YANGON -- Para pengunjuk rasa kembali menyemut di berbagai jalan di ibu
kota Myanmar, Naypyidaw pada Rabu (10/2). Protes Myanmar kian memanas
setelah satu hari kemarin ditandai dengan bentrokan antara pengunjuk
rasa dan petugas keamanan.
Demonstrasi ini menentang kudeta
terhadap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi. Langkah keras polisi
terhadap pengunjuk rasa dikecam Amerika Serikat (AS) dan PBB.
"Kami tidak bisa tinggal diam," kata pemimpin pemuda Esther Ze Naw kepada Reuters seperti dikutip laman Channel News Asia,
Rabu. "Jika ada pertumpahan darah selama protes damai kami, maka akan
ada lebih banyak jika kami membiarkan mereka mengambil alih negara".
Demonstrasi
menuntut pembalikan kudeta dan pembebasan Aung San Suu Kyi dan para
pemimpin dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan aktivisnya
yang ditahan. Di Naypyidaw, ratusan pegawai pemerintah berbaris untuk
mendukung kampanye pembangkangan sipil yang diikuti oleh para dokter,
guru, dan pekerja kereta api.
Mengutip seorang dokter, Reuters
mengatakan seorang pengunjuk rasa terluka akibat luka tembak di kepala
selama protes Selasa (7/2). Dia terluka ketika polisi menembakkan
senjata, sebagian besar ke udara, untuk membubarkan pengunjuk rasa di
Naypyidaw.Reuters juga melaporkan bahwa dokter mengatakan, tiga orang lainnya tengah dalam masa perawatan karena luka akibat peluru karet.Majalah mingguan 7Day News melaporkan di akun Twitter-nya bahwa
seorang perempuan berusia 19 tahun ditembak oleh polisi di Naypyidaw.
Dia pun tengah menjalani operasi darurat di rumah sakit utama kota. Itu
mengutip Min Thu, ketua lokal partai Liga Nasional untuk Demokrasi.
Para
pengunjuk rasa juga terluka di Mandalay dan kota-kota lain. Sebab
pasukan keamanan menggunakan meriam air. Media pemerintah melaporkan
cedera yang dialami polisi selama upaya mereka membubarkan pengunjuk
rasa. Polisi mengeklaim para pengunjuk rasa melempar batu ke arah
polisi.
Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS mengatakan,
tengah meninjau bantuan kepada Myanmar untuk memastikan mereka yang
bertanggung jawab atas kudeta menghadapi konsekuensi yang signifikan."Kami mengulangi seruan kami kepada militer untuk melepaskan kekuasaan,
memulihkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis, membebaskan
mereka yang ditahan dan mencabut semua pembatasan telekomunikasi dan
menahan diri dari kekerasan," kata juru bicara Ned Price di Washington.
PBB
meminta pasukan keamanan Myanmar untuk menghormati hak rakyat untuk
melakukan protes secara damai. "Penggunaan kekuatan yang tidak
proporsional terhadap para demonstran tidak dapat diterima," kata Ola
Almgren, perwakilan PBB di Myanmar.
Protes yang berlangsung empat
hari ini adalah yang terbesar di Myanmar selama lebih dari satu dekade.
Demo ini menghidupkan kembali ingatan hampir setengah abad pemerintahan
langsung militer dan gelombang pemberontakan berdarah sampai militer
memulai proses penarikan diri dari politik sipil pada 2011. Asosiasi
Bantuan untuk Tahanan Politik mencatat hampir 60 orang ditangkap di
berbagai bagian Myanmar pada Selasa (7/2)
0 comments:
Post a Comment