Sidang di PN Rangkasbitung. Foto : Istimewa |
SERANG ( KONTAK BANTEN) –Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhamad Mahmud, dalam tuntutannya
mengutarakan, eks hakim Pengadilan Negeri (PN) Rangkasbitung Yudi
Rozadinata, dituntut 2 tahun penjara atas kepemilikan sabu seberat
19,371 gram.
Dengan pertimbangan memberatkan terdakwa, lantaran terdakwa seorang
pejabat hukum yakni hakim di PN Rangkasbitung. Hal itulah, karena
dianggap tidak mendukung program pemerintah dan program pemberantasan
narkotika.
“Terdakwa merupakan aparat penegak hukum, dan perbuatannya tidak
mendukung pemerintah dan program pemberantasan narkotika,” kata JPU
Mahmud, di PN Serang, Rabu (9/11/2022)
Sementara, Mahmud menyatakan, pertimbangan jaksa yang meringankan
terdakwa bukan penjual atau pengedar, melainkan sabu yang dimiliki hanya
untuk dikonsumsi sendiri. Selain itu, terdakwa Yudi juga menyesali
perbuatannya.
“Terdakwa memesan narkotika jenis sabu, untuk dipergunakan dan
dikonsumsi, tidak untuk diperjualbelikan,” kata Mahmud, dalam
tuntutannya.
JPU Mahmud juga mengatakan, dalam pertimbangan fakta persidangan, terdakwa Yudi bersama saksi Raja Adonia Sumanggam Siagian mengonsumsi atau menggunakan sabu, di rumah terdakwa Yudi, di Rangkasbitung pada 12 Mei 2020, sekira pukul 19.30 WIB.
Kemudian, terdakwa Yudi juga menggunakan sabu bersama sesama hakim
lain, yaitu Danu Arman, di rumahnya pada 14 Mei 2022, pukul 19.00 WIB.
Selanjutnya, terdakwa juga sering menggunakan sabu di lantai dua PN
Rangkasbitung, bersama Danu Arman. “Terdakwa juga sering menggunakan
sabu di lantai dua, bersama Danu Arman, di Pengadilan Rangkasbitung,”
ujarnya.
Diketahui sebelumnya, dua orang hakim di PN Rangkasbitung Yudi
Rozadinata (39) dan Danu Arman (39), diamankan Badan Narkotika Nasional
Provinsi (BNNP) Banten, Selasa (17/5/2022) lalu.
Keduanya diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka, karena terbukti
menggunakan narkoba jenis sabu, oleh BNNP Banten. Saat itu, Humas
Pengadilan Tinggi Banten, Binsar Gultom mengatakan, adanya dua hakim
ditangkap BNN karena penyalahgunaan narkoba, merupakan sejarah bagi
mereka. Dia berharap, kejadian serupa tidak terjadi lagi kedepannya.
“Peristiwa ini harus dijadikan perhatian khusus, jangan pernah terulang
kembali dan terjadi di seluruh warga pengadilan,” tegas Binsar, Senin
(23/5/2022).
Binsar menyayangkan atas kejadian tersebut. Menurutnya, seorang hakim
seharusnya memberikan hukuman bagi para tersangka, bukan justru sebagai
pelaku penyalahgunaan narkotika. Hal ini merugikan citra Pengadilan
Tinggi Banten.
“Karena seharusnya hakim itu sebagai pemutus, pengadil suatu perkara
tindak pidana narkoba. Tapi tersandung peristiwa itu, tentu sangat
memalukan dan merugikan citra besar Pengadilan Tinggi Banten,” cetusnya.
Pengadilan Tinggi Banten, kata Binsar, akibat adanya peristiwa tersebut,
seluruh hakim, panitera terlebih seluruh pegawai di Pengadilan Tinggi
Banten dilakukan tes urine secara berkala. Tujuannya untuk mendeteksi
adanya penyalahgunaan narkoba.
Pemeriksaan sangat perlu, harus diimplementasikan secara berkala untuk mendeteksi apakah masih ada indikasi yang menggunakan. Itu (tes urine-red) salah satu mencegah terjadinya penyalahguaan narkoba,” imbuhnya.
0 comments:
Post a Comment