Bencana merupakan bahasa alam untuk menegur
manusia bahwa mereka telah melakukan tindakan yang merugikan diri mereka
sendiri. Namun kebanyakan manusia tidak menyadarinya dan menganggap
mereka justru melakukan perbaikan di muka bumi ini. Firman Allah, “Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (QS Al-Baqarah [2]: 220)
Dalam ayat yang lain, Allah menerangkan bagaimana fiil manusia yang selalu berhasrat melakukan perusakan pada alam. ''Munculnya
kerusakan di bumi dan lautan adalah karena sebab perbuatan
tangan-tangan manusia agar mereka merasakan sebagian dari apa yang
mereka kerjakan agar mereka kembali ke jalan yang benar.'' (QS Ar-Ruum [30]: 41).
Kebanyakan
manusia memang lalai akan hal ini. Tapi bagi Allah, tidak akan luput
pengawasaan bagi mereka yang melakukan perusakaan itu. “…dan Allah
mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan.
Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan
kepadamu….” (QS Al-Baqarah [2]: 220)
Namun,
peringatan kecil yang diberikan alam atas kemaksiatan dan kedzaliman
yang mereka lakukan itu, alih-alih menjadikan mereka berpikir, malah
mereka menjadi semakin rakus dan sombong. Mereka merasa aman dari
ancaman Allah kepada orang-orang yang melakukan kerusakaan itu, padahal
Allah berfirman, ''Apakah penduduk suatu negeri merasa aman dari
kedatangan adzab Kami sedangkan mereka terlena dalam tidurnya. Apakah
penduduk suatu negeri merasa aman dari kedatangan adzab Kami sedangkan
mereka sedang asyik-asyik bermain dengan aktivitasnya. Apakah mereka
merasa aman dari adzab Allah, tidak ada seorang pun yang merasa aman
dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi.'' (QS Al-A'raf [7]: 97-99).
Sesungguhnya
Allah sangat tidak suka terhadap orang-orang yang gemar melakukan
kerusakan di muka bumi (lihat QS Al-Qashash [28]: 77). Seharusnya
manusia bisa mengambil ibrah dari beberapa kejadian yang
diakibatkan oleh alam yang melanda negeri ini. Banyak bencana alam
terjadi karena keserakahan kita sendiri.
Bencana
alam merupakan musibah yang sudah ditakdirkan Allah kepada kita. Secara
makna musibah dalam bahasa Arab berarti mengenai, menimpa, atau
membinasakan. Muhammad Husein Thabataba'i, ahli tafsir modern dalam
kitabnya, Al-Mizan fi Tafsir al-Quran, menyatakan bahwa musibah
adalah kejadian apa saja yang menimpa manusia yang tidak dikehendaki.
Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muhammad bin Nasr
at-Thabari pernah mengatakan, ''Apa yang menimpa manusia berupa hal-hal
yang tidak dikehendaki, itu namanya musibah.''
Dalam
Alquran terdapat beberapa ayat yang menyinggung persoalan 'musibah';
bala dan ujian atau cobaan. Seperti termaktub dalam surat Al Baqarah
ayat 155, Al Maidah (5) ayat 49, dan At Taubah (9) ayat 50. Musibah yang
menimpa seseorang atau suatu kelompok tertentu, berupa sakit, kerugian
dalam usaha, kehilangan barang, meninggal dunia (musibah yang bersifat
individual), dan bencana alam, peperangan, wabah penyakit, kekeringan
yang berkepanjangan, dan musibah lain yang bersifat sosial.
Upaya
untuk mengantisipasi musibah bukan saja pada tingkat pencegahan semata,
tapi juga pada tingkat penanggulangan dari akibat yang ditimbulkannya.
Karena membiarkan diri dalam kerusakan dan kebinasaan sangat
bertentangan dengan prinsip-prinsip Alquran dalam menjaga jiwa.
Sebagaimana firman Allah, ''Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah karena sesungguhnya
Allah sangat menyukai orang-orang yang berbuat baik.'' (QS Al Baqarah [2]: 195).
Relevansi
antara musibah dan sabar, sangat berkaitan dan semestinya berjalan
beriringan. Manusia tidak bisa mengelak dari musibah. Namun manusia bisa
menyiasati agar dia tidak larut dalam kebinasaan ekses dari musibah
yang dihadapinya. Untuk itu perlu adanya strategi agar tidak larut dalam
kesedihan. Manusia memang sudah disifati dengan keluh-kesah bila
mendapat musibah dan lalai kalau mendapat nikmat atau kelapangan setelah
berlalunya musibah yang baru dihadapinya.
Di
sinilah sabar memiliki posisi penting agar pengharapan lepas dari
himpitan itu hanya semata-mata kepada Allah. Secara bahasa, sabar
artinya tahammul, yakni daya tahan atau daya pikul. Sebuah
kemampuan karunia Allah yang paling besar setelah iman. Musibah adalah
ujian bagi keimanan seseorang (baca QS Muhammad [47]: 31). Semakin berat
ujian yang dialami seorang hamba, maka Allah hendak mengangkat
derajatnya lebih tinggi karena keimanannya akan meningkat. Namun bila
sebaliknya, dia tidak sabar dalam menghadapi musibah itu dan lalai dalam
mengingat Allah maka derajat keimanannya akan statis atau turun.
Berat
ringannya ujian seorang hamba disesuaikan dengan kadar keimanan yang
bersangkutan. Setelah lulus menjalani ujian ada pemutihan dosa-dosa dan
ada promosi ke martabat/derajat yang lebih tinggi. Itulah yang terjadi
pada Nabi Ayub AS; mendapat pujian ni'mal 'abd (hamba paling
baik), karena dapat membuktikan kesabaran selama delapan belas tahun
sakit semacam lepra, yang memakan seluruh tubuh, hanya menyisakan lidah
dan jantungnya. Dalam ketiadaan harta semua orang menjauh, kecuali sang
istri yang setia berkat iman di dada. Allah mengabulkan doa Ayub:
mengangkat penyakitnya, mendatangkan kembali keluarga dan orang-orang
yang bersamanya (QS Al Anbiya [21]: 83-84).
Begitu
juga ujian-ujian yang teramat berat yang dipikul oleh utusan-utusan
Allah yang mulia. Semakin berat beban yang mereka pikul, semakin
sempurna derajatnya di sisi Allah. Dan Nabi Muhammad SAW adalah hamba
yang paling mulia di sisi Allah karena kadar ujiannya paling besar juga.
Musibah
dalam hidup ini bisa menimpa kita kapan saja. Tak ada yang ingin
mendapat musibah dalam hidupnya. Namun itu mustahil adanya, karena
musibah adalah salah pintu meningkatkan derajat seseorang. Tanpa
kesabaran dalam menghadapi musibah atau ujian itu sama saja dengan orang
jatuh lalu tertimpa tangga. Dia dapat dua kemalangan sekaligus,
kesempitan hati karena musibah yang dialaminya dan kedudukan yang rendah
di mata Allah dan makhluk. Orang yang tidak sabar cenderung bersikap
pesimistis dan hanya akan menjadi beban bagi orang lain.
Sedangkan
mereka yang menempatkan kesabaran sebagai perisai, berarti mereka
memiliki modal penting untuk bangkit setelah musibah itu berlalu. Dalam
kesabaran, tersedia energi yang dapat membuka peluang untuk lebih maju
dari sebelumnya. Dalam artian, seorang muslim harus melihat musibah yang
tengah dihadapinya itu sebuah batu loncatan untuk mengasah diri agar
menjadi lebih baik. Karena musibah itu memberikan pelajaran dan hikmah
bagi mereka, agar tidak terpuruk untuk kali kedua. Mereka akan lebih
berhati-hati dan kemungkinan besar tidak akan terpelosok pada lubang
yang sama.
Kembali pada fokus bicara kita di
atas, di mana sering terjadi bencana alam di tanah air harus disikapi
dengan dada yang lapang. Mungkin Allah tengah menguji hamba-hambaNya
yang beriman, yang kebaikan berpulang kembali pada diri mereka. Ujian
itu akan makin memantapkan kedudukan di sisi Allah sekiranya mereka
bersabar menghadapinya. Namun sebaliknya, bila mereka tidak mampu
menerima musibah yang terjadi ini sebagai ujian dari Allah, lalu mereka
berputusasa dari mengharap pertolongan Allah apalagi jatuh keperbuatan
maksiat, maka mereka termasuk orang-orang yang merugi.
Selain
itu, bencana alam yang terus mendera bangsa ini bisa memberikan
pelajaran pada kita untuk dapat mengharagai alam. Bijak dalam
memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di alam secara optimal tanpa
melakukan eksploitasi yang berlebihan. Yang terpenting dari itu semua,
musibah atau ujian yang meninpah silih berganti itu merupakan teguran
Allah agar kita mau membuka mata hati. Menginsyafi atas segala maksita
dan kezaliman yang kita lakukan kepada Allah, yang sejatinya kita
menzalimi diri kita sendiri.
Beruntunglah
orang-orang yang melewati segala musibah ini dengan sabar dan ikhlas dan
mengharapkan pertolongan hanya kepada Allah untuk melapangkan himpitan
itu. Karena mereka akan mendapat kedudukan yang lebih mulia dan derajat
terhormat di sisi-Nya. Namun tak ada kebaikan apa-apa selain dari
kerugian bagi mereka yang berputusasa mengharap pertolongan Allah dari
musibah yang mendera mereka.
0 comments:
Post a Comment