» Cintai produk dalam negeri juga harus didukung oleh kebijakan yang berpihak pada produsen dalam negeri.
» Masing-masing wilayah pasti ada produk yang unggulan. Ini akan menjadi daya ungkit ekonomi.
JAKARTA - Tantangan berat perekonomian Indonesia di Triwulan III dan IV Tahun 2022 seharusnya bisa dijadikan momentum bagi pemerintah dan jajarannya, dari tingkat tertinggi sampai yang paling rendah untuk mengoptimalkan produk lokal. Kemudian, secara berangsur-angsur harus mengurangi kebergantungan terhadap produk impor, terutama yang bisa dihasilkan di dalam negeri.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listyanto, sebelumnya mengatakan perekonomian Indonesia Triwulan III- 2022 akan menemui tantangan berat karena tidak akan lagi mendapat momentum kemewahan musiman seperti hari raya keagamaan dan hari-hari besar lainnya yang membuat ekonomi di Triwulan II tumbuh 5,44 persen.
Karena itu, pernyataan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Kabinet Paripurna tentang Nota Keuangan dan Rencana APBN 2023 di Istana Kepresidenan, Senin (8/8), yang meminta agar seluruh kementerian/lembaga (K/L) fokus merealisasikan belanja pemerintah untuk membeli produk dengan kandungan lokal tinggi sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, patut dipuji.
"Bangga Buatan Indonesia dengan membeli produk dalam negeri ini akan bisa mendukung pemulihan ekonomi di Triwulan III dan IV pada saat lingkungan global sedang mengalami gejolak," kata Menkeu dalam keterangan pers secara virtual melalui akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (8/8).
Namun sayang, gagasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dalam pelaksanaannya belum berjalan secara optimal terutama di tingkat K/L, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta pemerintah daerah.
Menanggapi hal itu, Pengamat Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y Sri Susilo, mengatakan penekanan pada konsumsi dalam negeri mesti diimplemantasikan sungguh-sungguh terutama oleh pemerintah, baik pusat dan daerah. Presiden sudah sejak lama terus mengingatkan bahwa anggaran negara tidak boleh dibelanjakan untuk produk-produk impor.
"Saya rasa harus ada evaluasi bagaimana di e-catalog pemerintah itu isinya apakah sudah barang produksi dalam negeri? Sementara dari sisi kultur, para pejabat itu mesti mencontoh Presiden yang ke mana-mana beli produk karya anak muda, bahkan selalu memakai sepatu produk lokal," papar Susilo.
Cintai produk dalam negeri, menurut Susilo, juga harus didukung oleh kebijakan yang berpihak pada produsen dalam negeri. Sebab, bagi masyarakat sulit untuk memilih produk dalam negeri jika kualitasnya memang kalah.
"Di Yogyakarta, perusahaan furnitur banyak sekali, tapi bagaimana itu bisa jadi pilihan konsumen dalam negeri? Ini kan tidak mudah karena kompetitor bisa jualan murah dan dijual di mal-mal lewat tenant-tenant besar," tandasnya.
Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan belanja pemerintah memang mendapat kritik yang tajam karena pertumbuhan konsumsi pemerintah minus di Triwulan II tahun ini. Artinya, konsumsi pemerintah menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi di quartal tahun-tahun ini.
"Saya rasa Triwulan III akan sangat mengandalkan konsumsi pemerintah dibandingkan dengan konsumsi masyarakat yang tidak ada momentum untuk tumbuh lebih cepat. Makanya, Menkeu menekankan belanja pemerintah. Untuk menekan agar impor tidak naik signifikan makanya harus mempertimbangkan kandungan lokal," kata Nailul.
Hal tersebut menurutnya penting karena memang selama ini K/L doyan untuk belanja impor. Jadi, harus dilihat per item belanja, jika memang tidak disediakan dari dalam negeri, impor tidak masalah. Namun, masa dari ribuan APBN dan APBD untuk belanja nonpegawai, kebanyakan dari impor. "Pasti ada rekanan pegawai yang sudah deal dan mengkhususkan spesifikasinya ke barang impor. Sengaja dalam pengadaan ada spesifikasi khusus," ujarnya.
"Clustering" Wilayah
Mantan Rektor UPN Veteran Jawa Timur, Akhmad Fauzi, mengatakan gerakan cinta produk dalam negeri dapat mendukung pemulihan perekonomian nasional. Namun, harus dibuat sejumlah langkah yang dapat membuat produk lokal semakin banyak dibeli masyarakat.
Menurutnya, perlu ada clustering terhadap afirmasi masing-masing wilayah. Masing-masing wilayah pasti ada produk yang unggulan. Ini akan menjadi daya ungkit dan daya dorong ekonomi karena dengan adanya clustering, bahan baku dari daerah itu tidak terlalu mahal. Lalu, di-publish masing-masing produk unggulan daerah sehingga risetnya akan mengarah ke sana.
Dengan dukungan pemerintah pada hulu sampai hilir, output-nya kan jelas. Contohnya di Sampang, Madura, produk unggulannya sapi, maka sapi ini harus digarap dari hulu sampai hilir. Seluruh pihak dilibatkan, seperti Kementerian Koperasi dan Kementerian Industri, sehingga akan ada perputaran cash flow di sana, dan daerah itu akan bangkit.
"Semakin banyak uang yang berputar di daerah itu dan tidak keluar, semakin baik. Agar uang bisa berputar dalam waktu yang lama, di dalam harus ada aktivitas ekonomi yang masif dan berkesinambungan agar ekonomi masyarakat bangkit," tutur Fauzi.
0 comments:
Post a Comment