![]() |
Pakar Kebijakan Publik, Achmad Nur |
JAKARTA ( Kontak Banten) MASYARAKAT saat ini tengah dibayang-bayangi oleh dampak kenaikan harga
BBM. Rencana kenaikan BBM menuai gelombang protes dari masyarakat.
Tentunya hal ini wajar karena dampak buruk berantai dari kenaikan ini
adalah sebuah keniscayaan jika harga BBM jadi dinaikan. Tingkat inflasi yang tinggi, tingkat PHK yang tinggi, kenaikan
harga-harga barang-barang pokok yang semuanya adalah mimpi buruk bagi
rakyat. Dan gelombang protes ini tentunya tidak akan berhenti hingga
harga BBM benar-benar tidak jadi dinaikkan.
Kuota subsidi BBM
memang sudah sangat bengkak, tapi itu bukan alasan yang tepat untuk
menaikkan harga BBM karena kondisi daya beli masyarakat yang masih lemah
akibat pandemi yang belum usai dan inflasi global.
Jika alasan kenaikan ini adalah APBN yang sudah tekor, maka statement
tersebut bertolak belakang dengan laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani
per Juni 2022 yang melaporkan bahwa ada surplus APBN 73,6 triliun.
Dan
harus diingat juga bahwa ada bantalan bansos untuk masyarakat kelas
bawah. Hal ini menjelaskan bahwa ada anggaran yang bisa digunakan
walaupun harus memilih salah satu antara menghentikan subsidi BBM atau
menambah bantalan bansos.
Tentu saja meningkatkan harga BBM ini
mempunyai dampak buruk yang lebih tinggi daripada tidak menambah
bantalan bansos. Proyek-proyek infrastruktur pun sebetulnya masih ada
yang bisa ditunda dialihkan untuk subsidi BBM dan menunggu kondisi lebih
baik untuk bisa dilanjutkan kembali.Sebut saja anggaran pembangunan IKN yang dampak ekonominya tidak begitu
besar karena yang dibangun di IKN ini adalah infrastruktur
administratif, bukan membangun kawasan industri yang berdampak ekonomi
signifikan bagi negara.
Jika ditunda pun tidak akan mempunyai dampak buruk seperti halnya dampak yang akan ditimbulkan jika menaikan harga BBM.
Yang
harus diingat adalah Indonesia masih memberlakukan Keppres 12/2020 yang
ditetapkan tanggal 13 April 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam
Pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional.
Artinya masih ada
anggaran yang bisa dipergunakan dan dialih fungsikan untuk subsidi BBM.
Dan kebijakan defisit anggaran dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional
yang dipatok sebesar 5,2% masih bisa dipergunakan untuk subsidi BBM ini
dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Intinya berbagai alternatif untuk mempertahankan harga BBM masih bisa dilakukan.Tapi kembali lagi bahwa transformasi energi dari bahan fosil menjadi
energi baru terbarukan harus diupayakan secara masif untuk memenuhi
kebutuhan dan ketahanan energi dalam negeri sehingga tidak tergantung
kepada minyak impor. Dan ini sudah seharusnya menjadi upaya yang secara
mutlak dijalankan oleh pemerintah.
Penulis adalah Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute
0 comments:
Post a Comment