TANGERANG-Meski manfaat menjadi peserta BPJS Kesehatan salah satunya
mendapatkan pelayanan obat-obatan di berbagai jenjang fasilitas
kesehatan, namun ternyata hal itu tidak sepenuhnya terbukti.
Hasil survei sementara Banten Bersih mengungkap fakta, pasien
pengguna layanan BPJS Kesehatan masih ada yang harus membeli obat
sendiri setelah menggunakan kartu JKN di fasilitas kesehatan di Kota
Serang, Banten.
"Ada temuan bahwa pasien BPJS Kesehataan kerap tidak menerima obat
dari fasilitas kesehatan (faskes). Mereka juga terpaksa harus membeli
obat di luar farmasi faskes yang telah ditanggung oleh BPJS. Harga obat
di luar tersebut diduga melebihi harga eceran tertinggi," beber
Gufroni, Koordinator Banten bersih dalam rilis yang diterima
TangerangNews.com, Selasa (18/9/2018).
Survei itu, kata dia, dilakukan di satu Puskesmas, satu rumah sakit
rujukan di tingkat Provinsi, satu rumah sakit rujukan di tingkat
Kabupaten/Kota dan satu rumah sakit swasta. Kegiatan yang berlangsung
sejak akhir Juli 2018 dan masih berlangsung pun mengungkap beberapa
temuan lain.
"Pemantauan berupa survei yang dilakukan di Kota Serang. Kota ini
dipilih karena posisinya sebagai Ibu Kota Provinsi sehingga bisa menjadi
indikator bagi fasilitas kesehatan di Kabupaten/Kota lain," jelasnya.
Sementara, lanjutnya, pasien BPJS Kesehatan yang tidak mendapatkan
obat dari farmasi rumah sakit itu karena alasan dari pihak farmasi
ketersediaan obat yang diresepkan dokter sedang kosong.
"Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan obat, pasien terpaksa membeli
obat di apotik di luar farmasi faskes dengan harga lebih tinggi
dibandingkan HET (Harga Eceran Tertinggi)," imbuhnya.
Dia mencontohkan, salah satu pasien BPJS Kesehatan terpaksa membeli
satu strip yanh berisi 10 tablet berupa obat Harnal Ocas 400 miligram di
apotik luar rumah sakit dengan total harga Rp183.500. Sementara
berdasarkan data e-katalog LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah), harga Harnal Ocas adalah Rp4.799 per tablet atau Rp47.990
per strip. Bahkan di toko online, obat serupa harganya hanya Rp159.000.
Selain itu, dalam survei itu juga mendapatkan temuan bahwa ada pasien
BPJS Kesehatan yang tidak mendapatkan obat epidosine di farmasi faskes
lantaran kosong. Obat tersebut juga langka di apotik luar farmasi.
Kemudian pasien diarahkan oleh tenaga medis untuk membeli obat tersebut
di farmasi rumah sakit lain yang memiliki stok obat epidosine. Obat
dibeli dengan harga Rp80 ribu per ampuls padahal harga di luar berkisar
Rp35 ribu sampai Rp60 ribu.
Banten Bersih pun menilai bahwa kekosongan obat bagi pasien BPJS
Kesehatan di rumah sakit merugikan publik. Mereka seharusnya mendapatkan
jaminan kesehatan karena salah satu manfaat program jaminan kesehatan
adalah pelayanan obat untuk berbagai jenjang fasilitas kesehatan.
Adanya temuan awal dalam survei itu, lanjut Gufroni, Banten Bersih
mendorong manajemen faskes rumah sakit yang bekerja sama BPJS Kesehatan
lebih transparan dalam dalam melaporkan ketersediaan obat di farmasi.
"Pihak rumah sakit harus memastikan dan mengupayakan pasien bisa
menerima obat yang dibutuhkan sebagaimana dijamin oleh program JKN,"
tegasnya.
Selain itu, pihak BPJS Kesehatan juga didesak harus lebih intensif
dalam mensosialisasikan hak dan kewajiban kepada para penerima jaminan.
"Hal ini patut dilakukan karena masih banyak pasien yang belum paham akan hak-hak mereka di faskes," tandasnya.
0 comments:
Post a Comment