Islam memandang
kepemimpinan sebagai sesuatu yang harus ada. Sebagaimana banyak
disebutkan dalam teks Alquran dan Hadits. Begitu pun dengan beberapa qaul al-sahabah (perkataan sahabat) yang menghendaki untuk adanya kepemimpinan. Allah berfirman:
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (QS. An-Nisa [4]: 59).
Nabi Muhammad secara jelas menyebutkan soal kepemimpinan dalam salah satu sabdanya, “Setiap
orang di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab
atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan dimintai
tanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di
tengah keluarganya dan akan dimintai tanggung jawab atas
kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin dan akan ditanya soal
kepemimpinannya. Seorang pelayan/ pegawai juga pemimpin dalam mengurus
harta majikannya dan ia dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya.”
(Shahih Al-Bukhari dari Ibnu Umar r.a. no. 893, 2409, 2558, 2751, 5188,
5200 dan Shahih Muslim dari Ibnu Umar no. 4724, HR. Tirmidzi; bab
al-jihad, HR. Abu Dawud; bab al-Imarat dan HR. Ahmad; bab al-Iman).
Kebaikan yang tidak terorganisir akan dapat terkalahkan dengan keburukan yang terorganisir (Ali bin Abi Thalib). Tiada
Islam melainkan dengan jama’ah, tiada jama’ah melainkan dengan
kepemimpinan, dan tiada kepemimpinan melainkan dengan ketaatan (Abu Bakar al-Shiddiq).
Taat dan patuh kepada Ulil Amri
dalam ketentuan-ketentuan Allah adalah wajib. Ini berdasarkan suruhan
supaya kembali kepada Alquran dan As-Sunnah dalam memecahkan segala
persoalan yang diperselisihkan. Karena itu jika seorang pemimpin
memerintahkan sesuatu yang sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah
dan Rasul-Nya maka seluruh kaum Muslimin wajib mentaati perintah
tersebut. Jika memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan perintah
Allah dan Rasul-Nya maka dia tidak punya hak untuk ditaati dan dipatuhi
(Hawwa, 2013: 101).
Pemimpin merupakan
wakil Tuhan dalam mengurus umat manusia dan sekaligus wakil umat manusia
dalam mengatur dirinya. Pemimpin yang menghayati bahwa hakikat
kepemimpinan adalah pertanggung jawaban diharapkan masing-masing orang
berusaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi masyarakat luas.
Pemimpin/ penguasa tidak ditempatkan pada posisi sebagai sayyid al-ummah (penguasa umat), melainkan sebagai khadim al-ummah
(pelayan umat). Dengan demikian, kemaslahatan umat wajib senantiasa
menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan oleh para
penguasa, bukan sebaliknya rakyat atau umat ditinggalkan (Hamzah, 2011:
202).
Urgensi Kepemimpinan
Dalam
Islam kepemimpinan sangat urgen keberadaannya. Urgensi kepemimpinan
dapat tergambarkan dalam perkataan al-Afwah al-Audi’, seorang penyair
jahili yang mengatakan:
“Kekacauan
tidak akan menyelamatkan manusia selama tidak ada pemimpin, pemimpin
tidak akan ada apabila orang-orang bodoh berkuasa. Rumah tidak akan
berdiri di atas tiang, tiang tidak akan ada apabila tidak dibangun
fondasi. Apabila pondasi, tiang, dan penghuni berkumpul, maka mereka
akan sampai pada tujuan yang dikehendaki.”
Orang-orang
yang pesimis takut jika angin bertiup tidak sesuai dengan arah kapal,
sedangkan orang yang optimis senantiasa berharap angin menjadi tenang.
Akan tetapi, seorang pemimpin dia akan membetulkan letak layarnya agar
bisa mengambil manfaat dari kekuatan angin tersebut (As-Suwaidan &
Basyarahil, 2005: 13).
Hakikat Kepemimpinan
Bicara
soal kepemimpinan, maka perlu kiranya untuk melihat lebih dalam apa
hakikat kepemimpinan. Menurut Jasiman (2012: 233-239), beliau memaknai
kepemimpinan sebagai berikut:
- Kepemimpinan adalah kepedulian
Pemimpin
yang sebenarnya adalah pemimpin yang lahir dari masyarakat. Ia adalah
orang yang prihatin atas situasi dan kondisi yang melanda masyarakatnya,
lantas ia memberikan kepedulian dengan memberikan advokasi dan
pembelaan. Ia adalah orang yang mencintai masyarakat dan berat hati
melihat mereka dalam kesulitan. Ia adalah orang yang dengan cintanya
selalu berusaha mencari solusi atas problematika yang mereka hadapi.
Demikian itulah yang dirasakan oleh Rasulullah, sebagaimana difirmankan
oleh Allah dalam Alquran:
Artinya: “Sungguh
telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128).
- Kepemimpinan adalah amanah dan tanggung jawab
Ketika
seseorang diangkat atau ditunjuk untuk memimpin suatu lembaga atau
institusi maka ia sebenarnya mengemban tanggung jawab yang besar. Ia
harus mempertanggungjawabkannya di hadapan manusia dan di hadapan Allah.
Jabatan bukan merupakan keistimewaan, apalagi kalau jabatan itu bukan
diberikan kepadanya tapi ia sendiri yang memintanya. Terlebih buruk lagi
apabila kepemimpinan atau jabatan itu ia dapatkan dengan dan membohongi
rakyat melalui money politic-nya. Jadi, seorang pemimpin atau pejabat tidak boleh merasa menjadi manusia yang istimewa dan menuntut diistimewakan.
- Kepemimpinan adalah pengorbanan
Menjadi
pemimpin atau pejabat bukanlah untuk menikmati kemewahan atau
kesenangan hidup dengan berbagai fasilitas duniawi yang menyenangkan.
Sebaliknya, menjadi pemimpin adalah untuk berkorban lebih banyak bagi
kemaslahatan agama, umat, bangsa, dan negaranya. Apalagi ketika
masyarakat yang dipimpinnya berada dalam kondisi sulit.
- Kepemimpinan adalah kerja keras
Ketika
seseorang diberi amanah kepemimpinan, pada saat itu ia dituntut untuk
bekerja keras menunaikan tugas dan tanggung jawab besar yang akan
ditanyakan di akhirat nanti, apakah dia menjaga amanah atau
melalaikannya. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya
Allah akan menanyakan kepada setiap pemimpin tentang kepemimpinan yang
dibebankan kepadanya; apakah dia menjaganya atau melalaikannya; hingga
seorang laki-laki akan ditanya tentang anggota keluarganya.” (HR. Ibnu Hibban).
- Kepemimpinan adalah pelayanan
Pemimpin
adalah pelayan bagi orang yang dipimpinnya. Oleh karena itu, menjadi
pemimpin atau pejabat berarti mendapatkan kewenangan yang besar untuk
melayani rakyatnya. Setiap pemimpin harus memiliki visi dan misi
pelayanan bagi orang-orang yang dipimpinnya untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka. Atas dasar itu, sebenarnya bukan pada tempatnya
apabila pemimpin itu justru minta dilayani oleh rakyat.
- Kepemimpinan adalah keteladanan dan kepeloporan
Dalam
segala bentuk kebaikan, seorang pemimpin seharusnya menjadi teladan dan
pelopor, bukan malah menjadi pengekor yang tidak memiliki sikap
terhadap nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Ketika seorang pemimpin
menyerukan kejujuran kepada rakyat yang dipimpinnya maka ia telah
menunjukkan kejujuran itu. Ketika ia menyerukan hidup sederhana dalam
soal materi maka ia tunjukkan kesederhanaannya, bukan malah kemewahan.
Masyarakat sangat menuntut adanya pemimpin yang bisa menjadi pelopor dan
teladan dalam kebaikan dan kebenaran. Sebagaimana ia adalah pelopor
dalam melakukan kebaikan, ia adalah orang yang paling jauh dari
keburukan dan kemungkaran.
Refleksi
Krisis
terbesar dunia saat ini adalah krisis keteladanan. Krisis ini jauh
lebih dahsyat dari krisis energi, kesehatan, pangan, transportasi dan
air. Karena dengan absennya pemimpin visioner, kompeten, dan memiliki
integritas yang tinggi maka masalah air, konservasi hutan, kesehatan,
pendidikan, sistem peradilan, dan transport akan semakin parah.
Akibatnya, semakin hari biaya pelayanan kesehatan semakin sulit
terjangkau, manajemen transportasi semakin amburadul, pendidikan semakin
kehilangan nurani welas asih yang berorientasi kepada akhlak mulia,
sungai dan air tanah semakin tercemar dan sampah menumpuk dimana-mana.
Ini lah, antara lain permasalahan yang dialami dunia muslim, termasuk
Indonesia (Antonio, 2009: 3).
Indonesia dan dunia Islam saat ini sangat merindukan pemimpin politik yang memiliki visi, kompetensi dan compassionate
untuk memajukan bangsanya. Indonesia merindukan suri tauladan
leadership yang meyakini bahwa jabatan adalah tanggungjawab dunia
akhirat dan bukan kemegahan serta peluang (opportunity) untuk menambah
kekayaan semata dengan apapun caranya. Pemimpin yang tidak bisa tidur
nyenyak karena masih banyak rakyatnya yang bergizi buruk. Pemimpin yang
tidak bisa bercuti panjang karena banyak Puskesmas dalam keadaan
memprihatinkan. Pemimpin yang tidak terlalu nikmat duduk dalam ruangan
ber-AC sementara masih banyak rakyatnya korban longsor, lumpur dan
banjir berada di tenda-tenda pengungsian. Pemimpin yang tidak tega
meminta kenaikan gaji dan fasilitas karena sebagian pegawai PNS gaji
pokoknya tidak lebih besar dari anggaran telepon rumah seorang pejabat
di tingkat kabupaten (Antonio, 2009: 5).
Daftar Pustaka
Antonio, M. S. (2009). Muhammad Saw: The Super Leader Super Manager. (C. Sholehudin, & M. N. Ali, Eds.) Jakarta: Tazkia Publishing.
As-Suwaidan, T. M., & Basyarahil, F. U. (2005). Melahirkan Pemimpin Masa Depan. (A. Anggoro, Ed., & Habiburrahman, Trans.) Jakarta.
0 comments:
Post a Comment