JAKARTA-Komisi Pemilihan Umum akhirnya menetapkan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun
2018 tentang Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten atau Kota pada Sabtu lalu, 30 Juni 2018.
Peraturan KPU (PKPU) ini, sebelumnya menuai kontroversi. Khususnya
dalam Pasal 7 Ayat 1 huruf h yang memuat larangan bagi mantan narapidana
(napi) kasus korupsi, untuk mendaftaran diri sebagai calon anggota
legislatif (caleg) di Pemilu 2019.
Meskipun Pasal 7 ayat 1 huruf h itu tak hanya melarang eks koruptor
jadi caleg, tetapi termasuk bekas terpidana bandar narkoba dan kejahatan
seksual anak. Tetapi, nyatanya frasa larangan bagi eks koruptor itu
yang paling 'seksi' disorot.
Bagaimanapun, PKPU Nomor 20 Tahun 2018 ini sudah disahkan. Dengan
demikian, ketentuan larangan bagi eks koruptor mulai diterapkan KPU, dan
mengikat bagi sebagai syarat calon legislatif di semua tingkatan
wilayah dalam Pemilu 2019.
KPU juga telah mempersiapkan
pelaksanaan tahapan pengajuan bakal calon Anggota DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Adapun pendaftaran bagi bakal
caleg, dimulai sejak 4 Juli hingga 17 Juli 2018 mendatang.
Kontroversi PKPU larangan napi koruptor nyaleg ini meluncur bak bola
panas, di tengah hiruk pikuk Pilkada serentak 2018, dan persiapan
tahapan Pemilu 2019. Komisi II DPR RI, yang merupakan mitra dari KPU RI,
menolak PKPU Nomor 20 Tahun 2018, karena dinilai menabrak konstitusi.
Anggota
Komisi II DPR RI, Achmad Baidowi mengatakan, penolakan terhadap PKPU
Nomor 20 Tahun 2018 itu bukan pada substansinya, yakni semangat
menghadirkan calon-calon legislator berintegritas di DPR. Tetapi,
penolakan lebih kepada prosedur hukum yang dilanggar KPU, dan
bertentangan dengan UU di atasnya. "Itu tidak boleh," kata Baidowi di
Gedung DPR RI, Jakarta, Senin 2 Juli 2018.
Kontroversi PKPU larangan napi koruptor nyaleg ini meluncur bak bola
panas, di tengah hiruk pikuk Pilkada serentak 2018, dan persiapan
tahapan Pemilu 2019. Komisi II DPR RI, yang merupakan mitra dari KPU RI,
menolak PKPU Nomor 20 Tahun 2018, karena dinilai menabrak konstitusi.
Anggota
Komisi II DPR RI, Achmad Baidowi mengatakan, penolakan terhadap PKPU
Nomor 20 Tahun 2018 itu bukan pada substansinya, yakni semangat
menghadirkan calon-calon legislator berintegritas di DPR. Tetapi,
penolakan lebih kepada prosedur hukum yang dilanggar KPU, dan
bertentangan dengan UU di atasnya. "Itu tidak boleh," kata Baidowi di
Gedung DPR RI, Jakarta, Senin 2 Juli 2018.
0 comments:
Post a Comment