JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan hingga
Jumat (23/11), mayoritas pelaku korupsi yang diproses KPK adalah
praktisi politik. Jumlahnya mencapai 61,17 persen. Praktisi politik
yang terjerat kasus korupsi itu terdiri dari 69 anggota DPR, 149
anggota DPRD dan 104 kepala daerah.
“Angka-angka ini tentu saja sangat kita sesalkan dan jika boleh
berharap, ke depan jumlah pelaku korupsi tidak perlu bertambah lagi,”
tegas Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Jumat (23/11).
Keterlibatan praktisi politik dalam kasus korupsi ini mengakibatkan
indeks korupsi di negeri ini semakin parah. Berdasarkan data Consumer Price Index (CPI)
Indonesia tahun 2017, yang dirilis Transparency International (TI)
tahun 2017, menunjukkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Indonesia berada
di angka 37. Indeks Political and Economic Risk Consultancy (PERC) turun hingga 3 poin.
Febri mengingatkan, tahun depan adalah tahun politik. Di Pemilu 2019
itu, kedudukan partai politik (parpol) semakin strategis. Selain karena
parpol sebagai satu-satunya pengusung pasangan calon presiden dan wakil
presiden, para calon yang akan mengisi kursi DPR dan DPRD juga berasal
dari partai politik.
Karena itu, KPK mengimbau agar penyelenggara yang terpilih nantinya
tidak melakukan tindak pidana korupsi. KPK juga merekomendasikan agar
parpol membangun sistem integritas sebagai perangkat kebijakan untuk
menghasilkan calon pemimpin yang berintegritas serta untuk
meminimalkan risiko korupsi politik dan penyalahgunaan kekuasaan.
“16 parpol yang akan mengikuti kontestasi politik di tahun 2019 itu
kami pandang akan berperan penting dalam menghasilkan wakil-wakil
rakyat, presiden, dan wakil presiden yang berkualitas dan
berintegritas, yang akan memimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan.
Oleh karena itu, selain imbauan pada para penyelenggara negara untuk
tidak melakukan korupsi, pembangunan sistem integritas menjadi salah
upaya yang penting dilakukan,” kata Febri.
Empat Masalah
KPK mengidentifikasi empat masalah utama yang menyebabkan kurangnya
integritas kader-kader parpol. Pertama, tidak ada standar etika politik
politisi. Kedua, sistem rekrutmen yang tidak berstandar. Ketiga sistem
kaderisasi berjenjang dan belum terlembaga. Keempat, kecilnya pendanaan
partai politik dari pemerintah.
Konferensi Nasional
Melihat permasalahan ini, KPK dalam rangkaian kegiatan Hari Anti
Korupsi 2018 kembali menyelenggarakan Konferensi Nasional Pemberantasan
Korupsi (KNPK) yang ke-13 pada Selasa (4/12), di Jakarta. KNPK dengan
tema “Mewujudkan Sistem Integritas Partai Politik di Indonesia”, ini
turut melibatkan partai politik. Tujuan untuk memberikan pemahaman
terhadap pentingnya persepsi dan gerakan bersama dalam pemberantasan
korupsi.
KPK telah melayangkan undangan untuk 16 parpol untuk menghadiri KNPK
ini. Adapun ke 16 Parpol tersebut yakni Partai Kebangkitan Bangsa,
Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Partai Golongan Karya, Partai Nasional Demokrat, Partai Garuda, Partai
Berkarya, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Indonesia, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Amanat
Nasional, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Demokrat, Partai Bulan
Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. yol/P-4
0 comments:
Post a Comment