Siapa bilang bermurah hati dan kebiasaan
berbagi tidak ada hubungannya dengan kesehatan? Penelitian terbaru pun
menyebutkan berbagi makanan dengan orang lain dapat membuat seseorang
jadi lebih baik.
Sebuah studi yang baru saja dipublikasikan di jurnal Appetite
mengaitkan hubungan antara berbagi makanan saat masih kecil dengan
perilaku tidak egois saat dewasa. Hasilnya, orang yang suka berbagi
makanan dengan keluarga cenderung lebih altruistik (tidak mementingkan diri sendiri).
Dalam riset ini, peneliti University of Antwerp, Belgia melakukan
survei terhadap 466 pelajar. Setiap partisipan ditanya seberapa sering
mereka makan di rumah ketika masih anak-anak dan perilaku prososial
(altruistik) mereka saat ini.
Hasilnya cukup mengejutkan, mereka yang lebih sering makan bersama
orang lain serta berbagi makanan lebih banyak melakukan perbuatan baik
di masa remajanya. Mulai dari menawarkan kursi di transportasi umum,
membantu teman, sampai menjadi relawan.
Menurut Charlotte De Backer, pemimpin penelitian, berbagi makanan
membuat orang berpikir tentang keadilan. “Berbagi makanan mengajarkan
tentang keadilan, melayani, tidak mengambil makanan sesuai keinginan,”
terang De Backer seperti dilansir laman TIME pada Selasa (11/11/2014).
“Warm Glow” Effect
Secara fisik berbagi dan bermurah hati terlihat merugikan. Namun
fakta lain justru sebaliknya. Sebelum ini, peneliti sudah menemukan
istilah “warm-glow-effect’, sebuah fenomena ekonomi yang pernah
dijelaskan oleh James Andreoni tahun 1989, dimana menunjukkan orang
yang beramal, berbagi dan bermurah hati justru berdampak positif atas
kemurahan hati mereka atau disebut “warm-glow effect” (efek-cahaya pemberi). Perasaan positif ini didapatkan atas tindakannya memberi atau membantu orang lain.
Studi tahun 2006 oleh Jorge Moll dari National Institutes of Health
menemukan bahwa ketika seseorang melakukan donasi kepada suatu yayasan,
beberapa area di otak yang terkait dengan kenyamanan, koneksi sosial,
dan rasa percaya turut aktif dan menciptakan efek “warm glow”. Para peneliti juga percaya bahwa ketika melakukan tindakan altruistik, otak akan melepaskan endorfin, memproduksi perasaan positif yang disebut “helper’s high.” Fenomena tersebut dapat terjadi karena ketika menolong orang, otak memproduksi hormon dopamine (yang memberi perasaan bahagia dan keyakinan bahwa yang kita lakukan adalah hal yang benar) serta hormon oxytocin
yang dikenal dapat mengurangi stres, meningkatkan fungsi imunitas, dan
mengembangkan rasa percaya dalam interaksi antar manusia.
Banyak penelitian menunjukkan sikap dermawan ternyata berkorelasi
dengan kesehatan. Salah satunya adalah penelitian Stephanie Post yang
dimuat dalam bukunya, Why Good Things Happen To Good People,
yang menyatakan bahwa berbagi dengan sesama dapat meningkatkan kesehatan
penderita penyakit kronis seperti HIV. Studi lainnya yang terkait
dilakukan oleh Stephanie Brown dari University of Michigan pada tahun
2003 terhadap beberapa pasangan manula. Dalam penelitian tersebut,
Stephanie menemukan bahwa manula yang menolong tetangga, teman, dan
saudara, ataupun yang memberikan dukungan secara emosional kepada
pasangannya, ternyata memiliki risiko lebih rendah untuk meninggal dunia
di 5 tahun ke depan, dibandingkan dengan manula yang tidak memberikan
bantuan praktikal maupun emosional kepada sesama. [Obat yang Lebih Manjur: Saling Berbagi!, www.blogdokter.net, Sep 19, 2012]
Menolak 70 Macam Bencana
Sebelum para peneliti menemukan bukti manfaat bermurah hati dan
berbagi pada sesama, Islam telah menganjurkan umatnya untuk menafkahkan
harta kepada orang lain dalam bentuk infaq, zakat dan shadaqah. Bedanya
infaq/zakat/shadaqah melibatkan perintah karena Allah, sedangnya
bermurah hati saja bagi orang Barat tidak melibatkan Allah Subhanahu
Wata’ala.
آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ
مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ
أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.
Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian)
dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS: Al Hadiid: 7)
Al Qurthubi menjelaskan, “Ayat ini merupakan dalil bahwa pada
hakekatnya harta itu milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-apa
melainkan apa yang Allah ridhoi. Siapa saja yang menginfakkan harta pada
jalan Allah, maka itu sama halnya dengan seseorang yang mengeluarkan
harta orang lain dengan seizinnya. Dari situ, ia akan mendapatkan pahala
yang melimpah dan amat banyak.” [Dalam Tafsir Al Qurthubi, Jaami’ Li Ahkamil Qur’an].
Dalam Islam, berbagi dan bersedekah justru manfaatnya lebih luas
dibanding hasil penelitan di atas. Setidaknya ada empat manfaat sedekah
yang sering dikutip Rasulullah; Pertama, membukakan pintu rezeki, kedua, mengobati orang sakit, ketiga,
mampu meredakan kemarahan Allah dan mengurangi kesakitan saat sakaratul
maut dan terkhiar sedekah mampu menjadi ‘naungan’ di hari kiamat.
[baca: Bersedekalah Agar Terhindar Musibah]
“Sesungguhnya tidak akan berkurang harta yang disedekahkan, kecuali bertambah dan bertambah.” (HR. Tirmidzi).
Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wassallam bersabda: “Sedekah dapat menolak 70 macam bencana, yang paling ringan diantara bencana itu adalah penyakit kusta dan sopak.” (HR. Thabrani).
“Hiasilah waktu pagimu dengan sedekah, niscaya bala’ tidak menghampiri.” (at – Targhin wa at – Targhib 2/20,39).
“Obatilah orang yang sakit diantara kalian dengan sedekah.” (HR. Thabrani dan Baihaki).*
0 comments:
Post a Comment