Meski guru honorer, namun tugas mereka mulia, yaitu mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik yang kelak menajdi pemimpin bangsa. Meski memikul tugas
berat, yakni mencetak tunas bangsa, namun gaji mereka masih
memprihatinkan.
Kondisi tersebut juga terjadi di Banten. Gaji guru honorer di
provinsi paling timur di Pulau Jawa tersebut, rata-rata masih di bawah
upah minimum regional (UMR). “Guru yang melahirkan mereka (buruh), tapi
gajinya di bawah UMR. Ada yang cuma Rp 300.000, itu juga dibayarnya tiga
bulan sekali. Karena, dana BOS (bantuan operasional sekolah) turunnya
tiga bulan sekali,” kata Ketua DPRD Banten, Asep Rahmatullah, Rabu
(28/11/2018).
Atas dasar tersebut, DPRD Provinsi Banten berencana merancang
Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Pendidikan. Salah satu
poinnya, yaitu mengatur standardisasi pemberian gaji kepada guru
honorer, yang dipertimbangkan berdasarkan beban kerja.
Ia miris dengan kondisi gaji guru honorer di Banten. Oleh karena itu,
menurut dia, diperlukan perangkat regulasi untuk mengatur besaran gaji
yang dapat diterima guru honorer. Namun, tutur dia, tetap disesuaikan
dengan beban kerja dan tugas masing-masing guru honorer.
“Kan ada guru honorer yang full seminggu mengajar. Itu tentu beda
dengan guru honorer yang cuma mengajar seminggu sekali. Perda akan atur
secara komprehensif dari kompetensi, lulusan dan upah minimumnya,”
ujarnya.
Selain mengatur standardisasi gaji guru honorer, perda tersebut juga
nantinya akan membuka akses kepada guru honorer untuk mendapatkan
sertifikasi. Hal tersebut untuk mengukur berapa besaran gaji yang dapat
diterima honor bersangkutan.
Standardisasi gaji guru honorer menadi upaya untuk mendorong
peningkatan sumber daya manusia (SDM) di Banten. Guru yang berperan
dalam melahirkan SDM tersebut, harus diperhatikan, agar gaji yang layak,
sehingga jauh di bawah guru berstatus aparatur sipil negara (ASN).
Ia mengatakan, perumusan perda tersebut, akan melibatkan rektor dan
akademisi untuk memberikan pandangan. Penghimpunan pandangan mereka,
akan berjalan pada masa reses, yakni Rabu (28/11/2018) hingga Jumat
(7/12/2018).
Dengan demikian, reses kali ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana
mendengarkan aspirasi konstituen. Akan tetapi, juga mengkaji beberapa
program salah satu pendidikan.”Nanti kami kaji dan hasilnya tertuang
dalam naskah akademik yang bisa dijadikan landasan bagi eksekutif dalam
mengambil kebijakan ke depannya,” katanya.
Sekretaris DPRD Provinsi Banten, Deni Hermawan mendukung langkah DPRD
Banten yang menjadikan masa reses disertai kegiatan untuk penelitian.
“Jadi, fungsi kontrol ini bisa dilakukan secara langsung atau meluruskan
program dari eksekutif yang dirasa kurang tepat. Apa yang disampaikan
pak ketua (Ketua DPRD Banten) bisa menjadi warna bagi eksekutif dalam
penentuan kebijakan selanjutnya,” ujarnya.
0 comments:
Post a Comment