JAKARTA, (KB).- Dirjen Perhubungan Darat Kementerian
Perhubungan, Budi Setiyadi, menampung usulan kenaikan tarif angkutan
penyeberangan hingga 30% di 20 lintasan antara lain di lintas
Merak-Bakauheni, Ketapang-Gilimanuk. Kenaikan tarif pantas
dipertimbangkan karena operator selama ini hanya menerima Rp 2.800 per
penumpang yang menyulitkan menjaga keselamatan pelayaran.
“Tentang tarif ini adalah keseimbangan antara bagaimana willingness
to pay dari masyarakat dan cara kita dari pemerintah membangun sistem
keselamatan untuk masyarakat. Jadi bicara keselamatan, tidak ada
toleransi. Artinya kalau mahal pun tidak masalah asal selamat,” tegas
Dirjen Budi.
Dirjen memaparkan harapannya selaku regulator dengan adanya Rancangan
Peraturan Menteri Perhubungan (RPM) ini. “Yang kita harapkan dengan
regulasi ini untuk memperbaiki aspek keselamatan. Saya ingin kita semua
fokus, begitu sudah menyepakati adanya kenaikan harga nanti harus ada
evaluasi lagi terhadap keselamatan baik Sumber Daya Manusia, sarana-
prasarana, dan sistemnya,” ujarnya.
Dikatakan, kebijakan ini harus diambil pemerintah berdasarkan usulan
berbagai pihak. “Karena banyak permintaan ke saya untuk melakukan
evaluasi terhadap tarif penyeberangan. Saya kira banyak perkembangan
yang menuntut kita untuk memperbaiki aspek keselamatan dan keamanan,
dalam penyelenggaraan angkutan penyeberangan,” kata Budi Setiyadi, di
Jakarta, Rabu 9 Oktober 2019.
Salah satu pihak yang gencar mengusulkan kenaikan tarif adalah
Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
(Gapasdap). Ketua Umum Gapasdap, Khoiri Soetomo, menilai, dua aturan
mengenai tarif, yakni Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub/PM) No 30
tahun 2017 dan PM No 58 Tahun 2003 yang saat ini berlaku, sudah tak
relevan.
“Dulu waktu PM 58 Tahun 2003 itu isi kosong dihitung sama. Nah saat
ini karena kita memperhatikan keselamatan pelayaran dengan regulasi
internasional yang sangat tinggi maka sudah mulai isi kosong tidak
sama,” ungkap Khoiri.
Praktis, perubahan dinamika ini membutuhkan penyesuaian skema
perhitungan dan penetapan tarif yang baru. Artinya, semua penumpang di
atas kendaraan juga harus dicatat dan dilaporkan dalam skema pentarifan.
“Kalau penumpang banyak yang bayar banyak, kalau sedikit yang bayar
sedikit,” tandasnya.
Kedua, angkutan penyeberangan merupakan satu-satunya moda
transportasi massal yang tidak bisa seenaknya mengubah tarif ketika
momentum tertentu. Pada saat Natal, tahun baru, bahkan Idul Fitri
misalnya, tidak ada kenaikan tarif angkutan penyeberangan.
“Moda transportasi lain itu mengalami kenaikan sampai 3-4 kali lipat
meski itu pagi atau sore atau hari biasa saat peak season,” urainya.
Terlebih, tarif terakhir disesuaikan pada Mei 2017. Artinya, selama 2,5
tahun tak ada kenaikan tarif. “Padahal komponen biaya kami sangat tinggi
operasionalnya,” urainya.
Belum lagi, mayoritas komponen kapal merupakan barang impor. Hal ini
berdampak pada bengkaknya biaya perawatan kapal yang dibebankan kepada
perusahaan. “Sampai hari ini tidak ada komponen kapal terutama mesin
induk, mesin bantu, alat navigasi yang dibuat di dalam negeri. Semuanya
impor dan itu kita bayar menggunakan valuta asing,” katanya.
0 comments:
Post a Comment