Jakarta - Mudik menjadi tradisi masyarakat Indonesia yang selalu dilakukan saat bulan Ramadhan. Seperti apa sejarah mudik lebaran di Indonesia?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mudik artinya pergi ke ulu (hulu sungai, pedalaman): dari Palembang sampai ke Sakayu. Dan dapat juga diartikan pulang ke kampung halaman: seminggu menjelang Lebaran.
Menurut Guru Besar Linguistik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof. Dr. Kisyani Laksono, M. Hum mengatakan dua kata, mudik dan pulang kampung berbeda meskipun punya sinonim sama.
Menurut Kisyani, pulang kampung bisa dilakukan kapan saja tanpa menunggu momen. Sedangkan mudik hanya dilakukan di tengah peringatan hari raya. "Dari segi sifat pulang kampung bersifat individual tetapi istilah mudik sifatnya massal," jelas Prof Kisyani kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Tahun ini menjadi tahun kedua tradisi mudik di Indonesia dilarang saat lebaran. Hal ini bertujuan untuk menekan laju pandemi Covid-19. Karena mudik menjadi bagian yang tak dapat terpisahkan dari masyarakat Indonesia.
Karena sebelum pandemi, hampir semua masyarakat di daerah perkotaan berbondong-bondong pulang ke kampung halaman untuk merayakan lebaran bersama keluarga di kampung.
Sejarah Mudik
Di era Batavia, pemerintah kolonial Hindia-Belanda sudah ada aktivitas pulang kampung. JJ Rizal sejarawan lulusan Universitas Indonesia (UI), mengidentifikasi tradisi mudik dengan aktivitas di Batavia, di mana saat itu sduah membutuhkan banyak tenaga kerja sejak dua abad silam.
Kepada detikcom (18/04/2021), JJ Rizal mengatakan,"Terutama kata mudik ini identik dengan Batavia, ibu kota kolonial yang kemudian diwarisi Jakarta sebagai ibu kota nasional serta menjadi pusat urbanisasi."
Mudik juga berasal dari kata udik yang berarti kembali ke titik awal mula aliran sungai alias di hulu, letaknya di desa yang jauh dari hilir di Batavia. Istilah ini kemudian berkembang seiring dengan banyak kaum pekerja atau buruh yang berasal dari luar daerah.
Meningkatnya aktivitas mudik dimulai pada era Orde Baru. Saat periode Gubernur Jakarta Ali Sadikin (1966-1977) dan akhirnya berkembang menjadi tradisi besar sampai sekarang.
"Karena menyangkut perpindahan orang dari desa ke kota yang semakin besar dan berimplikasi luas bagi banyak hal, mulai dari transportasi sampai kriminalitas. Ini terutama setelah masa Ali Sadikin, ketika posisi warga asli, yakni Betawi, bukan lagi nomer satu, digantikan urban Jawa, Sunda, dan lain lain," ujar Rizal.
Itulah sejarah mudik di Indonesia yang semakin gencar ketika banyaknya proyek pembangunan di Jakarta. Banyaknya jumlah pendatang ke Jakarta berbanding lurus dengan banyaknya masyarakat yang mudik setiap lebaran.
0 comments:
Post a Comment