Sejak gaung slogan penolakan terhadap
pemimpin Sekuler lantang disuarakan, kekuatan islam politik mulai dianggap
sebagai ancaman bagi penganut politik sekuler. Ditambah dengan aksi 212
tahun 2016 dan reuninya di tahun 2017 makin membuat merinding pendukung
status quo sistem ini. Lebih-lebih lagi tahun 2018 mendatang yang
digadang-gadang sebagai tahun politik segera tiba, namun kekuatan islam
politik tak surut juga.
Sebelumnya, politik islam dipahami
sebagai keikutsertaan orang muslim dalam pemilihan dan pencalonan
pemimpin. Selain itu, politik Islam juga dimaknai upaya memperbanyak
kader muslim dalam lembaga legislatif. Seiring dengan gencarnya da’wah
dan semangat kembali pada Al-Quran dan Sunah, politik islam
diperjuangkan sebagai upaya menjadikan aturan-aturan Islam sebagai
tuntunan dalam menyelesaikan persoalan publik - termasuk persoalan
politik pemerintahan.
Pergeseran makna ini merupakan hal yang
positif sebagai indikasi bahwa umat tidak lagi memeluk islam sebagai
agama ritual semata. Kini umat menganut Islam secara utuh sebagai
tuntunan kehidupan yang menyeluruh.
Kekuatan politik Islam ini memang pantas
diperhitungkan karena memiliki keistimewaan yang tidak terdapat pada
kekuatan politik sekuler.
Pertama, kekuatan
hujjah. Kekuatan hujjah adalah kekuatan landasan dalil yang dipakai umat
Islam dalam melakukan tindakan karena pada dasarnya semua tindakan
seorang muslim harus berdasarkan dalil. Kewajiban menjadikan Islam
sebagai pedoman hidup dalam semua aspek kehidupan termasuk politik
memiliki landasan hujjah tak terbantah. Ayat-ayat AlQuran dengan jelas
memerintahkan umat agar berhukum dengan hukum-hukum Allah dan
meninggalkan pembuat hukum selainNya. Rasul pun diriwayatkan sebagai
uswatun hasanah dalam menyelesaikan segala urusan masyarakat di negara
Madinah.
Para sahabat pun mengikuti metode rosul
dengan menerapkan Islam dalam kekhilafahan. Kitab-kitab imam madzhab
bertebaran mencakup pembahasan kepemimpinan dengan istilah khilafah atau
imamah. Justru penganut politik sekuler tak memiliki hujjah apapun di
sisi Allah. Tak ada ayat-ayat yang membenarkan demokrasi, sebuah sistem
yang meletakkan aturan di tangan manusia. Begitupun Rasul tak
mencontohkan bentuk negara republik, kerajaan, atau teokrasi. Namun
rasul menegakkan negara yang khas berdasarkan wahyu. Pembagian kekuasaan
yang dikenal trias politica pun nyata-nyata bukan tuntunan Islam.
Kedua, Kekuatan quwwah.
Kekuatan quwwah adalah kekuatan motivasi yang menjadi mesin pendorong
umat islam untuk melakukan amal. Karena memiliki landasan dalil yang
jelas, maka motivasi terbesar umat dalam membawa Islam sebagai aturan
kehidupan bermasyarakat adalah Ridho Allah berupa pahala dan balasan
surga. Bagi umat, motivasi ini mampu membuatnya rela mengorbankan waktu,
tenaga, harta benda, dan seluruh hidupnya untuk perjuangan islam
politik. Berbanding terbalik dengan pejuang politik sekuler. Ada banyak
bukti bahwa politisi dan massa politik sekuler melakukan pergerakan
karena mengharap manfaat dari tindakannya. Bisa jadi berupa uang
transport, uang makan, uang bulanan atau nafkah, tunjangan, jabatan dan
kedudukan, hingga terakomodasinya kepentingan mereka dalam
undang-undang.
Ketiga, kekuatan
pengemban. Momentum 212 yang dihadiri jutaan massa, membuktikan bahwa
Politik Islam diemban oleh kader-kader dari berbagai kalangan hingga
tokoh dan intelektual. Para profesor yang sebelumnya bak bernaung di
menara gading mencukupkan diri sebagai akademisi, satu persatu mulai
turun gunung untuk berjuang. Mereka tak malu-malu menyuarakan Khilafah
sebagai bagian dari ajaran Islam, meskipun basic keilmuan mereka bukan
teologi/keagamaan. Tak kurang ulama-ulama tersohor pun dengan lantang
mendukung Khilafah. Hingga di berbagai tempat ulama-ulama pendukung
Khilafah ini dipersekusi, dihadang ceramahnya, tak surut Khilafah
disuarakannya. Publik pun dapat melihat perdebatan antara intelektual
dan ulama pro khilafah dengan yang kontra khilafah secara terbuka.
Keempat, kekuatan
massa. Berangkat dari kekuatan hujjah dan ketinggian motivasi, massa
islam politik sangat militan dan berkarakter. Pasca pembubaran ormas
pejuang khilafah dilakukan pemerintah, tetap saja aksi-aksi,
kajian-kajian dan acara bertema Khilafah dan Islam politik dibanjiri
massa. Massa yang hadir ini pun menunjukkan kemuliaan akhlaq yang
dicontohkan Rasulullah. Solid dan santun Dari sisi jumlah, massa riil
politik Islam tak bisa dibilang sedikit. Massa seperti ini tak dimiliki
oleh pendukung poiitik sekuler. Mereka cenderung mengedepankan emosi,
otot, dan egoisme. Jumlahnya pun banyak di dunia maya namun diragukan
jika harus terjun ke dunia nyata. Mereka enggan turun ke jalan jika tak
ada uang yang datang ke tangan.
Kekuatan-kekuatan yang dimiliki Islam
politik dan khilafah sebagai mahkotanya membuat kemenangan hanya tinggal
menunggu pertolongan Allah. Upaya-upaya menghadang kebangkitan Islam
politik akan sia-sia. Kekuatan islam politik terus eksis. Islam politik
tak berhenti bergema dan ide Khilafah makin melangit.
Oleh Muctar Anam MM
Oleh Muctar Anam MM
0 comments:
Post a Comment