerintah tidak pernah sukses menjalankan redistribusi guru
untuk mengisi kekurangan.
Cara lain untuk mengatasi kekurangan guru adalah merger atau regrouping
beberapa sekolah. Hamid mengatakan, penggabungan sekolah negeri bisa
lebih mudah diterapkan. “Kecuali gurunya demo,’’ jelasnya. Dengan
penggabungan itu, kekurangan guru bisa ditekan.
Hamid juga berpesan kepada sekolah supaya tidak gampang mendirikan
kelas baru di sekolah negeri. Jika guru dan bukunya terbatas, tidak
perlu dipaksakan membuka kelas baru. Terkait daya tampung, bisa
dialihkan ke sekolah swasta sehingga daya tampung siswa baru tidak
terkonsentrasi di sekolah negeri saja.
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi
mengatakan, kekurangan guru paling banyak ada di jenjang SD. Dia
berharap pemerintah tidak mempersulit pengangkatan guru honorer menjadi
calon ASN. Sebab, selama ini guru honorer membantu pemerintah mengatasi
kekurangan guru.
“Coba tidak ada guru honorer, pasti banyak SD yang tidak bisa berjalan kegiatannya,” tuturnya.
Sebab, banyak ditemukan di dalam satu unit SD, hanya ada satu guru
ASN yang merangkap kepala sekolah. Sisanya diisi guru honorer.
Dia tidak keberatan dilakukan seleksi asalkan sama-sama guru honorer.
Artinya, dalam setiap pengangkatan calon ASN baru, dialokasikan kuota
untuk guru honorer. Unifah mengakui guru harus kompeten dan profesional.
0 comments:
Post a Comment