PANDEGLANG – Kasus
sengketa tanah antara warga dan ahli waris dengan PT. Banten West Java
(BWJ) kian memanas. Setelah mediasai dengan Pemkab Pandeglang dan BWJ
pada awal pekan lalu berakhir deadlock, warga akhirnya mematok tanah
seluas 462 hektar yang diklaim mereka.
Tanah ratusan hektar itu sebelumnya juga
diklaim oleh pihak BWJ selaku pengembang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Tanjung Lesung di Kecamatan Panimbang.
Wacana pematokan ini sempat mendapat
perlawanan dari pihak keamanan BWJ. Bahkan awak media pun sempat
dilarang untuk memasuki kawasan tersebut. Namun karena warga ngotot
untuk tetap mematok, akhirnya hal itu tak mampu dihalangi oleh sejumlah
sekuriti yang berjaga. Selain mematok, warga bersama ahli waris juga
memasang spanduk penyataan bahwasannya tanah mereka tidak pernah dijual
kepada pihak manapun.
Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Bina
Nusantara (Binus), Uneh Junaedi selaku perwakilan warga mengatakan,
pematokan itu dilakukan warga sebagai bentuk ketegasan atas tanah yang
dianggap merupakan hak mereka. Karena selama ini, BWJ dituding telah
merampas harta mereka tanpa kejelasan apapun.
“Bahkan hingga kini, BWJ tidak pernah
menunjukkan bukti keabsahan atas tanah yang terletak di blok 22 itu.
Mereka juga tidak pernah ada iktikad untuk menyelesaikan kasus ini,”
kata Uneh, Minggu (10/12/2017).
Uneh menuturkan, 271 pemilik lahan yang
diserobot BWJ, telah menyatakan sikap untuk terus mempertahankan dan
memperjuangkan hak mereka. Bahkan, warga juga siap untuk pasang badan
menghadapi segala kemungkinan yang akan dilakukan BWJ.
“Kami kirim surat pemberitahuan izin
prinsip, namun BWJ seolah berlindung di bawah PP Nomor 26 Tahun 2012
Tentang KEK Tanjung Lesung. Padahal legal standingnya, ini adalah status
quo, mereka mengklaim tanpa fakta,” ujarnya.
Mantan Sekretaris Pansus Pembentukan
Kawasan Wisata Eksklusif Tanjung Lesung itu menambahkan, warga pun
merasa tak perlu menempuh jalur hukum. Soalnya, mereka meyakini bahwa
tanah tersebut merupakan sah milik warga sejak tahun 1964 yang
dibuktikan dengan girik.
“Sejauh ini kami tidak merasa melakukan
upaya hukum, karena kami meyakini bahwa tanah tersebut merupakan sah
milik warga. Kami memegang teguh pada legal formal yang kami miliki
berupa 271 girik,” pungkasnya.
Salah seorang warga pemilik lahan,
Hasanudin menceritakan, tanah yang dimilikinya itu merupakan tanah Eks
Transmigrasi Lokal (Translok) yang digagas pemerintah pada tahun 60an.
“Tahun 1964, orang tua saya lah yang
membabat dan membuka lahan di kawasan Tanjung Lesung bersama 350 sekian
orang lainnya yang berasal dari Majalengka. Dimana setiap orang mendapat
jatah tanah 2 hektar” terangnya.
Namun ketika BWJ masuk pada tahun 1994,
warga Translok itu justru dilarang untuk memasuki kawasan tersebut. Oleh
karenanya, ia menegaskan bahwa bukti yang dimiliki sangat kuat untuk
mempertahankan bidang tanah yang kini diklaim BWJ.
“Bukti girik kami ada. Saya kumpulkan dari saudara-saudara yang lain. Jadi kami siap mempertahankan hak kami,” ujarnya.
Warga kini berharap agar Pemkab Pandeglang
dapat memfasilitasi pertemuan dengan Administrator KEK. Sebab, warga
menilai bahwa lembaga tersebut lah yang mengetahui titik persoalan yang
kini semakin membuat gerah masyarakat. Administrator KEK diminta
membongkar semua dokumen lahan BWJ yang memiliki luas hampir 1.500
hektar.
“Kami hanya meminta Pemkab memfasilitasi kami untuk berbicara dengan Administrator KEK,” tuturnya.
0 comments:
Post a Comment